Mahasiswa Asmat Saat Jumpa Pers
/Foto; tabloidjubi.com
|
PAPUAN, Jayapura—-
Mahasiswa asal kabupaten Asmat yang tergabung dalam Asosiasi
Mahasiswa Peduli Pembangunan Kabupaten Asmat (AMPPKA) menilai,
tidak ada keberpihakan pemerintah daerah kabupaten Asmat
terhadap Orang asli Papua terutama masyarakat Asmat di
kabupaten Asmat, Papua.
Di Asmat itu ada banyak masalah.
Terutama masalah kesejahteraan sosial dan ekonomi masyarakat .
Tempat-tempat yang menjadi tempat untuk mencari nafkah misalnya seperti
pasar yang dibangun oleh masyarakat dibongkar paksa oleh pemerintah
setempat dengan dibackup oleh Polisi.
Kami sangat tidak senang dengan
perlakuan pemerintah daerah Asmat terhadap orang tua kami yang 90 persen
bermata pencaharian sebagai nelayan dan petani tersebut. Lebih parah
lagi masyarakat Asmat dimarginalkan dan dinomorduakan pada hal kamilah
yang punya tanah.
Sehingga tempat-tempat yang harus diisi
oleh orang asli Asmat diisi oleh orang pendatang dan pemerintah daerah
membiarkan hal ini terus terjadi.
Maka kami meminta supaya pemerintah
melihat persoalan ini dengan baik. Harus berpihak kepada orang asli
papua yang ada di Asmat. Karena hal ini sudah diatur dalam UU NO.21
tahun 2001 dan Perdasus No.5 tahun 2009. Demikian dikatakan ketua
AMPPKA, Donatus Pombai pada Sabtu (20/7/2013) kemarin di Waena,
Jayapura, Papua.
Sementara itu, Vinsensius Saky salah
satu anggota AMPPKA mengaku sangat kecewa dengan tindakan pemerintah
yang mengusir mama yang berjulan di pinggiran jalan.
Dan juga, lanjut dia, pemerintah juga
menaikan pajak dari rata-rata pendapatan para mama-mama di Asmat. “Iya
mama saya juga penjual sayur. Mama-mama pernah ajukan aspirasi pada
pemerintah daerah Asmat pada 2 mei 2011 tetapi aspirasi itu tidak pernah
direalisasikan hingga hari ini,” katanya.
Sementara itu, Oskar Haris Warkai
menambahkan, setiap kali mama-mama berjualan, mereka dikenai pajak
setiap hari antara 15 ribu sampai 20 ribu. Ukuran 20 ribu untuk satu
mama di Asmat itu sangat besar. Dan pendapatan mereka setiap hari pun
antara 20 ribu hingga 40 ribu itu pun jika julan mereka laku semua. Kami
menilai pemerintah melakukan diskriminasi terhadap mama-mama kami dan
sangat tidak adil,” tegasnya.
Untuk itu kami AMPPKA meminta supaya
pemerintah daerah Asmat memperhatikan kesejahteraan masayarat setempat
sesuai dengan amanat Otsus.
Harus memperhatikan kesejahteraan orang
asli Papua terutama masyarakat Asmat. Terutama sarana pasar yang layak
karena pasar-pasar yang ada di Asmat rata-rata sudah didominasi dan
diambhisi oleh orang pendatang,” tutup Pombai.
ARNOLD BELAU