Seorang demonstran memegang spanduk
menolak Indonesia di tanah Papua
(Foto: knpbnews.com)
|
Oleh : Oktovianus Pogau*
Laporan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM),
pihak Gereja, hingga masyarakat sipil di Papua (red, Papua dan Papua
Barat) melaporkan telah terjadi serangkain kekerasan yang masif berupa
penembakan, pembunuhan, pelarangan dan pembubaran paksa massa aksi,
hingga penangkapan dan penahanan, yang disertai dengan penyiksaan di
beberapa tempat, seperti di Sorong, Jayapura, Biak, Timika, dan Wamena,
sejak 30 April 2013 – 22 Mei 2013.
Dalam laporan tersebut, disebutkan aparat
keamanan dari Kepolisian Daerah Papua (Polda) Papua, dan Tentara
Nasional Indonesia (TNI) dari Kodam XVII/Cenderawasih menjadi aktor
utama. Ruang demokrasi di tanah Papua benar-benar dibungkam. Wartawan
asing, diplomat internasional, dan lembaga HAM Internasional “dilarang”
untuk berkunjung ke tanah Papua.
Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak
Kekerasan (KontraS) dan National Papua Solidarity (NAPAS) di Jakarta
juga melaporkan hal yang sama, yakni tindakan aparat keamanan telah
mengakibatkan 4 orang tewas ditembak, 4 orang luka-luka kritis dan 34
orang ditangkap, 21 orang ditahan untuk menjalani proses hukum dengan
tuduhan makar – kecuali Ketua Umum KNPB, Victor F Yeimo yang kembali
menjalani sisa masa tahanan 2 tahun.
Adapun kronologis singkat
peristiwa-peristiwa tersebut yang saya rangkum berdasarkan wilayah atau
Kota terjadinya kekerasan (tabel kekerasan secara lengkap silakan lihat
di lampiran dalam bentuk tabel).
- Penembakan, Penyiksaan dan Penangkapan di Sorong
Pada 30 April 2013, sekitar pukul 21.00
Wit, aparat gabungan TNI/Polri menggunakan satu buah mobil Avanza, satu
mobil Inova dan satu buah mobil patroli mendekati sejumlah warga yang
sedang berada dalam tenda di rumah bapak Isak Klaibin. Warga sedang
berkumpul untuk rapat dan ibadah menyambut hari aneksasi Papua ke dalam
Negara Indonesia.
Melihat Polisi terus melakukan patroli,
termasuk menghalangi warga yang akan ibadah di rumah bapak Isak Klaibin,
warga marah dan sempat menghalangi satu buah mobil Avanza yang
belakangan diketahui digunakan oleh Wakapolres Sorong. Melihat warga
menghalangi mobil yang ditumpangi Wakapolres, aparat TNI/Polri marah dan
mengeluarkan tembakan secara membabi buta.
Lima warga tertembak peluru aparat
keamanan. Tiga warga yang meninggal adalah Apner Malagawak (22), Thomas
Blesya (28), dan ibu Salomina Klaibin (37) – meninggal setelah dirawat
seminggu lamanya di Rumah Sakit Se Be Solo, Sorong. Yang luka kritis dan
masih dirawat keluarga hingga kini adalah Herman Lokden (18), dan
Andreas Sapisa (22).
Sekitar pukul 22.30 Wit, aparat juga
menangkap enam warga sipil, Klemens Kodimko (71), Obeth Kamesrar (65),
Antonius Safuf (62), Obaja Kamesrar (40), Yordan Magablo (42) dan Hengky
Mangamis (39). Keenam warga ini dituduh melakukan Tindak Pidana
Kejahatan Terhadap Negara (Makar), sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106,
Pasal 107, Pasal 108, Pasal 110, Pasal 160, Pasal 164 KUHP, ancama
hukum maksimal 20 tahun penjara.
