oleh: Honaratus Pigai*
Antara Aman dan Derita
Situasi Puncak Jaya memang sering dikenal tidak aman. Tapi siapa yang menciptakan situasi itu. Apakah rakyat sipil? apakah orang non Papua? apakah Tentara Republik Indonesia (TNI) Polisi Republik Indonesia (Polri)? Apakah OPM (Organisasi Papua Merdeka) Atau siapa dia. Situasi ketidakamanan ini sangat meresahkan masyarakat Puncak Jaya.
Pertanyaan-pertanyaan ini sering diperdengarkan dan diungkapkan oleh masyarakat yang mendambakan adanya kedamaian, tapi pertanyaan ini rasanya sangat sulit untuk dijawab secara gampang dan menunjukkan secara langsung pada pihak tertentu.Walaupun
ada jawaban-jawan yang diajukan oleh pihak keamanan Puncak Jaya, tapi
jawaban itu pun harus diselidiki kebenarannya. Apakah jawaban ini muncul
secara objektif dan kebenarannya dapat dipercaya atau secara subjektif.
Karena itu, untuk menjawab pertanyaan ini secara gampang, perlu ada
penelitian dan survei yang mendalam dan tidak memihak kepada salah
satu pun. Penelitian harus objektif dan mengandung kebenaran serta
dapat dipercaya semua orang. Artinya, kalau salah satu pihak (entah
rakyat sipil, non Papua, TNI/Polri, OPM atau siapa dia) yang melakukan
tidakan kejahatan dan itu adalah benar, katakan secara jujur si
pelakunya. Jangan pernah bohong (memakai topeng di balik kedok yang ada pada diri sendiri) dan menyalahkan yang tidak salah. Kalau ada peristiwa saling bohong-membohong kapan ada keadaan aman dan damai, terutama di daerah konflik Puncak Jaya?
Situasi Puncak Jaya yang dirasa sudah aman, tetapi rasanya belum cukup terhadap keamanan di sana. Sehingga masih perlu menerjunkan pasukan militer untuk mengamanan situasi Puncak Jaya. Kapolres
Mulia AKBP Alex Korowa dalam surat kabar Pasific Post 2/11 menambahkan
bahwa situasi Puncak Jaya sudah aman dan kondusif, dan aparat kepolisian
dibantu personil dari Mabes Polri terus
melakukan pengamanan. Tetapi di sisi lain Alex menambah bahwa akan
melakukan pengamanan dan pengejaran terhadap kelompok Komando Daerah
Papua (KODAP X), yang diduga melalukan penembakan terhadap kapolsek
Mulia Dominggus otto Awes.
Kalau disinggung lagi, akan melakukan pengejaran berarti keadaan belum aman secara penuh. Keadaan masih belum aman, terutama masyarakat di kampung-kampung. Walaupun para pegawai sudah mulai bekerja di kantor mereka masing-masing dan dikatakan Kapolres Mulia bahwa pesawat Trigana sudah beroperasi secara normal, tetapi masyarakat yang ada dikampung-kampung masih belum mengalami keamanan dan kedamaian secara baik. Masyarakat secara penuh belum mengalami keadaan aman, karena pendapat tadi bahwa akan melakukan pengejaran itu. Maka militer dan pemerintah yang ada di Puncak Jaya harus memberikan jaminan pengamanan bagi masyarakat di kampung-kampung itu, kalau melakukan pengejaran kepada pihak yang diduga sebagai pelaku.
Karena jangan sampai terjadi bahwa masyarakat kampung dianggap sebagai
kelompok pelaku dan melakukan tindakan kejahatan terhadapnya. Hal ini
harus diperhatikan dengan baik.
Kita tidak bisa menutup mata bahwa dengan adanya militer situasi Puncak Jaya sering aman dan kondusif. Samuel P. Huntington dalam buku Prajurit dan Negara: Teori dan Politik Hubungan Militer-Sipil(2003)
mengatakan, militer profesional adalah mereka yang mampu menjalankan
tugas negara sebaik-baiknya, tanpa mengorbankan warga sipil–termasuk
“menjadi sumber” ketakutan. Masalahnya sekarang adalah droping militer dalam jumlah yang banyak sering
juga membuat masyarakat sipil di kampung-kampung takut. Mereka takut
karena jangan sampai dituduh sebagai pelaku. Sehingga untuk melakukan
kegiatan sehari-hari demi kelangsungan hidup pun dijalani dengan
hati-hati. Karena ada anggapan dalam diri masyarakat bahwa, jangan sampai dituduh, ditangkap dan disiksa. Maksudnya, masyarakat tidak menjalani kehidupannya secara baik, seperti sebelum adanya droping militer dalam jumlah yang banyak itu.
Dengan menerjunkan begitu banyak militer di Puncak Jaya, berarti rakyat akan menilai bahwa keadaan Puncak Jaya belum aman secara penuh. Kehadiran
pasukan militer dengan jumlah yang cukup banyak membuat masyarakat
setempat merasa tak aman, bahkan untuk melakukan aktivitas sehari-hari
sekalipun. (The Jakarta Globe, 12 Juli 2011). Bahkan keadaan di Puncak Jaya akan dianggap masih krisis. Walaupunpemerintah Indonesia mengirim
militer demi keamanan daerah, namun penilaian masyarakat akan lain.
Masyarakat akan menilai militer datang ke Puncak Jaya akan membawa
ketidakamanan terhadap masyarakat setempat dan datang untuk saling
kontak senjata dengan kelompok yang dituduh sebagai yang melakukan tindakan jahatdi daerah Puncak Jaya.
