Markus Haluk (Jubi/Musa) |
Jayapura, 24/5 (Jubi) – Tekait kejadian yang
menimpa Kabupaten Puncak Jaya, Papua, sejak April hingga Mei ini, Markus
Haluk, Aktivis Hak Asasi Manusia di Jayapura, menilai pemerintah
melalui pihak kemanan membungkam suara demokrasi, suara kebebasan
rakyat Puncak Jaya. Rakyat Puncak tidak bebas bergerak dari kampung ke
dusun, dari dusun ke dusun, dari kampung ke kampung.
“Puncak Jaya dibungkam. Kebenaran di bungkam. Kebebasan dipacung,”tutur Markus Haluk ke tabloidjubi.com di Jayapura, Jumat (24/5). Pemacungan kebebasan itu melalui aktivitas keamanan di Puncak Jaya. “Kemananan sedang melakukan intimidasi, penangkapan, pembunuhan sewenang-wenang,” tuturnya. Tindakan itu jelas mengganggu psikologi masyarakat.
Markus menuturkan, tak bisa mengkalim kejadian terjadi sejak kapan hingga kapan. Markus hanya memastikan beberapa waktu terakhir ada pembungkaman suara warga yang mendiami Puncak Jaya. Informasi tindakan sewenang-wenang itu sulit di ketahui pihak luar. Menurut Markus, pihak keamanan membungkam suara kebenaran.
“Orang tidak bisa membawa kamera masuk ke Puncak Jaya,” katanya. Markus mengaku, memperoleh infomasi tersebut dari warga Puncak Jaya. “Saya baru saja mendapat laparoran bahwa kejadian-kejadian pembungkaman sedang terjadi,” tuturnya.
Markus enggan memastikan jumlah korban, penangkapan, penganiayaan dan pembunuhan warga Puncak Jaya. “Saya tidak mau memastikan jumlah korban tetapi ada situasi itu di sana,”tuturnya lagi.
Sebelumnya, Komite Nasional Papua Barat, dalam siaran persnya, pada 24 Mei lalu, memastikan jumlah korban kekerasan. “Sejak 1 April hingga hari ini korban 41 orang . 11 dari 41 itu telah ditemukan keluarga dalam keadaan tidak bernyawan. Selanjutnya, 30 orang belum jelas kebenaradaannya,” tutur Wim Medalama, juru bicara KNPB Pusat. (Jubi/Mawel)
“Puncak Jaya dibungkam. Kebenaran di bungkam. Kebebasan dipacung,”tutur Markus Haluk ke tabloidjubi.com di Jayapura, Jumat (24/5). Pemacungan kebebasan itu melalui aktivitas keamanan di Puncak Jaya. “Kemananan sedang melakukan intimidasi, penangkapan, pembunuhan sewenang-wenang,” tuturnya. Tindakan itu jelas mengganggu psikologi masyarakat.
Markus menuturkan, tak bisa mengkalim kejadian terjadi sejak kapan hingga kapan. Markus hanya memastikan beberapa waktu terakhir ada pembungkaman suara warga yang mendiami Puncak Jaya. Informasi tindakan sewenang-wenang itu sulit di ketahui pihak luar. Menurut Markus, pihak keamanan membungkam suara kebenaran.
“Orang tidak bisa membawa kamera masuk ke Puncak Jaya,” katanya. Markus mengaku, memperoleh infomasi tersebut dari warga Puncak Jaya. “Saya baru saja mendapat laparoran bahwa kejadian-kejadian pembungkaman sedang terjadi,” tuturnya.
Markus enggan memastikan jumlah korban, penangkapan, penganiayaan dan pembunuhan warga Puncak Jaya. “Saya tidak mau memastikan jumlah korban tetapi ada situasi itu di sana,”tuturnya lagi.
Sebelumnya, Komite Nasional Papua Barat, dalam siaran persnya, pada 24 Mei lalu, memastikan jumlah korban kekerasan. “Sejak 1 April hingga hari ini korban 41 orang . 11 dari 41 itu telah ditemukan keluarga dalam keadaan tidak bernyawan. Selanjutnya, 30 orang belum jelas kebenaradaannya,” tutur Wim Medalama, juru bicara KNPB Pusat. (Jubi/Mawel)
Sumber : www.tabloidjubi.com