Menulis buku itu salah satu cara untuk mengubah paradigma orang. Apa yang kita lihat, rasakan dan dengar akan diketahui oleh orang di luar sana kalau kita tuliskan dengan baik dalam bentuk buku atau pun artikel. Pandangan orang akan berubah pelan-pelan dari tulisan dengan data dan fakta yang benar.
Demikian dikatakan Ketua Umum Persekutuan Gereja-Gereja Baptis Papua (PGBP), Pendeta Socratez Sofyan Yoman dalam peluncuran bukunya berjudul "OTONOMI KHUSUS PAPUA TELAH GAGAL: Kesejahteraan Bukan Akar Masalah. UP4B Bukan Solusi. Kekerasan Kemanusiaan Berakar. Terjadi Pemusnahan Etnis Papua. Status Politik dan Integrasi Adalah Akar Masalah" Papua di Aula Sekolah Tinggi Teologia (STT) Isak Samuel Kijne Abepura Jayapura, Sabtu, (2/3).
Yoman mengatakan, semua orang di Papua tahu bahwa Otonomi Khusus (Otsus) Papua telah gagal tetapi belum ada intelektual Papua, akademisi dan tokoh gereja yang secara ilmiah mengatakan kegagalan itu.
"Saya sebagai gembala, saya tulis apa yang saya lihat dan umat saya rasakan di tanah Papua. Saya tulis suara-suara umat Tuhan di jalan-jalan,"kata Yoman.
Kata pendeta yang telah menulis belasan buku ini, menulis buku adalah visinya. Ia mengatakan, akan berhenti menulis kalau Papua sudah merdeka. "Menulis adalah senjata. Saya akan berhenti menulis kalau Papua sudah merdeka,"kata dia.
Apa yang Dibanggakan dari Otsus?
Yomas mempertanyakan, sejak Otsus diberlakukan di tanah Papua, apa yang bisa banggakan orang Papua?
Pada bedah buku yang dihadiri aktivis, mahasiswa dan akademisi itu, kata dia, orang Papua diplintirkan di atas tanah mereka. Tidak hanya secara ekonomi, pendidikan, dan kesehatan orang Papua dihancurkan tetapi juga identitas orang Papua dihilangkan.
Orang Papua kehilangan identitas. Kita ada di dunia orang lain, budaya orang lain, sejarah orang lain, makanan mereka, bahkan nama orang dan nama jalan pun orang punya.
"Semuanya dibuat porak-poranda. Semua yang kami punya dicabut dengan akar-akarnya. Ini penjajah pak, ini program pak,"kata Yoman tegas.
Secara fisik kata dia, Indonesia telah membunuh banyak orang di era Otsus. Diawali dengan Ketua Presidium Papua, Theys Hiyo Eluay, Kelly Kwalik, Mako Tabuni, Huber Mabel dan masih banyak lagi. "Mereka itu umat Tuhan,"tuturnya.
Ia juga kritisi gereja di Papua yang terkesan dikendalikan oleh negara. Salah satu institusi yang tidak bisa dikendalikan oleh negara adalah gereja. Tapi, di Papua gereja dikendalikan oleh negara. "Salah satu contoh, Hari Injil masuk di tanah Papua saja diurus oleh negara,"kritiknya.
Padahal, kata dia, gereja punya tugas untuk angkat dan kembalikan harga diri umat Tuhan yang dihancurkan di tanah Papua.
"Selain itu, gereja di Papua diam karena para pimpinan gereja sekarang diberikandana Otsus. Jadi, wajar kalau suara geraja mulai redup di Papua. Padahal umat mereka sedang hancur-hancuran,"tegasnya.
Donor Akui Otsus Gagal
Yoman juga kritisi pejabat Papua yang selalu gembor-gemborkan bahwa Otsus di Papua sukses. Padahal, kata dia, negara pendonor saja telah nyatakan Otsus gagal dan mendorong dialog Jakarta-Papua.
"Negara pendonor, termasuk Amerika sudah akui Otsus gagal. Lalu, mereka dorong dialog. Tapi, pejabat Papua bilang Otsus sukses. Maka, solusinya adalah memang dialog tanpa syarat yang dimediasi oleh pihak ketiga," jelas Yoman. (MS)
seumber: http://majalahselangkah.com/content/-yoman-menulis-buku-ubah-paradigma-/http://www.malanesia.com