Kawasan Perkebunan Sawit PT. Nabire Baru di tanah adat Yerisiam (Foto: Yermias Degei). |
“Kami tegaskan bahwa Ijin Usaha Perkebunan (IUP) milik PT. Nabire Baru dapat dinyatakan tidak sah. Selama ini perusahaan tersebut berjalan dan dilindungi secara ilegal,” ujarnya kepada suarapapua.com, Rabu (20/1/2016).
IUP yang dipakai PT Nabire Baru, kata John, tidak melalui prosedur sebagaimana diamanatkan dalam aturan legal formal. (Baca: Investor Perusak Tanah Adat Yerisiam Harus Segera Angkat Kaki!).
“Ijin kepada perusahaan ini diduga sarat kepentingan dan diduga melibatkan beberapa oknum pejabat dan staf baik di lingkungan Kabupaten Nabire dan Provinsi Papua. Ada unsur konspirasi,” tegasnya.
Buktinya, beber John, tanpa berbagai syarat antara lain Analisa Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (Amdal), Gubernur Provinsi Papua (Barnabas Suebu, SH) mengeluarkan SK Gubernur Provinsi Papua Nomor 142 tahun 2008 tentang Pemberian Ijin Usaha Perkebunan Kepada PT. Nabire Baru.
“Salinan SK itu juga kami Koalisi baru dapat beberapa waktu lalu,” imbuhnya.
Semua hal, termasuk soal ijin usaha apapun, diatur dengan peraturan perundang-undangan sebagaimana lazim di negara hukum bernama Indonesia.
“Tetapi, sangat aneh, investor kelapa sawit di Nabire diatur hanya dengan konspirasi kepentingan segelintir pihak. Sebab, IUP diberikan walaupun tanpa Amdal. Itu aneh sekali,” ujar John heran.
Fakta sebut menurutnya, bertentangan dengan regulasi tentang Perkebunan yaitu Undang-Undang Nomor 18 tahun 2004.
Undang-Undang Perkebunan ini ada dan berlaku saat IUP tersebut diterbitkan, pada Pasal 17 (1) Setiap pelaku usaha budi daya tanaman perkebunan dengan luasan tanah tertentu dan/atau usaha industri pengolahan hasil perkebunan dengan kapasitas pabrik tertentu wajib memiliki izin usaha perkebunan.
Ayat (5) Izin usaha perkebunan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diberikan oleh Gubernur untuk wilayah lintas kabupaten/kota dan Bupati/Walikota untuk wilayah kabupaten/kota.
Pasal 25 (1) Setiap pelaku usaha perkebunan wajib memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup dan mencegah kerusakannya.
Ayat (2) Untuk mencegah kerusakan fungsi lingkungan hidup sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), sebelum memperoleh izin usaha perkebunan perusahaan perkebunan wajib: a. membuat analisis mengenai dampak lingkungan hidup atau upaya pengelolaan lingkungan hidup dan upaya pemantauan lingkungan hidup.
Sementara, dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan, Pasal 45 (1) Untuk mendapatkan izin Usaha Perkebunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 harus memenuhi persyaratan: a. izin lingkungan; b. kesesuaian dengan rencana tata ruang wilayah; dan, c. kesesuaian dengan rencana Perkebunan.
Pasal 48 (1) Izin Usaha Perkebunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (1) diberikan oleh: a. Gubernur untuk wilayah lintas kabupaten/kota; dan, b. Bupati/Walikota untuk wilayah dalam suatu kabupaten/kota.
Merujuk peraturan tadi, kata John, terdapat kekeliruan dalam menerbitkan IUP bagi investor kebun kelapa sawit di tanah adat Yerisiam Gua.
“Jelas bahwa pemberian IUP oleh Gubernur Papua adalah sebuah kekeliruan dan merupakan sebuah tindakan yang mengambil alih kewenangan Bupati, karena wilayah usaha perkebunan ada di wilayah satu kabupaten.”
“Pemberian IUP mestinya diberikan setelah adanya dokumen AMDAL, namun kenyataannya dokumen Amdal baru dibahas pada tahun 2013. Artinya, lima tahun setelah IUP dikeluarkan dan perusahaan ini bekerja. Sehingga kami tegaskan bahwa IUP milik PT. Nabire Baru itu tidak sah dan kegiatan investasinya tergolong ilegal,” tandasnya.
Tanpa mengurus dokumen Amdal selama 4 tahun meski perusahaan telah beroperasi di kampung Sima, dinilai melanggar Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Eliezer Murafer selaku kuasa hukum penggugat, menyatakan, pihaknya telah menyerahkan sejumlah bukti dokumen yang memperkuat gugatan untuk mencabut surat SK IUP bagi PT. Nabire Baru.
Dokumen tersebut, sebut Murafer, meliputi surat komplain dari pihak masyarakat adat Yerisiam atas penggunaan lahan seluas 17 hektar untuk kegiatan operasional PT. Nabire Baru.
Selain itu, terdapat bukti dokumen keluarnya Amdal pada 2012. Padahal, perusahaan telah beroperasi sejak tahun 2008.
Murafer menegaskan, PT. Nabire Baru dalam surat izin usaha hanya untuk pengelolaan kayu log di kawasan itu. Tetapi, ternyata, perusahaan sama bergerak di bidang perkebunan sawit tanpa diketahui masyarakat setempat.
Ironisnya, kata Juru Bicara Masyarakat Yerisiam, Robertino Hanebora, masyarakat di sana tak pernah dilibatkan dalam proses pembukaan izin usaha tersebut.
Dalam hal ini diduga adanya penipuan kepada masyarakat Yerisiam, termasuk tiga sub suku.
Sejak beberapa tahun terakhir perjuangan panjang Masyarakat Suku Besar Yerisiam Gua dibawah pimpinan Pdt. Simon Petrus Hanebora sebelum meninggal dunia, belum membuahkan hasil. Tuntutan wajar hingga langkah advokasi terus dilanjutkan. Ini karena mereka marah melihat investor membabat habis hamparan hutan adat, kayu, rotan, pohon sagu digusur termasuk tempat-tempat keramat.
Berbagai jenis ekosistem mati, sebagian lainnya menghindar dari amukan investor. Bahkan, akibat dari pembukaan perkebunan sawit, masyarakat Yerisiam kehilangan lahan sumber kehidupan.
Kondisi sudah sangat memprihatinkan. Perusahaan malas tahu. Tak ada pertanggungjawaban.
Parahnya lagi, ketika masyarakat Yerisiam “buka mulut” atas hak ulayat, dilayani pasukan aparat keamanan, bukan pihak investor. Tak sedikit kasus kekerasan menimpa pemilik ulayat.
Persoalan ini kemudian menarik perhatian banyak kalangan. Lahirlah Koalisi Peduli Sawit Nabire. Ia koalisi sejumlah Lembaga Swadaya Masyarakat yang peduli kepada korban akibat perkebunan kelapa sawit di wilayah adat Suku Yerisiam Gua.
Selain PT. Nabire Baru, persoalan yang dialami masyarakat Yerisiam Gua selama beberapa tahun belakangan ini juga lantaran hadirnya perusahaan kelapa sawit lainnya yakni PT. Sariwana Adhi Perkasa dan aktivitas pemanfaatan kayu oleh PT. Sariwana Unggul Mandiri. Tiga investor ini beroperasi di atas lahan adat milik masyarakat pribumi Yerisiam.
MARY
http://suarapapua.com//read/2016/01/20/3122/ini-tuntutan-koalisi-peduli-korban-sawit-nabire
Tidak ada komentar:
Posting Komentar