Pada 9 Mei 2013, sekitar pukul 12.30 Wit,
bapak Isak Klaibin (38), yang disebut-sebut sebagai pimpinan OPM Wilayah
Sorong menyerahkan diri kepada aparat kepolisian setelah dibujuk oleh
pihak gereja di Sorong. Klaibin juga didakwa melakukan Tindak Pidana
Kejahatan Terhadap Negara (Makar), sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106,
Pasal 107, Pasal 108, Pasal 110, Pasal 160, Pasal 164 KUHP, ancaman
hukum maksimal 20 tahun penjara.
- Penangkapan, Penyiksaan dan Penahanan di Timika
Penangkapan, penyiksaan, disertai penahanan
juga terjadi di Timika, pada 1 Mei 2013, sekitar pukul 13.00 Wit.
Puluhan warga berkumpul di Jalan Trikora, tepat depan SD Negeri II Kwaki
Baru, Timika, untuk beribadah. Diketahui, massa juga sudah lebih dulu
mengibarkan bendera bintang kejora disebuh tiang kayu pendek. Melihat
itu, aparat Kepolisian dari Polres Timika, anggota Perintis, Dalmas
Polres Mimika dan Polsek Mimika Baru, Brimob B Polda dan dibantu oleh
Garnizun TNI membubarkan warga, dan mengeluarkan tembakan beruntun ke
udara.
Aparat menangkap 16 Warga sipil. Mereka
mengalami penyiksaan hebat selama dalam perjalan ke Polres Mimika, dan
ketika sudah di Polres. Yang ditahan adalah Domy Mom, Altinus Uamang,
Musa Elas, Jhony Niwilingame, Hari Natal Limagay, Jhon Kum, Semuil
Deikme, Miriyan Tzenawatme, Mon Deikme, Aminus Hagabal, Yacob Onawame,
Hery Onawame, Biru Kogoya, Seorang Suku Sorong Ayamaru, Seorang bermarga
Beanal dan Alpon.
Keesokannya, 8 warga dibebaskan, dan 7
orang ditahan dengan dakwaan melakukan Tindak Pidana Kejahatan Terhadap
Negara (Makar), sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106, Pasal 107, Pasal
108, Pasal 110, Pasal 160, Pasal 164 KUHP, ancama hukum maksimal 20
tahun penjara.
- Penangkapan Warga di Biak
Pada 1 Mei 2013, sekitar pukul 04.00 Wit,
ada aksi pengibaran bendera Bintang Kejora di Kantor Diklat Pemerintah
Kabupaten Biak, tetap di Kampung Ibdi. Setelah mendapat kabar, aparat
dikerahkan untuk menurunkan Bendera tersebut, kemudian Polisi dibantu
oleh TNI mencari pelaku pengbaran bendera yang diduga melarikan diri.
Lima orang dengan inisial YW, YA, YB, OW,
MG dan GSY ditangkap aparat TNI/Polri di Kampung Ibdi siang harinya.
Saat dibawa ke Kantor Polisi, mereka sempat disiksa, dan dipaksa
mengakui sebagai pelaku pengibaran bendera. Saat ini, mereka telah
ditetapkan sebagai tersangka dengan dakwaan melakukan Tindak Pidana
Kejahatan Terhadap Negara (Makar), sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106,
Pasal 107, Pasal 108, Pasal 110, Pasal 160, Pasal 164 KUHP, ancaman
hukuman maksimal 20 tahun penjara.
- Pelarangan dan Pembubaran Massa Aksi, disertai dengan penangkapan sewenang-wenang di Jayapura
Pada 1 Mei 2013, sekitar pukul 09.30 Wit,
tepat di Lingkaran, Depan Kantor Pos Abepura, aparat kembali melakukan
penangkapan terhadap salah satu anggota Komite Nasional Papua Barat
(KNPB), Martinus Yohame (26). Yohame saat itu sedang melakukan
orasi-orasi untuk mengumpulkan massa aksi yang rencana akan beribadah di
Sentani untuk memperingati hari Aneksasi Papua ke dalam Indonesia. Saat
laporan ini dibuat, kabar Yohame masih belum diketahui.
