Timika - Sikap Gubernur Provinsi Papua Lukas Enembe
yang menolak undangan perusahaan tambang raksasa, PT Freeport, mendapat
dukungan dari DPR Papua. Bahkan dengan tegas, lembaga legislatif itu
meminta Freeport tidak lagi bersikap arogan kepada rakyat Papua.
"Sebaiknya perusahaan tambang itu mengubah sikap, jangan lagi semaunya mengatur-atur Papua," tegas Wakil Ketua DPR Papua Yunus Wonda, Jumat 19 April.
Menurutnya, selama ini Freeport selalu bersikap arogan dan banyak menginjak hak warga Papua. Kini, kata dia, sikap itu harus segera dihentikan jika ingin tetap berada di Papua. "Stop dengan gaya seperti itu, sikap merasa paling hebat," katanya.
"Jika selama ini Freeport selalu mengundang bertemu di Jakarta, itu harus dihentikan. Mereka harus tahu diri, mereka bekerja di Papua, bukan di Jakarta, Surabaya atau Bali. Jadi kalau mereka rasa ada masalah selesaikan di Papua," ujarnya.
Mengenai langkah Pemerintah Provinsi yang mendorong dilakukannya renegosiasi kontrak karya, DPR Papua juga sangat mendukungnya. Bahkan langkah itu memang sudah harus dilakukan.
Sebab kata dia, Freeport sudah terlalu banyak mengeruk kekayaan di Papua, tapi timbal baliknya kepada rakyat Papua sangat minim.
"Terlalu besar yang diambil mereka, tapi apa yang dibuat untuk Papua. Jadi renegosiasi kontrak memang harus kembali dilakukan," ujarnya.
Renegosiasi kontrak karya juga harus melibatkan semua elemen yang ada di Papua. DPRP, MRP (Majelis Rakyat Papua), kata Yunus adalah sebagai representasi rakyat Papua yang harus dilibatkan dalam setiap kesepakatan baru.
"Karena rakyatlah pemilik hak ulayat atas areal tambang lokasi Freeport melakukan ekploitasi. Jika nanti ada kesepakatan baru semua harus dilaksanakan di Papua, bukan di tempat lain," kata dia.
Sebelumnya, Gubernur Lukas Enembe menyatakan, saat ini masih dilakukan negosiasi kontrak karya dengan Freeport. Dengan target 10 persen setara dengan Rp84 triliun saham nasional saat ini, sebagian bisa menjadi saham pemerintah provinsi dan kabupaten. (eh)
"Sebaiknya perusahaan tambang itu mengubah sikap, jangan lagi semaunya mengatur-atur Papua," tegas Wakil Ketua DPR Papua Yunus Wonda, Jumat 19 April.
Menurutnya, selama ini Freeport selalu bersikap arogan dan banyak menginjak hak warga Papua. Kini, kata dia, sikap itu harus segera dihentikan jika ingin tetap berada di Papua. "Stop dengan gaya seperti itu, sikap merasa paling hebat," katanya.
"Jika selama ini Freeport selalu mengundang bertemu di Jakarta, itu harus dihentikan. Mereka harus tahu diri, mereka bekerja di Papua, bukan di Jakarta, Surabaya atau Bali. Jadi kalau mereka rasa ada masalah selesaikan di Papua," ujarnya.
Mengenai langkah Pemerintah Provinsi yang mendorong dilakukannya renegosiasi kontrak karya, DPR Papua juga sangat mendukungnya. Bahkan langkah itu memang sudah harus dilakukan.
Sebab kata dia, Freeport sudah terlalu banyak mengeruk kekayaan di Papua, tapi timbal baliknya kepada rakyat Papua sangat minim.
"Terlalu besar yang diambil mereka, tapi apa yang dibuat untuk Papua. Jadi renegosiasi kontrak memang harus kembali dilakukan," ujarnya.
Renegosiasi kontrak karya juga harus melibatkan semua elemen yang ada di Papua. DPRP, MRP (Majelis Rakyat Papua), kata Yunus adalah sebagai representasi rakyat Papua yang harus dilibatkan dalam setiap kesepakatan baru.
"Karena rakyatlah pemilik hak ulayat atas areal tambang lokasi Freeport melakukan ekploitasi. Jika nanti ada kesepakatan baru semua harus dilaksanakan di Papua, bukan di tempat lain," kata dia.
Sebelumnya, Gubernur Lukas Enembe menyatakan, saat ini masih dilakukan negosiasi kontrak karya dengan Freeport. Dengan target 10 persen setara dengan Rp84 triliun saham nasional saat ini, sebagian bisa menjadi saham pemerintah provinsi dan kabupaten. (eh)