Foto phaul-heger.blogspot.com |
Jayapura , 16/3 – Tragedi Universitas Cenderawasih (Uncen)
Jayapura berdarah, 16 Maret 2006 lalu, meninggalkan trauma dan
kekecewaan mendalam bagi mahasiswa di Kampus ini. Bertolak dari trauma
dan kekecewaan itu, mereka menuntut aparat keamanan berhenti menangkap
aktivis mahasiswa dan aktivis Hak Asasi Manusia (HAM).
Septi Meidogi, ketua dewan perwakilan mahasiswa dari Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Uncen meminta Kapolda Papua dan
jajarannya agar membuka ruang demokrasi bagi mahasiswa dan kepada
aktivis HAM.
“Berhenti tangkap aktivis mahasiswa dan aktivis HAM,” kata
Septi saat menggelar jumpa pers dengan wartawan di Abepura, Sabtu
(16/3).
Peristiwa 16 Maret 2006, di Kampus Uncen Lama di Abepura saat itu,
bermula dari demonstrasi Massa Front Pepera PB Kota Jayapura dan
Parlemen Jalanan yang berlangsung sejak tanggal 15 dan 16 maret 2006.
Mereka memprotes kejahatan PT Freeport Indonesia.
Septi meminta kepada aparat keamanan agar mengedepankan pendekatan
persuasif dalam menyelesaikan segudang masalah yang terjadi di wilayah
tertimur ini. Pemerintah diminta membuka ruang dialog guna menyelesaikan
sejumlah masalah yang terjadi. “Pemerintah harus buka ruang dialog
untuk selesaikan masalah Papua,” ungkap Septi.
Aldo Kapis, kepala bidang (kabid) Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM)
Fakultas Teknik Uncen menuturkan, negara harus bertanggung jawab atas
peristiwa 16 Maret 2006. Dari kasus itu, para pelaku dibebasakan dan
dipromosikan untuk naik jabatan. “Mahasiswa kecewa dengan peristiwa
tersebut. Peristiwa tersebut masuk pelanggaran HAM berat,” tuturnya. (Jubi/Musa)
Foto penangkapam aktivis West Papua
Penangkapan Buchtar Tabuni (IST) |
Kongres III West Papua di Jayapura |
Kongres III West Papua di Jayapura |
Manukwari West Papua |
KNPB Timika Romario Yatipai dalam sidang |