Pada 8 Mei 2013, mahasiswa dan masyarakat
yang tergabung dalam aliansi Solidaritas Peduli Penegakkan HAM (SPP HAM)
mengajukan surat pemberitahuan aksi bernomor:
00/SP/PAN-SPHAM-UTSN/V/2013, untuk agenda aksi pada tanggal 13 Mei 2013.
Pihak Polda Papua menolak mengeluarkan surat tanda terima dengan alasan
SPP HAM sebagai organisasi pelaksana aksi tidak memiliki AD/ART dan
tidak terdaftar pada Badan Kesbangpol Propinsi Papua.
Namun, pada 13 Mei 2013, SPP HAM tetap
melaksanakan aksi damai di Kota Jayapura. Aksi ini bertujuan untuk
menuntut pertanggungjawaban negara atas tewasnya 3 orang warga sipil di
Aimas Kabupaten Sorong dan pengkapan seweng-wenang terhadap warga sipil
di Sorong, Biak, Mimika dan Jayapura pada 30 April dan 1 Mei 2013.
Aksi dimulai sekitar pukul 08.30 Wit,
didepan Kampus Universitas Cendrawasih (Uncen) Waena dan Kampus Uncen
Abepura serta di depan taman Budaya Expo Waena, Distrik Heram Kota
Jayapura. Aparat Kepolisian (Brimob dan Dalmas Polresta dan Polda Papua)
membubar paksa aksi karena alasan tidak ada surat izin. Saat pembubaran
paksa Polsi menangkap 4 orang masa aksi, selain itu mereka juga
menyiksa seorang Mahasiswa Uncen. Aksi penangkapan dan penyiksaan ini
terjadi di depan halte bus Universitas Cendrawasih Perumnas 3 Waena
Jayapura.
Empat orang yang ditahan dan seorang yang
disiksa adalah sebagai berikut, Victor Yeimo (masih ditahan), Marthen
Manggaprouw (sudah bebas), Yongky Ulimpa (sudah bebas), Elly Kobak
(sudah bebas), dan Markus Giban (Mahasiwa Uncen) yang dipukul dengan
popor senjata dan patah tangan kiri dan kini sedang dirawat di rumah
Sakit RSUD Abepura
Pada 22 Mei 2013, sekitar pukul 12.00 Wit,
Yason Ngelia, Ketua BEM Fisip Uncen ditahan, dan interogasi aparat
Polresta Jayapura. “Saat itu saya menolak untuk diinterogasi karena
tidak ada surat pemanggilan tetapi mereka (Polisi) katakan bahwa ini
perintah jadi adik ikuti saja,” Kata Yason. Dia dimintai keterangan
selama 6 jam (12.00-18.00 WIT) terkait aksi tanggal 13 Mei di depan
kampus Uncen yang kemudian dibubarkan paksa oleh gabungan Aparat
Kepolisian. Pada aksi itu, Yason Ngelia sebagai kordinator lapangan.
- Penembakan Warga Sipil oleh Anggota TNI di Wamena
Pada tanggal 9 Mei 2013, Pukul 09.30 Wit,
di Jalan Yos Sudarso, terjadi penembakan terhadap seorang warga sipil
yang diketahui bernama Arton Kogoya. Menurut keterangan beberapa saksi
mata, Arton dalam keadaan mabuk, dan membuat keonaran di sebuah warung
internet di jalan Yos Sudarso. Pemilik warnet kemudian memanggil
beberapa anggota TNI. Ada enam orang anggota TNI menegur korban, namun
karena tidak digubris oleh korban, aparat kemudian menembak mati korban
dengan timah panas sebanyak enam kali, dan tewas ditempat.
