Pdt. Socratez Sofyan Yoma bersama,
Markus Haluk, dan Mama Yosepha
Alomang,
serta Siniung dari KontraS saat
berikan
keterangan pers (Foto: Oktovianus Pogau/sp)
|
PAPUAN, Jakarta — Sekertaris Jenderal Asosiasi
Mahasiswa Pegunungan Tengah Papua (AMPTPI), Markus Haluk mempertanyakan
sikap komunitas internasional, terutama negara-negara yang sering
menyoroti tentang pelanggaran hak asasi manusia di tanah Papua.
“Sikap komunitas harus jelas, apakah mendukung Papua atau mendukung
Indonesia, jangan selalu mendua hati,” ujar Haluk, saat memberikan
keterangan pers di Kantor Dewan Pers, Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Rabu
(3/4/2013) siang tadi.
Menurut Markus, selama ini komunitas internasional selalu mengkritik
pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi di tanah Papua, namun disisi
lainnya juga mendukung Papua tetap berada dalam Negara kesatuan republic
Indonesia.
“Saya kira ini sikap yang tidak jelas, segeralah menentukan pilihan
tegas, apakah mendukung Papua di dalam Negara Indonesia yang telah
jelas-jelas melakukan pelanggaran HAM berat, atau mendukung kedaulatan
Papua,” ujar Markus.
Terkait berbagai tuduhan miring pemerintah Indonesia terhadap
perjuangan rakyat Papua, Markus menilai hal itu pernah terjadi juga saat
Belanda menjajah Indonesia, sehingga tidak perlu direspon secara
berlebihan oleh masyarakat Papua.
“Kalau Indonesia tuduh orang Papua sebagai teroris, makar, pengacau
keamanan, dan tuduhan-tuduhan miring lainnya, maka kami juga biasa sebut
Indonesia sebagai pencuri, perampok, pembunuh, penjajah. Ini tergantung
cara pandang masing-masing orang,” ujar Markus, yang dalam kesempatan
tersebut akan meluncurkan buku karyanya berjudul “Mati atau Hidup”
dengan sub judul “Hilangnya Harapan Hidup dan Hak Asasi Manusia di
Papua”.
Sementara itu, Ketua Umum Persekutuan Gereja-Gereja Baptis Papua
(PGBP), Pendeta Socratez Sofyan Yoman dalam kesempatan yang sama
menegaskan masalah Papua adalah masalah internasional, karena itu
masalah Papua harus diselesaikan melalui mekanisme Internasional.
“Coba perhatikan, satu-satunya Provinsi di Indonesia yang
penyelesaiaannya masalahnya melibatkan dunia internasional adalah Papua,
karena itu Belanda, PBB, Amerika, dan komunitas internasional lainnya
harus dilibatkan dalam penyelesaiaan konflik Papua,” ujar Yoman.
Dalam konfrensi pers ini, hadir juga Direktur Eksekutif Yayasan Hak
Asasi Manusia Anti Kekerasan (YAHAMAK), Yosepha Alomang, salah satu
aktivis perempuan yang pernah menjadi korban kejahatan PT Freeport
Indonesia di Timika, Papua.
OKTOVIANUS POGAU
Sumber : suarapapua.com