Pengembangan Kota Jayapura tak dibarengi dengan daya dukung. |
Jayapura (10/1)—Berapa waktu silam kemacetan di
Kota Jayapura, belum bisa dianggap sebagai sesuatu yang mengkhawatirkan.
Belakangan ini terutama dalam lima tahun terakhir, justru kemacetan
sudah menjadi bagi dari kehidupan di kota ini. Ini merupakan gambaran
bagi hampir sebagian besar kota-kota di Indonesia, padat dan semrawut.
“Saya heran tidak ada hari tanpa kemacetan arus lalulintas jalan kota
Jayapura, Abepura hingga Sentani,”kata Kain warga Abepura sangat berang
terhadap kemacetan di Kota Jayapura kepada tabloidjubi.com, Rabu (9/1).
Dia sangat terganggu karena aktivitasnya ke Kota Jayapura harus mulai
direncanakan dengan baik. Pasalnya salah kelola waktu bisa terjebak
dalam kemacetan mulai dari depan kampus Uncen, Abepura, pertigaan
Kotaraja dan Mako Brimob Polda Papua. Belum lagi tanjakan Entrop hingga
ke terminal Entrop Jayapura, masuk ke Kota Jayapura pun kondisi masih
sama macet pun terjadi.
Kemacetan di Kota Jayapura menurut petugas Lantas dari Polsekta
Abepura saat bertugas di pertigaan Padangbulan, Abepura, beberapa waktu
lalu memberikan kesimpulan kalau kemacetan terjadi karena angkutan umum
masih menurunkan penumpang se enaknya dan juga para pengendara mobil
tidak sabar dan saling mendahului hingga membentu dua jalur. Padahal
kata pak Polisi seharusnya hanya satu jalur saja jika berkendaraan
melintasi jalan dari Kantor Pos Abepura ke Waena melewati Kampus Uncen
dan depan jalan Hola Plaza.
Sangat tidak berlebihan mengatakan kemacetan Jalan kota Jayapura
terjadi setiap jam, setiap hari dan setiap jalan utama hingga sudut dan
lorong jalan kota. Setiap jam terjadi kemacetan di pusat keramaian.
Lingkaran Abepura, depan Saga Mall hingga Ramayana Mall.
Warga mulai menghindari kemacetan dengan melewati gang-gang atau
mungkin pula melewati trotoar badan jalan. Di sana pun terjadi pula
kemacetan. Warga mulai merasakan beberapa dampak. Pertama, warga kota
tidak bisa tepat waktu kerja, siswa terlambat ke sekolah atau singkatnya
semua pekerja dan jadwal terbangkalai habis.
Kedua, jadwal pribadi maupun bersama molor. Satu pertemuan bisa
molor sampai satu hingga dua jam menanti peserta yang terlambat,
misalnya. “Maaf, saya terlambat terjebak kemacetan, ”kata Kain sebelum
menyampaikan materi kepada kelompok diskusi Gladi Rohani, Senin (7/1).
Ketiga, kecelakaan lalulitas meningkat. Hampir setiap hari ada
kecelakaan kecil maupun besar di jalan kota Jayapura. Keempat, boros
bahan bakar hingga kehabisan kampas rem atau kampas kopling. Akhirnya
pengendara rugi berlebihan daripada penjual bahan bakar. Rugi waktu dan
juga kehabisan bahan bakar, sesuatu yang tak bisa diukur dengan uang dan
harta benda.
Kelima, pengendara dan warga kota mengalami frustrasi. Warga
frustrasi semua jadwal dan target tidak bisa tercapai. Target jangka
waktu pendek menjadi jangka panjang. Bahkan mungkin pula bisa
menimbulkan stress hingga jadi penyakit atau bisa saja sakit kepala.
Kemacetan ini salah satu dampak buruk hasil pembangunan pemerintah
Kota Jayapura. Pemerintah kota tidak berhasil membangun fisik maupun
administrasi kota sebelum hingga di era otonomi khusus Papua.
Ketidakberhasilan ini dalam bahasa mantan Gubernur Papua, Barnabas Suebu
S.H kacau Balau. “implementasi UU Otsus kacau balau,”(Bintang Papua. 19 Nov.2008).
Pembangunan fisik maupun pengelolahan administrasi kota kacau balau
itu sangat terlihat dari tidak tertibnya pendirian bangunan fisik
(pendirian rumah, kios dan ruko,) dan administrasi peredaran kendaraan
roda dua dan mobilisasi penduduk atau arus migrasi yang tidak
terkontrol.
Pemerintah tidak pernah kontrol arus migrasi. Warga dari daerah lain
masuk dan menetap kota Jayapura semaunya. Dampaknya, jumlah pertumbuhan
penduduk kota sangat tinggi. “Tahun 2010 laju pertumbuhan penduduk 5,46%
dari laju pertumbuhan tertingi normal 3,8%. (Data BPS Papua 2010).