Data Tabel
NO
|
WAKTU/TEMPAT
|
NAMA KORBAN DAN LUKA
|
PELAKU/SAKSI
|
KETERANGAN
|
1 | 30 April 2013, pukul 21.00 Wit, di Jln. Klalin, Kelurahaan Aimas, Distrik Aimas, Kabupaten Sorong, Papua Barat. | Korban penembakan hingga tewas adalah Abner
Malagawak (22), suku asli Moi. Ia ditembak di dada sebelah kanan hingga
tewas; Thomas Blesia (22), suku asli Teminanbuan. Ia ditembak di kepala
bagian belakang hingga tewas; dan Ibu Salomina Klabin (37), wanita suku
asli Moi. Ia ditembak dibagian perut, paha dan betis sebelah kanan,
sempat mendapat perawatan selama 1 Minggu namun akhirnya tewas di Rumah
Sakit Se Be Solo, Sorong.
Korban penembakan hingga luka-luka kritis adalah, Herman Lokden (18), pemuda suku Moi Marei. Ia ditembak di bagian belakang punggung; Andreas Safisa (23), pemuda suku asli Moi. Ia ditembak dengan timah panas di tangan ibu jari kanan dan tangan kiri. Kedua korban yang luka kritis masih mendapat perawatan dari keluarga hingga sekarang. |
Sumber terpercaya menyatakan, aparat
gabungan Tentara Nasional Indonesia (TNI) dari Kodim 1704/Sorong dan
Kepolisian Resort Kota (Polresta) Sorong sebagai pelaku. Saat itu, tim
gabungan dipimpin oleh Wakapolresta Sorong, Kompol Yudhi Pinem, S.Ik
Saksi mata yang menyaksikan peristiwa tersebut berdasarkan keterangannya kepada media Suara Papua (www.suarapapua.com) adalah ketua RT/RW 01/03, Thomas Daimboa (40), yang juga sedang berada ditempat kejadian perkara saat aksi penembakan. |
Kronologisnya, sejumlah masyarakat sipil
berkumpul di rumah bapak Isak Klabin, di Jalan Klalin, RT/RW 01/03,
untuk membicarakan rencana aksi tanggal 1 Mei 2013 yang diperingati
sebagai hari aneksasi Papua ke dalam Negara Indonesia. Puluhan
masyarakat sipil itu hendak ibadah saja, tanpa mengibarkan bendera
Bintan Kejora.
Saat yang bersamaan, aparat gabungan TNI/Polri bersiaga, dan terus
memantau aktivitas warga di jalan Klalin, dan wilayah Sorong pada
umumnya. Sekitar pukul 7 malam terlihat 2 buah mobil Avansa dan 1 mobil
patroli (L 200) milik polisi yang sedang lalu lalang di depan masyarakat
Papua yang sedang berkumpul. Di dalam mobil patrol L 200 terdapat 5 orang anggota mengunakan pakaian polisi, dan juga pakaiaan TNI bersenjata laras panjang. Sementara di dalam 2 mobil Avansa, juga terdapat beberapa anggota, namun jumlah mereka tidak bisa dipastikan karena gelap. Aparat TNI/Polri yang ada di dalam mobil terus mengintip situasi masyarakat yang sedang berkumpul, serta menghalangi beberapa masyarakat yang hendak berjalan kaki menuju lokasi ibadah. Kemarahaan muncul, massa memalang dan menghalangi mobil patroli dan 2 mobil avansa tadi, akhirnya terjadi kontak fisik di lokasi berkumpulnya warga sipil Papua. Dengan sigap, aparat gabungan TNI/Polri kemudian mengarahkan tembakan sekitar 20 kali ke arah kerumunan massa. Lima orang tertembak, tiga tewas, termasuk Ibu Salomina Klabin (seminggu kemudian), dan orang mengalami luka tembak dan kritis. |
2 | 30 April 2013, pukul 22.30 Wit, di Jalan Klalin, Kel. Aimnas, Distrik Aimnas, Sorong, Papua Barat | Korban penangkapan yang juga mengalami penyiksaan adalah adalah Klemens Kodimko (71 tahun), Obeth Kamesrar (65 tahun), Antonius Safuf (62 tahun), Obaja Kamesrar (40 tahun), Yordan Magablo (42 tahun) dan Hengky Mangamis (39 tahun). | Sumber terpercaya menyebutkan, mereka
ditangkap dan disiksa oleh aparat gabungan, baik dari aparat di Polresta
Sorong, dan anggota TNI dari Kodim 1704/Sorong.
