Dominikus Surabut (IST) |
Jayapura, 11/5 - Tahanan politik Papua
Merdeka Dominukus Surabut menegaskan, Indonesia berhenti memaksakan
rakyat Papua menjadi warga negera Indoneia dengan dalil-dalil intimidasi
dan kekerasan.
Demikian disampaikan Surabut ke tabloidjubi.com di ruang tamu Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Klas IIA Abepura, Kota Jayapura, Sabtu (11/5). “Jangan paksa kami jadi warga negara Indonesia dengan sloganTrikora.” tegas Surabut.
Menurut Dominikus, pemerintah Indonesia memaksa orang Papua melalui slogan Trikora. “Kekerasan militer melalui slogan Trikora,” katanya. Puncak pemaksaan itu terjadi melalui PEPERA 1969. Indonesia memaksakan jutaan orang Papua melalui beberapa kepala suku. Beberapa kepala suku dipaksa, memberikan suara bergabung dengan Indonesia.
Pemaksaan itu menyebabkan persoalan status hukum dan politik Bangsa Papua belum selesai. Banyak orang Papua mulai melakukan perlawanan untuk membebaskan diri dari pemaksaan militer Indonesia.
Perlawanan pembebasan diri dari pemaksaan itu, menurut Dommy, dipandang pemerintah Indonesia sebagai perlawana terhadap negara. Pemerintah Indonesia terus berusaha memaksa orang papua dengan tuduhan makar dan Separatis.
Dua cara yang dipakai untuk memaksa orang Papua. Pertama, melalui kekerasan militer. Militer terus mencatat, mendata DPO (Daftar Pencarian Orang), mengejar, menangkap, mengadili, memenjarahkan dan menembak mati orang Papua.
Kedua, Indonesia memaksa orang Papua dengan masuk dalam birokrasi diberi jabatan, uang dan euvoria. Pemaksaan sipil terjadi melalui otonomi khusus, pemekaran, jabatan, uang dan pesta pora. Namun, semua usaha pemaksaan itu tidak akan pernah berhasil. Orang Papua telah menyatakan kemerdekaan politik pada tanggal 19 Oktober 1961 secara de facto serta telah diakui setengah de jure oleh pemerintah Nederlands-Nieuw-Guinea (New Guinea Belanda) pada tanggal 1 Desember 1961 yang ditandai dengan pengibaran bendera Papua, Bintang Fajar.
Demikian disampaikan Surabut ke tabloidjubi.com di ruang tamu Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Klas IIA Abepura, Kota Jayapura, Sabtu (11/5). “Jangan paksa kami jadi warga negara Indonesia dengan sloganTrikora.” tegas Surabut.
Menurut Dominikus, pemerintah Indonesia memaksa orang Papua melalui slogan Trikora. “Kekerasan militer melalui slogan Trikora,” katanya. Puncak pemaksaan itu terjadi melalui PEPERA 1969. Indonesia memaksakan jutaan orang Papua melalui beberapa kepala suku. Beberapa kepala suku dipaksa, memberikan suara bergabung dengan Indonesia.
Pemaksaan itu menyebabkan persoalan status hukum dan politik Bangsa Papua belum selesai. Banyak orang Papua mulai melakukan perlawanan untuk membebaskan diri dari pemaksaan militer Indonesia.
Perlawanan pembebasan diri dari pemaksaan itu, menurut Dommy, dipandang pemerintah Indonesia sebagai perlawana terhadap negara. Pemerintah Indonesia terus berusaha memaksa orang papua dengan tuduhan makar dan Separatis.
Dua cara yang dipakai untuk memaksa orang Papua. Pertama, melalui kekerasan militer. Militer terus mencatat, mendata DPO (Daftar Pencarian Orang), mengejar, menangkap, mengadili, memenjarahkan dan menembak mati orang Papua.
Kedua, Indonesia memaksa orang Papua dengan masuk dalam birokrasi diberi jabatan, uang dan euvoria. Pemaksaan sipil terjadi melalui otonomi khusus, pemekaran, jabatan, uang dan pesta pora. Namun, semua usaha pemaksaan itu tidak akan pernah berhasil. Orang Papua telah menyatakan kemerdekaan politik pada tanggal 19 Oktober 1961 secara de facto serta telah diakui setengah de jure oleh pemerintah Nederlands-Nieuw-Guinea (New Guinea Belanda) pada tanggal 1 Desember 1961 yang ditandai dengan pengibaran bendera Papua, Bintang Fajar.
Pernyataan kemerdekaan itu terus didegungkan orang Papua. Pemulihan kemerdekaan itu terjadi pada 19 Oktober 2011. Indonesia kembali aneksasi lagi dengan memenjarahkan deklator pemulihan. Pemerintah Indonesia menjatuhkan tiga tahun penjara terhadap orang Papua dengan tuduhan deklrasi pemulihan kemerdekaan Papua, Forkorus Yaboisembut, Edison Waromi, Selpius Bobii, Dominikus Surabut, Agust Kraar. Ke lima orang ini masi ada lagi tanan politik Papua lain.Tapol Inggris mengeluarkan 44 tananan politik tahun ini.
Menurut Dommy, kekerasan, pembunuhan, dan pehanan ini menjadi simbol pemakasan pemerintah Indonesia terhadap orang Papua. Namun, menurut Dommy, semua usaha itu tak akan pernah berhasil membunuh ideologi pemebebasan diri dari pemaksaan. Orang Papua akan terus memperjuangkan pembebasan dirinya dari pemaksaan.
Pemaksaan itu akan terus melahirkan konflik kecuali Indonesia tidak memaskan orang Papua. Catatan-catan biuruk dunia Indonesia akan terus meningkat dari waktu ke waktu. Indonesia tidak akan pernah sebut lagiu negera demokrasi. Sebutan yang paling tepat Negara Demokrasi Tirani.
Sebelum Indonesia menjadi dafatar negera Tirani, kata Dommy, semua pihak terkait, baik yang ada di tanah Papua maupun di seluruh dunia, secara khusus bagi para aktor dalam sejarah Papua yakni, pemerintah Kerajaan Belanda, pemerintah Indonesia, pemerintah Amerika Serikat dan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dapat memahami dan mengambil tindakan tegas dengan kesadaran yang tinggi untuk mengembalikan kedaulatan kemerdekaan bangsa Papua Barat.
Dommy menambahkan, pengakuan kemerdekaan itu bukan hanya pengakuan politik belaka, melainkan lebih dari itu pengakuan jati diri orang Papua. “Pengakuan terhadap identitas diri orang Papua sebagai bangsa yang berdaulat, karena kami adalah manusia yang memiliki hak dan kewajiban yang sama dengan umat manusia lain di dunia ini,” tuturnya. (Jubi/Mawel)
Sumber : tabloidjubi.com