Seorang bocah menunggu bantuan kemanusiaan
bencana kelaparan yang kerap melanda Kab. Yahukimo.
Yahukimo merupakan hasil pemekaran Kab.
Jayawijaya pada 11
Desember 2003. ANTARA/Jefri Aries
|
Jayapura -
Sedikitnya 61 orang meninggal dunia secara beruntun dalam dua bulan
terakhir di Distrik Samenage, Kabupaten Yahukimo, Papua. Kematian massal
tersebut disebabkan serangan penyakit, ditambah minimnya akses layanan
kesehatan bagi warga.
"Kejadian itu sejak pertengahan Januari sampai akhir Maret. Kami mendapat data yang akurat yang terdiri dari nama dan tempat tinggal korban," kata Pastor Jhon Djonga, tokoh gereja Katolik di Jayapura, Selasa, 9 April 2013.
Ia mengatakan rata-rata korban meninggal setelah sakit sekian lama, dimulai dari serangan perut dan sakit kronis yang tak dapat ditangani puskesmas. "Sebagian besar korban adalah wanita dan anak-anak di sembilan kampung. Hidup warga di sana memang jauh dari standar hidup sehat," kata Jhon Djonga.
Distrik Samenage didiami beberapa suku, di antaranya Hugi, Esema, Mumiake, Aso, Kiban, Wetapo, Sekenil, Selok, Ulep, dan Lokon. Pekerjaan utama masyarakat adalah bertani dan beternak. Daerah itu terdiri dari sembilan kampung, yakni Pona, Haleroma, Ison, Muke, Hugi lokon, Astapo, Notnare, Hirin, dan Samenage.
Satu-satunya alat transportasi ke distrik itu menggunakan pesawat carter AMA (Associated Mission Aviation) dari Kota Wamena dengan harga sewa Rp 8 juta sekali terbang. Lapangan terbang dibangun di pusat Distrik yang diberi nama Lapangan Sawageit. Sedangkan penghubung, baik antarkampung maupun dari kampung ke pusat distrik, ditempuh dengan berjalan kaki.
Bupati Kabupaten Yahukimo, Ones Pahabol, menyatakan belum menerima data kematian puluhan warga di Samenage. "Saya belum tahu. Masak kematian banyak begitu tidak dilaporkan ke pemerintah? Saya tidak percaya data itu," ucapnya. Ia menambahkan, pihaknya akan segera menurunkan tim untuk mendata dan meninjau kebenaran peristiwa tersebut. "Tim akan segera dibentuk, tapi terima kasih atas informasi ini," katanya lagi.
Sebelumnya, 95 orang meninggal di Distrik Kwoor, Kabupaten Tambrauw, Papua Barat. Serangan penyakit sejak November 2012 itu juga menyebabkan ratusan orang dirawat intensif.
JERRY OMONA
"Kejadian itu sejak pertengahan Januari sampai akhir Maret. Kami mendapat data yang akurat yang terdiri dari nama dan tempat tinggal korban," kata Pastor Jhon Djonga, tokoh gereja Katolik di Jayapura, Selasa, 9 April 2013.
Ia mengatakan rata-rata korban meninggal setelah sakit sekian lama, dimulai dari serangan perut dan sakit kronis yang tak dapat ditangani puskesmas. "Sebagian besar korban adalah wanita dan anak-anak di sembilan kampung. Hidup warga di sana memang jauh dari standar hidup sehat," kata Jhon Djonga.
Distrik Samenage didiami beberapa suku, di antaranya Hugi, Esema, Mumiake, Aso, Kiban, Wetapo, Sekenil, Selok, Ulep, dan Lokon. Pekerjaan utama masyarakat adalah bertani dan beternak. Daerah itu terdiri dari sembilan kampung, yakni Pona, Haleroma, Ison, Muke, Hugi lokon, Astapo, Notnare, Hirin, dan Samenage.
Satu-satunya alat transportasi ke distrik itu menggunakan pesawat carter AMA (Associated Mission Aviation) dari Kota Wamena dengan harga sewa Rp 8 juta sekali terbang. Lapangan terbang dibangun di pusat Distrik yang diberi nama Lapangan Sawageit. Sedangkan penghubung, baik antarkampung maupun dari kampung ke pusat distrik, ditempuh dengan berjalan kaki.
Bupati Kabupaten Yahukimo, Ones Pahabol, menyatakan belum menerima data kematian puluhan warga di Samenage. "Saya belum tahu. Masak kematian banyak begitu tidak dilaporkan ke pemerintah? Saya tidak percaya data itu," ucapnya. Ia menambahkan, pihaknya akan segera menurunkan tim untuk mendata dan meninjau kebenaran peristiwa tersebut. "Tim akan segera dibentuk, tapi terima kasih atas informasi ini," katanya lagi.
Sebelumnya, 95 orang meninggal di Distrik Kwoor, Kabupaten Tambrauw, Papua Barat. Serangan penyakit sejak November 2012 itu juga menyebabkan ratusan orang dirawat intensif.
JERRY OMONA