Saksi mata yang melihat aksi penangkapan berdasarkan keterangannya kepada media Suara Papua, adalah ketua RT/RW 01/03, Thomas Daimboa (40), yang juga sedang berada ditempat kejadian perkara. |
Penangkapan diserta penyiksaan terhadap
keenam warga sipil terjadi usai aparat TNI/Polri menembak 5 warga sipil –
3 korban meninggal, dua orang luka kritis – aparat kemudian menangkap
keenam warga tersebut tak jauh dari jalan Klalin. Aparat menuduh mereka
dengan pasal makar, yakni, pasal 106, 107, 108 dan 110 KUH Pidana serta
pasal 160 dan 164 KUH Pidana mengenai perbuatan mengganggu ketertiban
umum.
Saat ini, keenam masyarakat sipil sedang didampingi oleh Lembaga
Penelitian Pengabdian dan Bantuan Hukum (LP3BH) Manokwari, dan Peradin
Papua Barat atas permintaan Sinode Gereja Kristen Injili di tanah Papua. Kepolisian setempat mengatakan ancaman hukuman bagi keenam terdakwa adalah maksimal 20 tahun penjara. |
3 | 1 Mei 2013, pukul 09.15 Wit, di Lingkaran, Depan Kantor Pos Abepura, Kota Jayapura, Papua.
|
Korban penangkapan hingga mengalami penyiksaan adalah Martinus Yohame (26), Ketua Komite Nasional Papua Barat (KNPB) Wilayah Sorong, Papua Barat. | Sumber terpercaya menyebutkan, pelaku
penangkapan adalah aparat Polresta Jayapura yang dipimpin langsung oleh
Kapolresta Jayapura, AKBP Alfred Papare, S.Ik
Saksi mata dalam peristiwa tersebut adalah Victor F Yeimo, Ketua Umum KNPB, yang juga menginformasi langsung kepada wartawan Suara Papua. |
Yohame, bersama sejumlah rekannya berkumpul di Lingkaran Abepura, tepat di Depan Kantor Pos, untuk berorasi mengumpulkan massa aksi yang berencana ibadah di Mahkam Theys, Sentani. Belum sampai 15 menit, beberapa aparat kepolisian bersenjata lengkap langsung menangkap, dan memukul Yohame. Ia kemudian dibawah ke Polsek Abepura untuk di interogasi. Kini nasib Yohame masih belum diketahui, apakah sudah bebas atau masih ditahan. |
4 | 1 Mei 2013, pukul 13.00 Wit, di Jalan Trikora, Depan SD Negeri 2, Kwaki Baru, Timika, Papua. | Korban penangkapan dan penyiksaan adalah Domi Mom, Altinus Uamang, Musa Elas, Jhoni Niwilingame, Hari Natal Magai, Jhon Kum, Semuil Deikme, Miryam Stenamun, Mon Deikme, Aminus Hagabal, Yakob Onawame, Heri Onawame, Biru Kogoya, Seorang bermarga Beanal, dan Alpon. | Sumber terperaya menyebutkan, pelaku adalah
aparat kepolisian dari regu Perintis, Dalmas Polres Mimika, Polsek
Mimika Baru, Brimob B Polda Papua yang dibantu oleh Garnizun TNI. Mereka
dipimpin langsung oleh Kapolres Mimika, AKBP Jermias Rontini, S.Ik.