“Pertumbuhan penduduk kota Jayapura tertinggi di dunia,”yang dilangsir tabloijubi.com, 5 agustus 2012 dan antaranews.com 18 Agustus 2012.
Peredaraan kedaraan roda dua maupun empat lebih dari jalan utama yang
tersedia. Jalan utama kota Jayapura hingga Sentani hanya satu jalur
saja. Peredaran atau kendaraan yang lalu lanang bernomor polisi resmi
hingga ilegal lebih dari ruas jalan yang tersedia. Kendaraan bernomor
polisi wilayah lain dengan gampang ditemui di kota Jayapura. Contoh
kendaraan bernomor polisi A, B, D, F, H, L, R, AB dan DD. Banyak
kendaraan nomor polisi dari luar Papua ikut meramaikan jalan-jalan di
Kota Jayapura.
Pendirian sejumlah bangunan tidak memenuhi standar Izin Mendirikan
Bangunan (IMB). Warga awam pun tahu bahwa standar mendirikan bangunan
harus 10 meter dari badan jalan raja, namun kenyataan kota Jayapura
lain. Ada bangunan yang jaraknya hanya satu meter dari badan jalan. Coba
lihat bangunan kios maupun ruko yang tersebar di pinggir kiri kanan
jalan kota Jayapura.
Bangunan yang tersebar di kota kebanyakan dibangun semaunya. Banyak
gedung yang ada tidak memenuhi Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor :
29/PRT/M/2006 Tentang Pedoman Persyaratan Teknis Bangunan Gedung. Coba
lihat Garis Sepadan (Muka) bangunan gedung. Dalam peraturan menteri
dikatakan penempatan bangunan tidak mengganggu jalan dan penataan
bangunan sekitarnya,”namun kebanyakan bangunan sangat menganggu.
Apakah kita semua buta atas kenyataan ini? Mengapa kita menjadi
buta? Apakah ini memang hasil desain terbaik kita membangun kota
Jayapura? Ataukah ini hasil kong kalikong ataukah kolusi antara si
penguasa dan pengusaha?
Sekalipun ada alasan, alasan apapun, pemerintah tidak bisa membiarkan
kenyataan kemacetan sebagai hal yang biasa di wilayah perkotaan.
Pemerintah mesti segera harus mengatasi kenyataan, yang menjadi satu
kebutuhan warga kota, yang sangat mendesak ini.
Pemerintah mesti anggap ini sebagaia sesuatu yang sangat mendesak.
Memang mendesak mengingat kelancaran perekonomian, perpolitikan,
pendidikan dan lebih penting dari itu psikologi warga kota tergangu.
Warga kota frustrasi semua aktivitasnya realisasi potensi kemanusiaanya
tidak berjalan normal.
Gangguan ini dianggap biasa lalu tidak diatasi, pemerintah tidak akan
pernah mencapai target pembangunan kota. Pendapatan Asli Daerah (PAD),
pencapai nilai kelulusan Sekolah Tingkat Menegah hingga perguruan
tinggi bisa saja menurun, kehidupan kota tanpa kecelakaan dan kemacetan
menjadi suatu mimpi buruk.
Singkat kata predikat pelayanan pemerintahan buruk atau terburuk
menurut warga masyarakat ada di depan mata. Warga akan menilai
pemerintah tidak pernah memperhatikan kebutuhan warganya daripada
kebutuhannya. Pemerintah mengatasi kebutuhan kemacetannya dengan mobil
polisi bersirene panjang. Sementara warga maupun pemerintah sama-sama
membayar pajak berkendaraan di jalan kota.
Lebih dari itu, kota Jayapura menjadi barometer pembangunan,
pelayanan pemerintah terhadap warga dan impelementasi otonomi khusus
Papua dapat di ukur. Sangat mudah atau gampang warga mengatakan otonomi
khusus gagal atau pelayanan pemerintah terhadap warga kota khususnya dan
umumnya warga Papua tidak singifikan.
Karena itu, pemerintah perlu memikirkan beberapa alternatif ini.
Pertama, pembangunan jalan alternatif. Kedua, pelebaran ruas jalan
kota. Ketiga, penertiban pembangunan rumah, kios, tokoh dan ruko di
pinggir jalan. Keempat, Dinas perhubungan harus mempunyai pertimbangan
peredaran kendaraan di Jayapura.
Semoga pemikiran ini bermanfaat menuju kota Jayapura tanpa masalah
kemacetan, kecelakaan arus lalulintas dan lebihnya menuju kota Jayapura,
kota Beriman. Atau terwujudnya pelayanan pemerintah terhadap warga
lebih maksimal dan terasa. (Suko/Mawel)
Sumber : http://tabloidjubi.com/?p=8860