Pages

Pages

Minggu, 14 Juli 2013

AJI Papua Menilai Pemerintah Indonesia Masih Menutup Akses Wartawan Asing

Ketua AJI Papua, Viktor Mambor
dan Koordinator Advokasi dan
Serikat Pekerja AJI Papua, Jack Wally
Foto; Arnold Belau
Jayapura--- Selain persoalan yang tercatat oleh divisi advokasi AJI Papua yang juga belum ada reaksi positif dari pemerintah Indonesia terhdap tuntutan masyarakat internasiolan yang meminta dibukanya akses jurnalis internasional ke Papua.

Dalam Press Relase AJI Papua yang diteriam suaraPapua.com siang tadi (13/7/2013) menuliskan pada tahun 2012 lalu kepada sekelompok jurnalis asing di Jakarta, Mart Natalegawa, menteri luar negeri Indonesia mengatakan ada 35 jurnalis asing yang tela diberikan akses ke provinsi Papua sepanjang tahun tahun 2011-2012.

Namum para jurnalis asing ini memahami bahwa tidak semua jurnalis yang bisa melakukan liputan di Papua. Tercatat oleh mereka 7 jurnlais asing telah di deportase dari Papua karena dilarang melakukan aktifitas jurnalisme.

Terakhir jurnalis ABC harus masuk Papua dengan cara menyamar sebagai turis. Marty menanggapi pernyataan jurnalis ini dengan janji akan menunjau kasus jurnalis yang ditolak masuk ke wilayah Papua.

Marty mengakui akses harus dibuka untuk liputan di Papua namun ia mengkwatirkan keamanan para jurnalis asing ini. Untuk itu , Marty mengaku telah meminta departemennya untuk melaporkan padanya jika ada jurnalis asing yang ditolak jika ingin meliput di Papua.

“Jika ada kasus penolakan anda harus meberitahu saya sehingga saya bisa melihat kasus-kasus itu secara pribadi,” kata Marty pada saat itu.

Namun bertolak belakang dengan pernyataan menteri luar negeri ini, AJI Papua mencatat beberapa jurnalis dari New Zealand, Belanda, Inggris dan Australis mengalami kesulitan saat mengajukan izin untuk melakukan kerja jurnalistik di Papua.

Para jurnalis asing ini mengatakan bahwa mereka dipersulit dengan perizinan yang harus ditunggu hingga tiga bulan lebih. Ada juga setelah mendapatkan izin harus didampingi oleh seorang agen pemerintah Indonesia dalam pelaksanaan aktifitas jurnalistiknya.

Dalam hal ini, AJI Papua melihat pemerintah Indonesia tidak memiliki sikap yang tegas antara membatasi dan membuka ruang untuk para jurnalis internasional ini. Sebab hingga saat ini, pemerintah Indonesia tidak pernah memberikan satu peraturan formal yang bertujuan untuk membatasi jurnalsi asing ke Papua.

Tetapi dalam prakteknya, jurnalis internasional meyakini bahwa mereka dibatasi untuk memasuki Papua dengan cara mempersulit perizinan.

Situasi ini menunjukan adanya ruang 'abu-abu' yang setiap saat bisa dimanfaatkan untuk menghambat proses kebebasan dan kemerdekaan di Indonesia yang setiap saat berpotensi menurunkan preingkat Indonesia dalam indeks kebebasan pers dunia.


ARNOLD BELAU

Sumber :  www.arnoldbelau.com