Saksi mata dalam peristiwa tersebut, Pdt. Ishak Onawame, seorang tokoh agama terkemuka di Timika, Papua. |
Terkait seruan memperingati hari aneksasi
Papua ke dalam Negara Indonesia, masyarakat sipil di Timika berkumpul di
sebuah lapangan kecil, di Jalan Trikora, Kwaki Baru. Usai ibadah, warga
sempat mengibarkan bendera bintang kejora secara damai di sebuah tiang
kayu. Melihat bendera berkibar, gabungan aparat TNI/Polri kemudian
menyerang masuk, 15 orang ditangkap, dipukul, hingga dibawah ke tahanan
Polres Mimika untuk di interogasi dan diminta keterangan.
Pdt. Onawame menuturkan, aparat sempat mengeluarkan puluhan tembakan
ke udara untuk membubarkan massa aksi, dan dengan mudahnya menangkap 15
orang yang ada di lapangan. Sumber media di Timika menyebutkan, 8 warga
telah dibebaskan, dan 7 orang yang dijadikan tersangka makar, yakni,
melanggar 106 KUHP tentang makar. |
5 | 1 Mei 2013, pukul 04.00 Wit, di Kampung Ibdi, Distrik Biak Timur, Papua | Korban penangkapan dan penyiksaan adalah inisial YW, YA, YB, OW, MG dan GSY. | Sumber terpercaya dari Biak melaporkan,
keenam warga ditangkap oleh aparat Gabungan TNI dari Kodim 1704/Biak
Numfor, dan Polres Biak Numfor.
Saksi mata, Frans Rumbino, salah satu warga sipil yang juga menyaksikan pengibaran bendera di halaman Kantor Diklat Pusat Pendidikan dan Pelatihanpemerintah. |
Sumber Polisi menyebutkan, keenam warga
yang kini dijadikan tersangka makar memaksa sejumlah pegawai negeri
sipil untuk mengikuti upacara bendera yang dikibarkan pada pukul 04.00
Wit di halaman Kantor Diklat Pusat Pendidikan dan Pelatihan. Setelah
mengibarkan bendera, keenam warga tersebut dikabarkan melarikan diri.
Kemudian, gabungan aparat TNI dari Kodim 1704/Biak Numnfor dan Polres
Biak Numfor mengejar dan menangkap mereka di Kampung Ibdi, dan ditahan
untuk diproses secara hukum. Informasi kasus mereka sampai saat ini masih tertutup, termasuk nama lengkap mereka, dan siapa yang mendampingi mereka dalam kasus tersebut. |
6 | 9 Mei 2013, pukul 12.30 Wit, di Polresta Sorong, Papua Barat. | Korban yang menyerahkan diri karena ancaman, teror, dan intimidasi aparat TNI/Polri di Sorong, adalah Isak Klaibin. Ia disebut-sebut sebagai tokoh OPM Wilayah Sorong, Papua Barat. | Pihak Gereja melaporkan, mereka mendampingi dan ikut mengantar Isak Klaibin agar menyerahkan diri ke Polresta Sorong, demi keamanan dan ketertiban Kota Sorong, karena mendapat ancaram dan tekanan dari pihak Kepolisian. | Rumah Isak Klaibin yang digunakan warga sebagai tempat ibadah, dan rapat saat tanggal 30 April 2013 lalu. Ia juga disebut-sebut sebagai pimpinan OPM Wilayah Sorong Raya. Usai penyerangan polisi terhadap warga, Klaibin diduga menyebunyikan diri. Kemudian, aparat melakukan pengejaran dengan menyergap rumahnya. Ia menyerahkan diri pada tanggal 9 Mei 2013 atas desakan pihak gereja. Kemudian, Polisi memeriksa, dan menetapkan Klaibin sebagai tersangka kasus makar dengan pidana 106 KUHP. Ia ditahan bersama-sama dengan keenam tersangka lainnya yang lebih dulu ditangkap Polisi. |
7 | 11 Mei 2013, pukul 09.30 Wit, di Jalan Yos Sudarso, RT/RW – 01/06, Distrik Wamena Kota, Kabupaten Jayawijaya, Papua. | Korban penembakan hingga tewas adalah Arton Kogoya (26), suku Lani, kader kesehatan gereja di Lelam, yang juga warga jemaat Persekutuan Gereja-gereja Baptis Papua (PGBP). | Sumber terpercaya menyebutkan, pelaku
adalah enam orang anggota TNI dari Batalion756 Wimane Sili, yang
bertugas di Pos Napua, Distrik Napua, Kabupaten Jayawijaya, dan salah
seorang warga yang juga anak dari prajurit TNI.
