JAYAPURA - Presiden Negara Republik Federal Papua Barat (NRFPB) versi Kongres Rakyat Papua (KRP) III, Forkorus Yoboisembut menyampaikan penyesalan yang mendalam atas peristiwa di Tingginambut Kabupaten Puncak Jaya dan Sinak Kabupaten Puncak, yang mengorbankan 8 anggota TNI 4 warga sipil, Kamis, 22 Februari 2013, pekan lalu.
Hal ini disampaikan Forkorus dalam konferensi Persnya, yang dibacakan Frederik Okoseray di Kantor DAP Waena, Jumat (1/3/2013)
Menurutnya, siapapun dengan motif apapun melakukan penembakan itu, maka kami menyatakan penyesalan yang mendalam, karena penembakan dan pembunuhan seperti itu terus menerus terjadi di atas tanah air Papua Barat sejak aneksasi Papua Barat pada tahun 1962 dengan infiltrasi dan infasi militer.
“ Kami turut berduka dan menyesal bersama dengan keluarga korban karena kali ini pihak TNI dan WNI yang menjadi korban, dan besok atau lusa atau tahun depan, pihak TPN/OPM dan warga negara bangsa Papua Barat yang menjadi korban. Itulah keadaan yang telah, sedang dan mungkin akan kita nikmati terus menerus, silih berganti,”katanya.
Apakah tidak ada cara yang lebih baik, lebih manusiawi, damai, adil, beradab dan bermartabat untuk menyelesaikan masalah mendasar di atas tanah air Papua Barat.? Forkorus menyatakan, menyesal dengan kebijaksanaan para pemimpin Indonesia, yang terus saja mengedepankan pendekatan yang bersifat semi militer hingga operasi militer terbatas, maupun yang luas untuk membubarkan negara Papua Barat sejak Tri Komando Rakyat- TRIKORA oleh Ir. Soekarno, Presiden Pertama NKRI pada tanggal 19 Desember 1961 hingga sekarang.
Forkorus yang juga ketua DAP menyatakan, penyesalannya atas kebijaksanaan para Pemimpin Pemerintahan Indonesia yang masa bodoh, tuli dan membisu serta selalu berdalih dan menghindar dari tawaran penyelesaian masalah status politik dan hukum Papua melalui dialog atau perundingan, dengan menyepakati suatu term of reference secara merata dan bermartabat sejak Kongres Kedua Rakyat Bangsa Papua Barat tahun 2000sampai sekarang.
Forkorus justru melihat, sebaliknya, Para Pemimpin Indonesia terus saja mengedepankan pendekatan operasi intelijen atau oprasi akal budi, operasi pemulihan keamanan, serta pembangunan ekonomi dan kesejahteraan, sebagai upaya untuk meniadakan kemerdekaan negara Papua Barat.
“Untuk itu, saya mau katakan, bahwa itu pendekatan pendekatan yang bertentangan dengan masalah yang paling mendasar di atas tanah dan bangsa Papua di negeri Papua Barat,”katanya.
Karena faktor faktor dominan yang menentukan, mengapa Papua Barat harus merdeka secara politik penuh, menurut dia, hal itu ada perbedaan yang Pemerintah Indonesia lakukan, serta kriteria fundamental untuk kesejahteraan rakyat bangsa Papua juga sangat beda dengan bangsa dan pemerintah Indonesia.
Forkorus mengungkapkan dalam pesan yang dibacakan, “Kami akan terus mendesak Pemerintah Indonesia dengan cara cara damai dan demokratis untuk membuat term of reference yang akan dipakai sebagai pedoman dalam dialog atau negosiasi dan perundingan antara pemerintah bangsa papua dan pemerintah bangsa indonesia”.
Setelah kongres ketiga rakyat Papua barat dengan deklarasi pemulihan kemerdekaan bangsa Papua Barat di negeri Papua Barat yang merupakan landasan hukum positif secara de fakto terbentuknya negeri federasi Papua Barat, kami telah mengirimkan tim ke pranegosiasi ke Jakarta sebanyak dua kali. Pertama pada agustus 2012 dengan menyampaikan materi perundingan dan pra syarat negosiasi. Kedua pada Oktober 2012 sebagai follow up. Walaupun pemerintah indonesi belum merespon, tetapi kami bersyukur mereka sudah menerima surat dengan lampiran materi pranegosiasi dan prasyarat negosiasi.
Pada 2013 ini, akan ditindaklanjuti sehingga kami tidak dianggap menjual kucing dalam karung di perundingan. Jika inisiatif NRFPB dilakukan secara sopan, damai dan demokratis itu juga belum direspon, maka NRFPB akan meminta ketrlibatan pihak ketiga secara sepihak pada tingkat internasional, sambil menanti proses perundingan.
Forkorus menyebutkan, NRFPB terus melakukan pemulihan dan penataan negara secara damai dan demokrasi mulai di tingkat internal federasi sampai kepada negara negara bagian. “ 7 negara bagian dan telah menetapkan perwakilan NFRPB pada beberapa kawasan di dunia,”katanya.
Untuk itu, pemerintah indonesia diharapkan, tidak lagi berniat membubarkan negara Papua seperti isi TRIKORA sehingga melakukan berbagai pendekatan seperti disebutkan di depan, serta mengubah hasil akhirnya akan jatuh korban didua pihak, serta menambah daftar jumlah pelanggaran HAM dalam berbagai jenis dan bentuk. Cukub! Cukub! Dan Cukub sudah.( Ven/don/l03)
Sumber : Bintang Papua