Marthen
Agapa adalah seorang aktivis kemanusiaan dan Pro Kemerdekaan dari
Parlemen Jalanan (Parjal) di Kota Jayapura. Dia pemberani dan pejuang
keadilan di negeri Papua. Dia juga sebagai pembela perdamaian di negeri
Papua. Seorang anak adat Papua selalu memperlihatkan wajah kepapuaan
melalui berbagai kegiatan. Kegiatan-kegiatan yang beliau jalani adalah
Sol Sepatu, pedagang piara ternak ayam dan selain sebagai aktivis Papua.
Berbagai ungkapan adalah sejauh saya ada, maka saya akan berbicara akan
keadilan. Ungkapan lainnya yakni sikap revolusioner adalah hidupku.
Ungkapan selanjutnya adalah hidup akan berarti jika saya bersama
anak-anak di Jalanan. Ungkapan-ungkapan tersebut menjadi inspirasi dan
motivasi beliau dalam perjuangan meraih impian yakni keadilan sepenuhnya di negeri ini.
Saya berpikir bahwa dia adalah seorang tokoh yang bermain di belakang
layar demi keadilan di negeri ini. Dia patut dihargai sebagai orang
komunikatif dan bisa kompromi dalam perjuangan. Beliau selalu memimpin
rapat, pertemuan-pertemuan, memimpin demonstrasi dan mengadakan
diskusi-diskusi terbuka maupun tertutup. Walau demikian dalam
perjalanannya beliau mengalami tantangan dengan dirinya karena ditabrak
oleh orang yang tak dikenal sehingga tulang tangan patah. Namun beberapa
bulan kemudian lekas sembuh dan aktivitasnya kembali seperti biasanya.
Dengan sebuah kata JIKA BADAI MENIMPA, MAKA SAYA MENGHALAU BADAI DENGAN
SIKAP KESABARAN DEMI MERAIH MUTIARA KASIH DEMI TANAH INI.
Kata
ini sebagai sebuah tombak untuk hadir dalam diskusi dan seminar-seminar
di kalangan organ Parjal sendiri maupun organ lainnya termasuk
faksi-faksi lainnya di Papua. Wajah beliau hadir dan ada dalam sebuah
pertemuan terakhir dalam seminari tentang “PEMEKARAN DI TANAH PAPUA”
(Sebuah Tantangan Bagi Eksistensi Orang Asli Papua di Era Otsus) di Aula
St Yoseph STFT-Fajar Timur Abepura, 6 Juni 2012. Dalam seminar dan
diskusi selanjutnya beliau tidak memperlihatkan wajahnya di Kampus
Yerusalem Baru. Demikian pun diskusi dan seminar-seminar di tempat lain
belum terlihat wajah ketampangan beliau. Ketampangan dalam diskusi dan
seminari selalu saja muncul pertanyaan-pertanyaan kritis dan kritik
dengan analisa sosial yang wajar. Namun beberapa bulan terakhir ini
belum terlihat karena gangguan kesehatan beliau.
Pada
akhirnya, 8 Februari 2013 pukul 11.00 siang terdengarlah bahwa beliau
telah dipanggil Allah. Beliau menghembuskan nafas dan kehidupan terakhir
yang menjadi awal hidup bersama-Nya di rumah sakit Abepura Papua. Allah
telah mengambilnya dan Dialah yang menentukan akhir hidup manusia.
Dialah yang telah mengutus beliau dan kini beliau kembali di hadapan-Mu.
Terimalah beliau ini di sisi kanan-Mu ya Allah Bapa di Surga. Kami
mengantarnya dengan sedih dan harapan bahwa Engkau menerima jiwanya dari
beliau ini. Amin!!