Direktris Yayasan Hak Azasi Manusia Anti Kekerasan
(YAHAMAK) Timika,
Papua, Mama Yosepa Alomang.
Foto: Hengky
|
Jayapura, Direktris Yayasan Hak Azasi Manusia
Anti Kekerasan (YAHAMAK) Timika, Papua, Mama Yosepa Alomang bertutur soal
perlakuan PT Freeport Indonesia atas dirinya soal dana advokasi kemanusiaan.
Ia berkisah, yayasan
yang dipimpinnya (YAHAMAK) menerima bantuan dana advokasi kemanusiaan dari PT
Freeport Indonesia sejak tahun 2003 silam. Tetapi, kata dia penuh masalah
karena Freeport kerapkali melanggar MoU. Ia tidak menyebutkan jumlah dana yang
diterimanya setiap tahun.
Kata dia, dana
itu ia gunakan untuk membangun Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas),
membangun asrama, koperasi untuk masyarakat, melakukan advokasi kemanuisaan di wilayah Timika, dan memberi
gaji bagi 32 karyawannya.
Namun, perempuan
peraih Goldman Environmental Prize (Anugerah Lingkungan Goldman) 2001 itu mengatakan, dana itu mulai
tidak jelas sejak penandatanganan MoU pada 2 Maret 2012 di Swissbel Hotel
Jayapura.
"Pada saat
itu, saya Mama Yosepa selaku pendidiri dan Direktris YAHAMAK telah
menandatangani MoU dengan PT Fereeport Indonesia yang diwakili Demianus
Dimara, Bidang Sosial Masyarkat,"kata Yosepha kepada majalahselangkah.com di Sekertariat Dewan Adat Papua di Jayapura.
Perempuan yang
sering disapa, Mama Yosepha ini menjelaskan, penandatanganan MoU itu dilakukan
untuk 2 tahun, 2012-2014. Nilai uang yang diberikan PT Freeport Indonesia
kepada YAHAMAK sebagaimana tercantum dalam MoU adalah sebesar Rp2.5000.000.000,00 (Dua Milyard Lima Ratus
Juta Rupiah) per tahun.
"Sebelumnya PT Freeport Indonesia dengan
YAHAMAK melakukan penandatangan MoU setiap tahun. Namun, untuk tahun ini,
setelah dilakukan evaluasi, MoU dilakukan untuk 2 tahun ke depan (2012-2014),"kata Yosepha mengutip Demianus Dimara.
Perempuan
pemilik hak ulayat areal tambang emas PT Freeport Indonesia ini mengatakan,
hingga Februari 2013, ia belum menerima dana tersebut.
Pihaknya telah
menanyakan dana tersebut kepada Kepala Bidang Sosial Masyarkat, Demianus Dimara
di Kuala Kencana Timika. Namun, Demianus menyampaikan, dana Rp2.0000.000.000 (dua
milyard) sudah diberikan kepada YAHAMAK dengan membelanjakan kebutuhan kantor
berupa komputer, meja, dan rehap asrama.
Sehingga, Demianus menjelaskan, dari nilai yang
tercamtum dalam MoU itu, setelah Rp2.0000.000.000 (dua milyard) dibelanjakan
masih sisa Rp3.000.000.000.00 (tiga milyar rupiah).
Mama Yosepha
mengatakan, ia kaget mendengar penjelasan itu. "Saya kaget, dana sebesar itu
(dua milyard:red) dikeluarkan tanpa sepengetahuan saya. Saya kan pimpinan yayasan.
Mereka tidak kastau saya,"katanya.
Yosepha yang pernah mendapatkan Yap Thiam Hien Award pada tahun 1999 itu
mengatakan, penyediaan
kebutuhan kantor seperti yang dibelanjakan pihak Freeport tidak masuk dalam
program kerjanya.
"Belanja Komputer,
meja, dan rehap asrama yang dilakukan oleh Freeport Indonesai tidak
masuk dalam program yang direncanakan oleh YAHAMAK,"kata dia.
Akibatnya,
kata Yosepha, aktivitas kantot YAHAMAK tidak berjalan, Puskesmas YAHAMAK telah
tutup, 32 karyawannya terlantar, koperasinya gulung tikar, dan anak-anak
penghuni asrama terlantar.
"Saat ini aktif
hanya 10 orang karyawan. Mereka hanya kerja sukarela. Saya pastikan YAHAMAK
akan tinggal nama,"jelasnya.
Perempuan yang sering dicurigai sebagai kaki tangan Organisasi Papua
Merdeka (OPM) itu menuturkan, bukanlah hal baru baginya jika ia diperlakukan
seperti itu.
"Sudah 12 tahun ini Freeport sering langgar MoU. Tidak hanya kali ini.
Tapi, saya paham karena ini kaitan dengan sikap kritis saya,"kata dia.
"Sesungguhnya
gunung yang ditambang ini bukan gunugn di Jawa, Manado, Sumatera, Ambon, Maksaar, atau gunung di Amerika, Australia, Eropa
sana. Tapi, gunung yang sedang ditambang ini adalah tubuh saya, warisan Tuhan Allah
dan milik leluhur saya,"kata aktivis HAM itu.
Yosepha
mengungkapkan perasaannya dengan mata berkaca-kaca tetapi tampak emosional.
"Saya adalah
perempuan Papua pemilik hak adat areal pertambangan PT Freeport Indonesia
tetapi ia lecehkan saya. Freeport permainkan saya sejak dulu,"tuturnya.
Ia juga bertutur
soal aktivitasnya sebagai aktivis Hak Asasi Manusia (HAM) terus dipantau dan
diintai." Ke mana saja mereka ikuti. Saya ketemu siapa, mereka juga ada. Mereka
pikir saya akan takut dan berhenti bicara hak orang-orang saya,"kata dia.
Diketahui, Mama Yosepha bersama seorang perempuan Papua lainnya, Mama
Yuliana, pernah dimasukan ke sebuah tempat penampungan kotoran manusia selama
seminggu. Kotoran manusia setinggi lututnya. Ia dicurigai membantu Tentara
Pembebasan Nasional-Organisasi Papua Mereka (TPN-OPM) wilayah Mimika, Papua. (MS)
Sumber : http://majalahselangkah.com/content/mama-yosepha-freeport-lecehkan-saya