Masyarakat Puncak Jaya Merindukan Keadaan Aman
Masyarakat
Puncak Jaya rupanya masih berada di bawah tekanan mental yang mendalam.
Tekanan seperti ini, susah untuk disembuhkan dari pada tekanan secara
fisik. Misalnya, orang mengalami luka di tangan pasti mudah disembuhkan
dari pada luka hati. Tidak ada obat penyembuh yang bisa menyembuhkannya.
Melalui psikolog pun pasti memakan waktu yang lama. Karena kalau
masyarakat Puncak Jaya mengalami tekanan mental, mereka tidak akan
melupakan situasi-situasi yang dialaminya. Sehingga kalau situasi yang
pernah mereka alami itu terulang, pasti akan membuat masyarakat itu
trauma terhadap situasi konflik yang berkembang di sana.
Walaupun
demikian keadaan masyarakat, sebenarnya masyarakat di Puncak Jaya tidak
ingin ada ketidakamanan dan ketidakdamaian. Mereka merindukan suatu
keadaan yang aman dan tentram. Keadaan yang terlepas dari kontak senjata
dan saling tembak menembak atau keadaan yang terlepas dari
bunyi-bunyian tembakan. Mereka merindukan suatu keadaan yang bebas dari
ketegangan yang selama ini tercipta dan bahkan masih ada itu. Kerinduan
ini mesti diseriusi oleh pihak-pihak berwenang yang ada di Puncak Jaya.
Tidak boleh hanya mengatakan di media masa bahwa keadaan Puncak Jaya
sudah aman, tetapi dalam kehidupan masyarakat belum terlalu terasa
keadaan aman itu. Maka harus mensosialisasi secara keseluruhan bahwa
keamanan itu sudah tercipta. Karena nampak jelas bahwa kerinduan akan
keamanan dan kedamaian itu tidak terjawab. Pihak-pihak yang tidak
bertanggung jawab pasti terus menciptakan kondisi sedemikian rupa demi
mencari kepentingan pribadi dan mengorbankan yang lain.
Apalagi
datangnya militer dalam jumlah yang sangat banyak di sana. Masyarakat
pasti tidak mengalami kedamaian dalam kehidupan sehari-hari mereka. Maka
pemerintah kabupaten Puncak Jaya, tokoh agama, tokoh adat, tokoh
pemuda, lembaga-lembaga sosial dan pihak keamanan yang menetap di
Kabupaten Puncak Jaya, mesti mengambil langkah untuk mengamankan kondisi
yang berkembang sekarang di sana. Lebih baik lagi, mengembalikan
militer yang datang ke sana. Karena jangan sampai militer yang ke sana,
yang tidak tahu medan baik, meresahkan masyarakat. Sampai masyarakat
dianggap sebagai pelaku kejahatan, sehingga menuding sembarang dan
menganiaya sembarang tanpa sepengetahuan pihak keamanan yang telah lama
berkarya di Puncak Jaya. Ini hal yang harus dihindari demi keamanan
masyarakat lokal dan pihak militer yang telah lama berkarya. Situasi
akan terus memanas dan tidak aman, bila pemerintah kabupaten Puncak Jaya
dan keamanan setempat tidak memulangkan militer yang sedang beroperasi
di Puncak Jaya.Akibatnya militer menembak warga sipil–padahal
mereka tak tahu menahu tentang aktivitas kelompok separatis. Begitu pula
sebaliknya, aparat keamanan menjadi korban penembakan.
Jika
pemerintah Kabupaten Puncak Jaya dan pihak keamanan dalam hal ini
Kapolres Puncak Jaya, mencintai perikemanusiaan dan mau melindungi
rakyatnya, ambillah langka yang tepat. Langkah demi menegakkan keamanan
dan kedamaian terhadap masyarakat yang ada di Kabupaten Puncak Jaya.
Cara
penyelesaian terbaik adalah pemerintah membuka ruang dialog yang lebih
bermartabat dengan kelompok yang selama ini berseberangan ideology.
Jalan kekerasan (baca: operasi militer) yang telah lama ditempuh justru
tak menyelesaikan konflik di Puncak Jaya, dan bukan tidak mungkin justru
menambah konflik baru yang tensinya akan semakin meninggi. Tiap
perbedaan pandangan di dalam negara demokrasi adalah hal yang wajar, dan
tak pantas dihadapi dengan kekerasan, bahkan senjata. Komitmen
pemerintah Indonesia untuk menciptakan Papua Tanah Damai, dan secara
khusus di Puncak Jaya masih akan terus dipertanyakan.
Maka
perlu membuka ruang dialog untuk membicarakan konflik yang selama ini
terjadi. Hal ini tidak asing bagi orang asli Papua, karena dalam budaya
sudah diajarkan. Bahwa jika ada konflik dua pihak yang bertikai duduk
bersama dan meyelesaikan persoalan itu secara damai dan itu dimediasi
oleh pihak netral (Kepala Suku). Karena itu, tidak asing lagi bagi orang
asli Papua. Sehingga kedua pihak yang bertikai harus duduk bersama
untuk membahas persoalan yang selama ini terjadi dan membangunkeamanan dan kedamaian, seperti yang dirindukan masyarakat maupun mereka yang sedang mendiami daerah Puncak Jaya.
*) Adalah Mahasiswa STFT “Fajar Timur” Abepura – Jayapura – Papua
Sumber : www.malanesia.com