Saksi mata, warga setempat yang tidak bersedia menyebutkan nama karena alasan keamanan mereka. |
Menurut keterangan beberapa sumber di
lapangan, Kogoya saat itu dalam keadaan mabuk dan membuat keributan
kecil di sebuh Warnet, depan jalan trikora. Pemilik warnet yang punya
hubungan baik dengan anggota TNI kemudian memanggil dua prajurit TNI,
yang saat itu sedang berada juga di dalam warnet tersebut.
Korban sempat ditegur, namun membantah. Kemudian, datang lagi 4 orang
anggota TNI, beserta salah satu anak prajurit TNI yang memegang pisau
sangkur. Keenam orang kemudian mengurung korban untuk melumpuhkannya,
namun beberapa warga keluar dan melerai, seraya meminta korban untuk
pulang ke rumahnya. Korban tidak pulang, namun kembali ke tempat tadi. Keenam anggota TNI tersebut kemudian memerintahkan empat orang pergi ke Kodim 1702/Wamena untuk mengambil senjata, kemudian kembali dan menembak korban sebanyak enam kali di dada, kaki, dan tewas seketika. Namun, pihak Gereja Baptis membantah korban sedang mengkonsumsi alkohol. Sebab warga Baptis, apalagi yang sering terlibat dalam pelayanan sangat anti dengan minuman keras, rokok, dll. |
8 | 13 Mei 2013, pukul 11.00 Wit, di depan Halte Bus, Kampus Universitas Cenderawasih, Jayapura, Papua | Korban penangkapan dan penyiksaan aparat adalah Victor F Yeimo (30), Ketua Komite Nasional Papua Barat; Marten Manggaprouw (30), aktivis West Papua National Solidarity (WPNA), Yongky Ulimpa (23), mahasiswa Uncen; dan Elly Kobak (17), mahasiswa Uncen. | Sumber lapangan menyebutkan, pelaku adalah
aparat Polresta Jayapura, yang dipimpin langsung oleh Kapolresta, AKBP
Alfred Papare, S.Ik.
Saksi mata peristiwa penangkapan keempat aktivis tersebut adalah wartawan Suara Papua di Jayapura, Arnold Belau, yang saat itu sedang meliput. |
Rencana aksi demo untuk meminta pemerintah
Indonesia bertanggung jawab atas penembakan, penangkapan, dan penyiksaan
terhadap warga Papua yang dilakukan aparat pada 30 April 2013 dan 1 Mei
2013 telah disampaikan oleh Solidaritas Peduli Penegakan Hak Asasi
Manusia (SPP-HAM) melalui media massa. Aksi akan dipusatkan di Kantor
Majelis Rakyat Papua (MRP) di Kotaraja, Jayapura.
