Pages

Pages

Senin, 20 Mei 2013

Warinussy : Orang Papua Berhak Menentukan Nasib Sendiri

Ekskalasi pelanggaran hak asasi manusia di tanah Papua terus meningkat 10 tahun belakangan ini, hampir seluruhnya dilakukan oleh penyelenggara negara, yakni, aparat TNI dan Polri terhadap penduduk asli Papua.

“Ini baik yang bersifat sistematis maupun struktural, karena itu cukup menjadi dasar orang Papua menuntut hak menentukan nasib sendiri,” kata Direktur Eksekutif LP3BH, Yan Christian Warinussy, dalam siaran pers yang dikirim kepada redaksi suarapapua.com, Minggu (19/5/2013).

Menurut Warinussy, hal itu sangat sejalan dengan ketentuan hukum dalam pasal 3 dari Deklarasi Perseerikatan Bangsa (PBB) tentang Hak dari Bangsa Pribumi (Indigenous Peoples), serta Undang Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, maupun Kovenan Internasional tentang hak Hak Sipil dan Politik maupun Hak-hak Sosial dan Budaya.

“Tindakan pelanggaran HAM yang bersifat sistematis dalam bentuk tindakan yang menggunakan kekerasan bersenjata api dan mengakibatkan jatuh korban di masyarakat adat/sipil Papua selama ini, terakhir dalam kasus penembakan terhadap warga sipil di Aimas, Sorong, Timika dan Biak.”

“Ini adalah bentuk-bentuk tindakan yang semestianya dapat dihindari dengan menggunakan pendekatan-pendekatan sosial,” kata Warinussy, yang juga pengacara senior di Papua Barat.

Warinussy juga menyoroti tindakan aparat keamanan yang terus membatasi ruang gerak dan demorkasi di tanah Papua dengan melarang aksi demo yang dilakukan warga Papua.

“Aturan hukum Indonesia menjamin kebebasan berekspresi dan menyampaikan pendapat, jika ada larangan dari aparat keamanan, ini juga termasuk pelanggaran HAM berat,” katanya.

Dikatakan, soal hak menentukan nasib sendiri, barang tentu dapat ditempuh dengan upaya-upaya diplomasi politik yang santun, elegan dan tidak bersifat provokasi dan secara holistik integral bersama diantara Orang Papua sebagai sebuah gerakan politik, dan bukan atas dasar kepentingan organisasi atau ativis kelompok perjuangan tertentu saja.

“Langkah politik dan tuntutan atas pelanggaran HAM yang sistematis dan struktural tersebut dapat dilakukan dengan mengikuti saran dari Sekretaris jenderal PBB Ban Ki Mon dalam bulan September 2011 di Auckland, Selandia Baru.”

“Dimana Sekjen PBB kala itu mengatakan bahwa dalam penyelesaian persoalan di Papua mengenai masalah pelanggaran HAM harus di bawa dan dibicarakan di Dewan HAM PBB, sedangkan soal hak politik dalam penentuan nasib sendiri dapat dibawa untuk dibahas pada Komisi Dekolonisasi yang ada di bawah Majelis Umum PBB (General Assembly of United Nation),” tutupnya.