Polisi sedang Swiping, anak SD setelah Pulang sekolah |
“APARAT
KEAMANAN TERKUNCI & TERTUTUP INFORMASI MENGENAI KASUS-KASUS
PELANGGARAN HAM DI DAERAH PANIAI"
PANIAI-- Kapolres Paniai Semmy Ronny Th Abaa, membantah data-data tentang kekerasan Pelanggaran Hak Asasi Manusia (Ham) di daerah Paniai, mereka sembunyi dan tertutup perlakukan oleh Aparat militer (Tni_Polri) di Paniai selama 3 bulan berakhir sejak awal tahun ini.
PANIAI-- Kapolres Paniai Semmy Ronny Th Abaa, membantah data-data tentang kekerasan Pelanggaran Hak Asasi Manusia (Ham) di daerah Paniai, mereka sembunyi dan tertutup perlakukan oleh Aparat militer (Tni_Polri) di Paniai selama 3 bulan berakhir sejak awal tahun ini.
Menurut
Kapolres Paniai Semmy, “mengatakan saya
bertugas sejak Januari 2013, belum ada laporan mengenai aksi represif dari
anggotanya. Kapolres tegaskan, jika terbukti maka akan diproses sesuai hukum
bagi anggotanya yang melanggar hukum,” ungkapnya ketika ditanya oleh wartawan, jawabannya paniai aman-aman saja.
Pada
hal banyak pelanggaran ham yang terjadi, dilakukan pihak Tni-Polri, mereka takut terungkap Publik dan mereka mengunci
semua Informasi mengenai kasus-kasus Pelanggaran Ham di Daerah Paniai. Menurut Pihak
geraja dan Lsm.
Pihak
Gereja, Lsm, dan media social terpercaya seperti dilansir di www.tabloidjubi.com, mengabarkan bahwa Operasi penyisiran di
sejumlah kampung di Kabupaten Paniai, bahkan aparat bersenjata lengkap masuk ke
rumah-rumah warga, membangkitkan trauma berkepanjangan semenjak masa Daerah
Operasi Militer (DOM) diberlakukan puluhan tahun silam. Aksi represif oleh
aparat keamanan berdalih mengejar kelompok bersenjata pimpinan John Yogi sudah
dilakukan sejak ayahnya, Thadeus Yogi, masih hidup.
Perasaan
takut walau ingin bersuara, selalu dialami oleh sebagian besar penduduk di
Kabupaten Paniai. Ketakutan makin bertambah karena dalam kurun waktu dua tahun
terakhir selalu ada penambahan pasukan dari luar Paniai, bahkan luar Tanah
Papua.
“Terus
menerus kami bicara supaya jangan kirim pasukan. Tapi, ini belum ada respon.
Masyarakat sudah pada takut, dari dulu traumanya, jadi Densus 88 itu ditarik
saja,” ujar Pemuka Jemaat Kingmi Papua di Paniai, Pendeta Nicolaus Degei, Kamis
(25/4).
Kemudian, di Kutip dari media http://www.elshampapua.org,
terkait TNI-Polri Gelar Razia Handphone dan atribut budaya, warga Enarotali Resah,
dilaporkan dari Elsam Papua, bahwa Operasi
Aman Matoa II masih terus berlangsung di Paniai dan sekitarnya. Relawan ELSHAM
Papua di Nabire melaporkan bahwa sejak 20 Januari 2013, aparat gabungan
TNI/Polri telah melakukan razia terhadap warga masyarakat di kota Enarotali,
Paniai, Papua. Aksi razia ini dimulai sejak Tanggal 20 Januari 2013 oleh
Pasukan Gabungan (Brimob Kepala II, Brimob Polda Papua, Polisi Dalmas Paniai,
Timsus 753, Pasgad dan Kodim 1705).
Target
razia adalah Handphone dan atribut budaya milik warga asli Papua, terutama yang
berasal dari suku Mee. Khusus terhadap handphone milik warga, aparat akan
memeriksa lagu-lagu yang terdapat dalam memory card. Jika ditemukan lagu
berbahasa daerah Papua maupun Papua New Guinea, maka memory card handphone lalu
dirusak (dipatah) dihadapan pemiliknya.
Aparat
yang melakukan razia juga mengintimidasi warga agar tidak menyanyikan lagu
berbahasa Papua dan Papua New Guinea. Aparat juga melarang warga mengenakan
atribut budaya asli Papua berupa Gelang, Manik-manik, dan mahkota tradisional
(Waiya dan Migabai). “Kamu tidak boleh pakai gelang, manik-manik atau ikat
kepala, dan atribut Papua merdeka yang lain. Kalau ada yang coba-coba pakai,
nanti kami tembak,” ujar seorang anggota polisi.
Seorang
pendeta yang mendengar tentang adanya aksi razia tersebut, mendatangi mapolres
Paniai di Madi dengan maksud menanyakan tujuan dari razia tersebut. Sebelum
memasuki halaman Mapolres, pendeta lalu meperdengarkan lagu-lagu Group Mambesak
berbahasa Papua yang tersimpan dalam handphonenya. Kapolres yang berada dalam
ruang kerja segera keluar dan membentaknya. “Hei..! siapa yang putar
lagu-lagu ini, kami akan basmi lagu-lagu itu,” kata Kapolres sambil keluar
dari ruang kerjanya. Pendeta lalu berkata “Kamu jangan larang lagu Papua dan
budaya Papua saja, tetapi kamu juga harus larang lagu Jawa, Sumatra atau daerah
lain juga. Sebab lagu-lagu itu adalah jati diri kami orang Papua,”
tegasnya. Kapolres tidak menanggapi ucapan pendeta tersebut, namun segera masuk
kembali ke ruang kerjanya.
Pada 7
Februari 2013, pukul 13.30 waktu setempat, relawan ELSHAM melakukan monitoring
di sekitar pasar, bandar Udara dan di depan kios yang terletak di pusat Kota
Enarotali. Saat itu sedang dilakukan razia memory card handphone di dekat
teminal. Relawan ELSHAM terus mengawasi razia tersebut dari jarak 20 meter.
Seorang aparat polisi terlihat sedang memegang handphone milik seorang warga,
sementara rekan-rekannya yang lain tampak berjaga-jaga menggunakan senjata
lengkap.
Aneh tapi
Tanya, Tentara dan Polisi, tugas utama
melindungi rakyat dan mengamankan daerah Tetapi, kenyataan dilapangan tidak sesuai
dengan tugas dan fungsinya. Berbagai kasus yang terjadi Paniai ini, Kapolres
Paniai sembunyi, bebagai media social di Tanya keadaan
paniai tetapi kata dia aman. Ini menunjukan
bahwa, Pembohongan publik yang dilakukan oleh Kapolres Paniai.