Kongres Rakyat Papua III, berakhir dengan
penyiksaan dan kekerasan oleh aparat keamanan (IST)
|
Jayapura, 16/05 (Jubi) – Amerika Serikat (AS) menerbitkan laporan situasi HAM Indonesia sepanjang tahun 2012.
Laporan berbahasa Indonesia yang dirilis di laman website Keduataan Besar AS untuk Indonesia ini, ditulis dalam tujuh bagian yakni : 1) Menghargai Integritas Seseorang; 2) Menghargai Kebebasan Sipil; 3) Menghargai Hak Berpolitik; 4) Korupsi dan Kurangnya Transparansi di Pemerintahan; 5) Sikap Pemerintah Terhadap Investigasi Internasional dan Non-Pemerintahan atas Dugaan Pelanggaran HAM; 6) Diskriminasi, Pelecehan Sosial, dan Perdagangan Manusia; 7) Hak-Hak Pekerja.
Khusus untuk Papua, laporan ini menyebutkan walaupun UU Otonomi Khusus Papua mengizinkan pengibaran bendera yang menyimbolkan identitas budaya Papua, peraturan pemerintah melarang diperlihatkannya bendera Bintang Kejora di Papua, bendera Republik Maluku Selatan (RMS) di Maluku, dan Bulan Sabit Gerakan Aceh Merdeka (GAM) di Aceh. Tidak ada laporan penangkapan baru yang berkaitan dengan diperlihatkannya bendera RMS atau bendera GAM. Namun, polisi terus memenjarakan individu karena mengibarkan bendera Bintang Kejora di Papua. Menurut LSM tepercaya, antara bulan Juni dan September, pihak berwenang menangkap lebih dari 60 orang di Papua yang berkaitan dengan pelanggaran pengibaran bendera ini. Polisi menahan sebagian besar mereka satu hingga tiga hari sebelum membebaskan mereka.
Pemerintah Indonesia, disebutkan juga oleh laporan ini, terus melarang media, LSM dan pejabat pemerintahan asing untuk melakukan perjalanan ke provinsi Papua dan Papua Barat dengan mewajibkan mereka untuk meminta izin perjalanan melalui Menteri Luar Negeri atau kedutaan Indonesia. Pemerintah menyetujui beberapa permintaan dan menolak permintaan lainnya dengan alasan yang dibuat-buat, yaitu keselamatan pengunjung asing.
Laporan berbahasa Indonesia yang dirilis di laman website Keduataan Besar AS untuk Indonesia ini, ditulis dalam tujuh bagian yakni : 1) Menghargai Integritas Seseorang; 2) Menghargai Kebebasan Sipil; 3) Menghargai Hak Berpolitik; 4) Korupsi dan Kurangnya Transparansi di Pemerintahan; 5) Sikap Pemerintah Terhadap Investigasi Internasional dan Non-Pemerintahan atas Dugaan Pelanggaran HAM; 6) Diskriminasi, Pelecehan Sosial, dan Perdagangan Manusia; 7) Hak-Hak Pekerja.
Khusus untuk Papua, laporan ini menyebutkan walaupun UU Otonomi Khusus Papua mengizinkan pengibaran bendera yang menyimbolkan identitas budaya Papua, peraturan pemerintah melarang diperlihatkannya bendera Bintang Kejora di Papua, bendera Republik Maluku Selatan (RMS) di Maluku, dan Bulan Sabit Gerakan Aceh Merdeka (GAM) di Aceh. Tidak ada laporan penangkapan baru yang berkaitan dengan diperlihatkannya bendera RMS atau bendera GAM. Namun, polisi terus memenjarakan individu karena mengibarkan bendera Bintang Kejora di Papua. Menurut LSM tepercaya, antara bulan Juni dan September, pihak berwenang menangkap lebih dari 60 orang di Papua yang berkaitan dengan pelanggaran pengibaran bendera ini. Polisi menahan sebagian besar mereka satu hingga tiga hari sebelum membebaskan mereka.
Pemerintah Indonesia, disebutkan juga oleh laporan ini, terus melarang media, LSM dan pejabat pemerintahan asing untuk melakukan perjalanan ke provinsi Papua dan Papua Barat dengan mewajibkan mereka untuk meminta izin perjalanan melalui Menteri Luar Negeri atau kedutaan Indonesia. Pemerintah menyetujui beberapa permintaan dan menolak permintaan lainnya dengan alasan yang dibuat-buat, yaitu keselamatan pengunjung asing.
Meski laporan ini menyebutkan kelompok separatis di Papua telah membunuh anggota pasukan keamanan dan melukai yang lainnya dalam beberapa serangan dan juga membunuh sejumlah warga Indonesia non-Papua yang bermigrasi ke Papuam namun laporan ini juga menyinggung sekian banyak peristiwa kekerasan dan pembunuhan yang dilakukan oleh pihak-pihak yang tidak dikenal di Papua dan Papua Barat. Seperti penyerang misterius yang oleh pejabat pemerintahan dan kontak HAM di duga dilakukan oleh pihak separatis Papua, pembunuhan beberapa warga pendatang non-Papua. Pada 22 Mei, pengemudi Syaiful Bahri meninggal di tangan seorang pembunuh misterius. Polisi menemukan serpihan jasadnya yang hangus terbakar di dalam mobil sewaan di pemakaman di Jayapura, Papua. Otopsi mengungkapkan bahwa pendatang dari Jawa tersebut kemungkinan besar meninggal setelah ditusuk berulang kali. Laporan ini juga mempertanyakan tindakan semena-mena aparat keamanan terhadap warga sipil, seperti penangkapan, penembakan, pembunuhan kilat, pembakaran rumah hingga penyiksaan yang dilakukan oleh aparat keamanan Indonesia sepanjang tahun 2012. (Jubi/Victor Mambor)