Ketua AJI Papua, Viktor Mambor
dan Koordinator Advokasi dan
Serikat Pekerja AJI Papua, Jack Wally
Foto; Arnold Belau
|
Jayapura--- Selain persoalan yang tercatat oleh divisi advokasi AJI Papua yang
juga belum ada reaksi positif dari pemerintah Indonesia terhdap tuntutan
masyarakat internasiolan yang meminta dibukanya akses jurnalis internasional ke
Papua.
Dalam
Press Relase AJI Papua yang diteriam suaraPapua.com
siang tadi (13/7/2013) menuliskan pada tahun 2012 lalu kepada sekelompok
jurnalis asing di Jakarta, Mart Natalegawa, menteri luar negeri Indonesia
mengatakan ada 35 jurnalis asing yang tela diberikan akses ke provinsi Papua
sepanjang tahun tahun 2011-2012.
Namum
para jurnalis asing ini memahami bahwa tidak semua jurnalis yang bisa melakukan
liputan di Papua. Tercatat oleh mereka 7 jurnlais asing telah di deportase dari
Papua karena dilarang melakukan aktifitas jurnalisme.
Terakhir
jurnalis ABC harus masuk Papua dengan cara menyamar sebagai turis. Marty
menanggapi pernyataan jurnalis ini dengan janji akan menunjau kasus jurnalis
yang ditolak masuk ke wilayah Papua.
Marty
mengakui akses harus dibuka untuk liputan di Papua namun ia mengkwatirkan
keamanan para jurnalis asing ini. Untuk itu , Marty mengaku telah meminta
departemennya untuk melaporkan padanya jika ada jurnalis asing yang ditolak
jika ingin meliput di Papua.
“Jika
ada kasus penolakan anda harus meberitahu saya sehingga saya bisa melihat
kasus-kasus itu secara pribadi,” kata Marty pada saat itu.
Namun
bertolak belakang dengan pernyataan menteri luar negeri ini, AJI Papua mencatat
beberapa jurnalis dari New Zealand, Belanda, Inggris dan Australis mengalami
kesulitan saat mengajukan izin untuk melakukan kerja jurnalistik di Papua.
Para
jurnalis asing ini mengatakan bahwa mereka dipersulit dengan perizinan yang
harus ditunggu hingga tiga bulan lebih. Ada juga setelah mendapatkan izin harus
didampingi oleh seorang agen pemerintah Indonesia dalam pelaksanaan aktifitas
jurnalistiknya.
Dalam
hal ini, AJI Papua melihat pemerintah Indonesia tidak memiliki sikap yang tegas
antara membatasi dan membuka ruang untuk para jurnalis internasional ini. Sebab
hingga saat ini, pemerintah Indonesia tidak pernah memberikan satu peraturan
formal yang bertujuan untuk membatasi jurnalsi asing ke Papua.
Tetapi
dalam prakteknya, jurnalis internasional meyakini bahwa mereka dibatasi untuk memasuki
Papua dengan cara mempersulit perizinan.
Situasi
ini menunjukan adanya ruang 'abu-abu' yang setiap saat bisa dimanfaatkan untuk
menghambat proses kebebasan dan kemerdekaan di Indonesia yang setiap saat
berpotensi menurunkan preingkat Indonesia dalam indeks kebebasan pers dunia.
ARNOLD BELAU
Sumber : www.arnoldbelau.com