Ada beberapa gerakan pro-demokrasi yang bergabung dalam SPP-HAM
seperti KNPB, WPNA, Gard-P, dan mahasiswa Uncen. Tepat, pukul 08.30 Wit,
ratusan massa aksi sudah mulai berkumpul di Gapura Uncen Baru, Perumnas
III, Jayapura. Aparat kepolisian dibawah pimpinan Kapolresta Jayapura, AKBP Alfred Papare, S.Ik meminta massa tidak melakukan long march atau jalan kaki ke kantor MRP, namun hanya mengutus beberapa perwakilan massa aksi untuk bertemua MRP. Massa tetap bersikreas untuk long march. Dalam negosisasi, mencapai kata sepakat, massa aksi akan diantar dengan truck ke kantor MRP, namun diminta agar kendaraan roda dua tidak mendahului truck yang mengangkut massa aksi. Setelah sekitar 50 meter bergeser dari Gapura Uncen, aparat kemudian memaksa membubarkan aksi massa dengan menangkap, menabrak, dan memukul beberapa massa aksi. Alasannya, keluar dari kesepakatan sebab ada beberapa motor berada di depan truck massa aksi. Empat orang massa aksi ditangkap, termasuk Ketua Umum KNPB Victor F Yeimo. Mereka di bahwa ke Polresta Jayapura, sore harinya, tiga orang lainnya dibebaskan, namun Yeimo ditahan dan dikembalikan ke LP Abepura untuk menjalani sisa massa tahanan dengan alasan ia DPO Kemenhukam. |
9 | 13 Mei 2013, pukul 11.30 Wit, di depan Halte Bus, Kampus Universitas Cenderawasih, Jayapura, Papua. | Korban pemukulan hingga mengalami patah tangan sebelah kiri adalah Markus Giban (19), mahasiswa Universitas Cenderawasih, Papua. | Sumber terpercaya menyebutkan, pelaku pemukulan adalah aparat Polresta Jayapura yang dipimpin Kapolresta Jayapura, AKBP Alfred Papare, S.Ik | Giban adalah salah satu massa aksi yang menggunakan kendaraan roda dua. Ia juga bergabung dengan massa aksi di Gapura Uncen. Secara tiba-tiba, aparat membubarkan paksa massa aksi, kemudian memukul hingga menabrak Giban dengan motornya. Tangan sebelah kirinya patah dan mendapat perawatan di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Abepura, Jayapura. |
10 | 22 Mei 2013, pukul 11.30 Wit, di Polresta Jayapura, Papua | Korban penahanan paksa adalah Yason Ngelia (24), Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM Fisip) Uncen, Jayapura, Papua. | Ngelia sendiri mengaku, ia ditahan dan di interogasi oleh aparat keaman dari Polresta Jayapura, Papua. | Ngelia menceritakan, ia bersama beberapa
rekannya ke Polresta Jayapura sekitar pukul 08.30 Wit, untuk mengambil
STTP yang sudah diajukan sebelumnya. Sesampainya di Polresta, ia bersama
kawan-kawannya diminta pulang dan kembali lagi jika dikontak usai STTP
diproses. Sekitar pukul 11.30 Wit, Ngelia ditelepon oleh nomor tak
dikenal yang mengaku dari Intelkam Polresta Jayapura, dan meminta Ngelia
datang untuk mengambil STTP.
Sesampainya di Polresta Jayapura, aparat justru menahan dan
menginterogasinya kurang lebih 6 jam atas keterlibatannya dalam aksi 13
Mei 2013 lalu di Gapura, Uncen. Ia mengaku sempat diancam oleh aparat
dalam proses interogasi, agar dapat memberikan keterangan terkait
keterlibatannya. Pukul 18.00 Wit ia kemudian dibebaskan kembali dengan syarat STTP dikeluarkan untuk menggelar aksi di halaman kampus Uncen, tidak di Lingkaran Abepura, seperti kemauaan ia dan kawan-kawannya. |
Korban sipil tewas ditembak : 4 orang
Korban luka kritis ditembak dan dipukul : 4 orang
Korban penangkapan: 34 orang
Jalani proses hukum : 21 orang
* Penulis adalah pengelolah portal berita Suara Papua
Sumber : www.suarapapua.com