Malang - (SUCENKO)
Rabu 03 Januari 2013 - PT. Freeport telah
merubah bentang alam. Gunung Yet segel Ongop Segel (Gresberg) jadi lumang
raksasa sedalam 700 m, padahal gunung ini dikiaskan sebagai kepala ibu bagi
suku amungme, yang sanggat menghormati wilayah keramat itu. Danau Wanagon,
sebagai danau suci orang amungme juga hancur, karen di jadikan tumpukan bantuan
limbah (overburden)yang sangat asam
dan beracun. Freeport juga mencemari tiga badan sungai utama di wilayah Mimika,
yaitu Sungai Aghawagon, Sungai Otomona, dan Sungai Ajkwa sebagai tempat pembuangan
tailing (limbah pasir dan hasil produksi ). Lebih dari 200.000 ton tailing di
buang setiap harinya ke sungai Aghagawon, yang kemudian akan mengalir memasuki
Sungai Otomona dan Sungai Ajkwa.
Partikel tailing
yang tidak mengedap di kemudian ikut mengalir sampai kelaut Arafuru. Bari
sebuah studi menggunakan citra satelit Lansdsat-TM di temukan bahwa pada tahun
2000, tailing dari operasi pertambangan tersebut telah mengkontaminasi wilayah
daratan seluas 35.820 hektar, sementara Laut arafuru telah terkontaminasi
seluas 84.158 hektar.
Pada tanggal 4 Mei
2000 terjadi longsoran tumpukan batuan limbah ditempat pembuangan di Danau
Wanogon yang menewaskan 4 pekerja sibkontraktor Freeport.Kejadian jebolnya
Danau Wanogon ini adalah yang ketiga kalinya, sejak kejadian Juni 1998 dan
luapan lumpur akibat gembah tanggal
20-21 Maret 2000. Penggunaan Danau Wanogon menjadi tempat penimbunan limbah
batuan sejak awal memang tidak memenuhi
syarat , karena daya dukungnya yang tidak mampu menerima tumpukan limbah batuan
dari produksi harian PT.FI yang berskala lebih dari 200.000 ton perhari, bahkan
akan ditingkatkan sampai 300.000 ton per hari. Kerentanan daerah tersebut juga
sangat tinggi yang disebabkan oleh aktivitas seismic serta curah hujan yang
mencapai 3-6 meter per tahun. Resiko lingkungan yang begitu besar ini
sesungguhnya sudah diketahui PT.FI sebagaimana tercantun dalam dokumen AMDAL ,
namun hal ini seolah diabaikan dengan menerapkan pengelolaan lingkungan yang
tidak menandai. Selain memiliki resiko lingkungan yang begitu tinggi, danau
yang tadinya begitu cantik dan sangat khas ini, sesungguhnya juga memiliki
nilai keramat bagi suku amungme.
Danau Wanagon bagi
masyarakat Amungme merupakan isorei (rumah laki-laki), yaitu tempat
bersemayamnya arwah-arwah suku Amungme yang sudah meninggal dunia. Sehingga
apabila danau tersebut dirusak secara otomatis merusak dan membunuh manusia
yang berada di situ. Mereka meyakini pula bahwa selama ini isorei pula yang
memberkahi mereka hingga selalu memperoleh rejeki atau keberuntungan. Sehingga
di jadikannya tempat pembuangan limbah batuan, otomatis nilai keramat tersebut
akan tercemar. Inseden serupa terjadi pada tanggal 9 Oktober 2003 yang lalu,
dimana kali ini longsor terjadi di daerah tambang terbuka Grasberg. Pada
insiden ini 8 orang pekerja harus kehilangan nyawa. Insiden-insiden tersebut
seharusnya merupakan dasar bagi pemerintah untuk memberikan sanksi berat bagi
PT.FI atas kelalaian yang telah menyebabkan hilangnya nyawa manusia. Pernyataan
PT.FI yang menyalahkan kondisi cuaca tidak dapat dijadikan dasar alasan PT.FI
untuk menghindari sanksi tindakan pidana lungkungan, karena sesunggunya kondisi
alam tersebut sudah diketahui oleh PT.FI.
Berkaitan dengan
hal ini, dapat saya lakukan wawancara dengan salah satu masyarakat Amungme ia
mengatakan bahwa :
“ Tanah adat yang
dulunya dibangga-banggakan oleh masyarakat sebgai salah satu titipan leluhur
yang diberikan oleh Tuhan Yang Maha Kuasa kini menjadi ancaman karena kurangnya
perhatian dari Pemerintah Republik Indonesia. Pemerintah hanya biarkan perusaan
asing untuk menghancurkan alam leluhur dan membawa banyak bencana, seperti,
peran suku, pelanggaran HAM, kekerasan militer dan semua itu hanya terjadi
karena adanya kepentingan-kepentingan pihak tertentu. Dan juga menjadikan
masyarakat sebagai objek belaka”.
Dari sudut
pandangan lain, kapasitas produksi PT.FI yang luar biasa besar juga menjadi
penyebab semakin buruknya kualitas lingkungan karena daya dukung lingkungan
setempat tidak mampu menenggang beban pencemaran yang disebabkan oleh operasi
PT.FI. Dampak sosial PT.Freeport Indonesia terhadap masyarakat Amungme dan
Kamoro, di Kabupaten Mimika sangat erat kaitannya dengan dampak lingkungan
fisik, karena perubahan-perubahan sosial yang terjadi. Disamping karena
ide-ide, pengaruh fisik juga diabaikan perannya. Bahkan kehidupan sosial
masyarakat Kamoro, pada kawasan tertentu dipengaruhi langsung oleh perubahan
lingkungan fisik.
Salah satu pengaruh
nyata terhadap perubahan lingkungan adalah gejala penimbunan tailing yang
merusak lingkungan sepanjang aliran sungai. Tailing adalah pasir sisa yang di
hasilkan dari kegiatan penambangan PT.FI, setelah mineral tembaga, emas dan
perak dipisakan dari biji. Sisa batuan biji beserta sedimen alam, dibuang ke
dalam sungai dan mengedap pada dataran rendah. Menlihat hamparan tailing yang
memusnakan tanaman, bagi masyarakat Kamoro merupakan bencana akan mengganggu
kehidupan mereka dalam waktu lama.Oleh karena itu, masyarakat Kamoro mengalami
dan luka hati yang mendalam. Dampak sosial PT.FI terhadap mayarakat Amungme
nampaknya lebih mendalam dibandingkan masyarakat Kamoro, meskipun keduanya
mempunyai dasar falsafah alam yang sama, yakni mengganggap adanya kesatuan
antara alam manusia dan alam semesta (lingkungan fisik). Hal ini disebabkan,
kerusakan alam akibat penambangan bagi suku Amungme yang ada di puncak gunung
yang merupakan tempat pemujaan, tempat suci dan tempat arwah leluhur Amungme.
Sumber : Feliks
Zonggonau (SUCENKO)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar