Dubes RI Najib Riphat diterima murid SCC di Tasmania. |
JAKARTA, KOMPAS.com - Dubes RI untuk Australia di
Canberra, Nadjib Riphat Kesoema, telah melakukan pertemuan dengan
parlemen Australia akhir pekan ini. Hal itu dikatakan Iman Santosa,
Sekretaris I/Ekonomi, KBRI Canberra, dalam surat elektroniknya yang
dikirim Minggu (19/5/2013).
Pada kesempatan itu, jelas Iman,
Dubes Nadjib menjelaskan secara khusus dan lugas mengenai Otonomi khusus
di Papua. Otsus Papua mengutamakan pendekatan kesejahteraan dalam
bingkai Negara Kesatuan RI (NKRI). "Otonomi khusus memberi kesempatan
seluas-luasnya bagi masyarakat asli Papua untuk memimpin di provinsi dan
kabupaten yang ada di Papua," ujar Nadjib kepada parlemen Australia.
Pemerintah
Indonesia, kata Nadjib, berkomitmen untuk membangun Papua dengan
menempatkan Papua sebagai salah satu koridor di Masterplan Percepatan
dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI), di antara 6 koridor
percepatan dan perluasan pembangunan nasional Indonesia.
Menjawab
pertanyaan beberapa anggota Parlemen Australia tentang adanya
pelanggaran HAM dan penerapan otonomi khusus di Papua, Dubes Nadjib
menjelaskan adanya komitmen kuat dari pemerintah Indonesia untuk
penegakan hukum dan HAM di Papua. "Apa yang terjadi di Papua merupakan
penegakan hukum kepada para pelaku kriminal dimana hal yang sama juga
diterapkan di seluruh provinsi di Indonesia. Interaksi antara polisi
dengan para demonstran, misalnya kadangkala sangat sulit ditangani
karena dimulai tindak kekerasan yang dilakukan para pendemo," ungkap
Nadjib.
Pada kesempatan tersebut, Dubes Nadjib juga menyampaikan
contoh keistimewaan yang dimiliki Papua dimana kepala daerah di daerah
itu tidak mungkin berasal dari Provinsi di luar Papua. Namun, orang dari
Papua berhak untuk menjadi kepala daerah di provinsi ataupun kabupaten
lain.
Dubes RI menyatakan media Australia seringkali bersikap
berat sebelah dengan tidak pernah menyiarkan keberhasilan pembangunan
ataupun hal yang kejam dilakukan para anggota OPM. "Misalnya,
ditembakmatinya 10 anggota TNI di Papua dua bulan lalu dilewatkan begitu
saja oleh media Australia. Padahal saat itu, mereka sedang membantu
masyarakat di ladang pertanian," ungkap Nadjib.
Sebaliknya jika
seseorang demonstran melakukan tindak kekerasan terhadap polisi kemudian
ditahan, maka media di Australia langsung menyebut orang tersebut
adalah tahanan poltik dan mendapatkan tempat pada pemberitaan setempat.
Padahal penahanan tersebut terkait dengan pelanggaran yang termasuk
kategori kriminal.
Pertemuan konsultasi tersebut, ujar Iman
Santosa, dihadiri oleh 24 orang anggota Parlemen dan Senator yang
berasal dari semua spektrum politik di Parlemen Australia.