Polisi membubarkan aksi demo di Papua (Foto: Ilustrasi) |
PAPUAN, Manokwari — Yan Christian Warinussy
merasa heran ketika membaca di media cetak di Manokwari, Papua Barat,
beberapa waktu lau, terkait beberapa aktivis Pemuda Papua yang
tergabung di dalam wadah Komite Nasional Pemuda Papua (KNPP) dipanggil
dan dimintai keterangan oleh aparat polisi dari Polres Manokwari.
“Apalagi dengan tuduhan sebagai terkait dugaan tindak pidana Makar,”
kata Warinussy, seperti di kutip dari rilis yang diterima oleh
suarapapua.com, beberapa waktu lalu.
Warinussy mengatakan, sebagai salah satu anggota Steering Committee
(SC) Panitia Pelaksanan Kongres II KNPP tersebut cukup heran, karena
sejauh yang ia ketahui bahwa kongres II KNPP tersebut sebenarnya hanya
merupakan bagian dari kegiatan rutin organisasi KNPP yang memang sudah
harus melaksanakan kongres, dimana di dalamnya dilakukan sejumlah upaya
refleksi atas perjalanan KNPP sebagai wadah pemersatu pemuda-pemudi
orang asli Papua di Tanah Papua.
Hal itu tersirat jelas didalam kerangka acuan [term of reference/TOR] yang menjadi pedoman penyelenggaraan kegiatan tersebut.
Disamping itu, yang paling penting bahwa KNPP tidak pernah tercatat
sekalipun sebagai organisasi terlarang berdasarkan aturan
perundang-undangan yang berlaku.
“Perlu diketahui oleh semua pihak, terutama rakyat Indonesia dan
pemerintah Indonesia serta seluruh komponen rakyat Papua, bahwa
satu-satunya organsiasi terlarang di negara ini hanyal Partai Komunis
Indoensia [PKI].
Sedangkan organisasi lainnya, termasuk Gerakan Aceh Merdeka (GAM) di
Aceh dan Organsiasi Papua Merdeka (OPM) di Tanah Papua, maupun Republik
Maluku Selatan (RMS) di Ambon tidak pernah tercatat dan atau dinyatakan
secara resmi oleh pemerintah Indoensia sebagai organisasi terlarang.
Menurut Warinussy, Undang Undang Nomor 9 Tahun 1999 tentang
Penyampaian Pendapat di Muka Umum itu sebenarnya sudah seringkali
disalahtafsirkan oleh banyak pihak, termasuk aparat kepolisian yang
menganggap bahwa setiap orang atau kelompok masyarakat yang mau
melaksanakan kegiatan penyampaian pendapat di muka umum harus mendapat
ijin dari polisi.
Pernyataan seperti ini keliru besar dan tidak ada, karena tidak
diatur di dalam undang undang tersebut. Yang benar adalah bahwa polisi
akan menerbitkan Surat Tanda Terima Pemberitahuan [STTP] atas adanya
pengajuan pemberitahuan pelaksanaan kegiatan dari masyarakat.
“Atas isi surat pemberitahuan dan STTP kegiatan tersebut, maka polisi
akan dapat mulai merencanakan model pengamanan yang dapat dilakukannnya
terhadap kegiatan tersebut,” jelas Warinussy, yang juga adalah salah
satu pengacara senior di Papua.
Oleh karena itu, kendatipun kegiatan KNPP dipandang melawan hukum,
tetapi sebenarnya justru dalam Kongers II KNPP tersebut, para aktivis
pemuda Papua justru sedang merencanakan sebuah model penyelesaian
masalah aspirasi politik orang asli Papua yang sedang diperjuangkan
dewasa ini, yaitu mempersiapkan langkah perjuangan yang adil, damai,
terbuka dan bermartabat.
“Saya ingin mengingatkan seluruh lapisan besar rakyat Papua bahwa
segenap upaya untuk terus membatasi hak kebebasan berpendapat,
berserikat, berkumpul dan berekspresi sebagaimana dijamin di dalam
Undang Undang Dasar 1945 terus dipasung dengan berbagai dalih dan cara
oleh Negara melalui aparat penegak hukum sebagaimana halnya Kepolisian
kita,” tutup Yan Christian Warinussy.
OKTOVIANUS POGAU