Jayapura, Jubi – “Tidak hanya kebebasan berpendapat yang
seringkali diberangus di Papua, namun kebebasan beribadah pun
diberangus,” kata Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta,
Alghiffari Aqsa, kepada Jubi Minggu (29/11/2015).
LBH Jakarta, kata Alghiffari mengecam keras penangkapan 17 orang secara semena-mena di Nabire, Sabtu (28/11/2015). 17 warga tersebut sedang membersihkan tempat untuk doa di Taman Bunga Bangsa Papua di Nabire ketika ditangkap. Penangkapan tersebut berkaitan dengan persiapan ibadah untuk tanggal 1 Desember mendatang.
“Polres Nabire melakukan penangkapan tersebut tanpa alasan yang jelas, tanpa surat penangkapan maupun penahanan. Nama orang-orang yang ditangkap tersebut di antaranya Markus Boma, Frans Boma, Habakuk Badokapa, Sisilius Dogomo, Agus Pigome, Matias Pigai, Jermias Boma, Yohanes Agapa, Ales Tebai, Yesaya Boma, Adolop Boma, Matias Adli, Martinus Pigai, Aluwisius Tekege dan 3 orang lainnya,” ujar Alghiffari.
Peristiwa ini menambah deretan pelanggaran kebebasan berekspresi dan berpendapat di Papua. Tidak hanya itu, kebebasan beribadah kali ini pun dilanggar. Perlakuan semena-mena Polres Nabire tersebut telah melanggar konstitusi yang menjamin kebebasan tiap warga negaranya untuk beribadah.
“Baru membersihkan taman untuk berdoa saja sudah ditangkap, apalagi orang-orang yang akan berdemonstrasi pada tanggal 1 Desember nanti? Apa dasarnya polisi menangkap orang yang sedang menyiapkan tempat untuk berdoa?” kecam Alghiffari.
Lanjutnya, rakyat Papua merayakan ekspresi identitas Papua setiap tanggal 1 Desember adalah bagian dari kebebasan berekspresi dan berpendapat rakyat Papua yang dijamin oleh konstitusi, maka pemerintah Indonesia harus menjaganya. Pemerintah seharusnya melakukan pendekatan dialog, bukan pendekatan represif.
Untuk itu, LBH Jakarta menuntut kepada Presiden Jokowi, Kapolda Papua serta Kapolri supaya tidak bertindak represif pada tanggal 1 Desember mendatang. Konstitusi harus ditegakkan.
“Jamin kebebasan berpendapat orang Papua di seluruh Indonesia pada tanggal 1 Desember mendatang!” tegas Alghiffari.
Sebelumnya, dilansir oleh Kantor Berita Antara, Kapolda Papua Irjen Pol Paulus Waterpauw, Sabtu malam, mengatakan 17 warga sipil itu ditahan karena mengibarkan bendera Papua Merdeka “Bintang Kejora”. Namun tak lama berselang, Kapolda Papua ini meralat pernyataannya melalui media yang sama dengan mengatakan 17 warga sipil itu ditahan bukan karena mengibarkan bendera Papua Merdeka “Bintang Kejora” melainkan karena melawan petugas saat hendak dibubarkan saat melakukan aktivitas di Lapangan Gizi Nabire. Bahkan mereka menyerahkan surat pemberitahuan rencana memperingati HUT Papua Merdeka 1 Desember yang diisi dengan pengibaran bendera “Bintang Kejora”.
Mereka saat itu sedang membersihkan lapangan dan menolak saat hendak dibubarkan, tambah Irjen Pol Waterpauw, seraya menambahkan polisi juga sudah merubuhkan tiang tersebut dengan cara digergaji. (Abeth You)
LBH Jakarta, kata Alghiffari mengecam keras penangkapan 17 orang secara semena-mena di Nabire, Sabtu (28/11/2015). 17 warga tersebut sedang membersihkan tempat untuk doa di Taman Bunga Bangsa Papua di Nabire ketika ditangkap. Penangkapan tersebut berkaitan dengan persiapan ibadah untuk tanggal 1 Desember mendatang.
“Polres Nabire melakukan penangkapan tersebut tanpa alasan yang jelas, tanpa surat penangkapan maupun penahanan. Nama orang-orang yang ditangkap tersebut di antaranya Markus Boma, Frans Boma, Habakuk Badokapa, Sisilius Dogomo, Agus Pigome, Matias Pigai, Jermias Boma, Yohanes Agapa, Ales Tebai, Yesaya Boma, Adolop Boma, Matias Adli, Martinus Pigai, Aluwisius Tekege dan 3 orang lainnya,” ujar Alghiffari.
Peristiwa ini menambah deretan pelanggaran kebebasan berekspresi dan berpendapat di Papua. Tidak hanya itu, kebebasan beribadah kali ini pun dilanggar. Perlakuan semena-mena Polres Nabire tersebut telah melanggar konstitusi yang menjamin kebebasan tiap warga negaranya untuk beribadah.
“Baru membersihkan taman untuk berdoa saja sudah ditangkap, apalagi orang-orang yang akan berdemonstrasi pada tanggal 1 Desember nanti? Apa dasarnya polisi menangkap orang yang sedang menyiapkan tempat untuk berdoa?” kecam Alghiffari.
Lanjutnya, rakyat Papua merayakan ekspresi identitas Papua setiap tanggal 1 Desember adalah bagian dari kebebasan berekspresi dan berpendapat rakyat Papua yang dijamin oleh konstitusi, maka pemerintah Indonesia harus menjaganya. Pemerintah seharusnya melakukan pendekatan dialog, bukan pendekatan represif.
Untuk itu, LBH Jakarta menuntut kepada Presiden Jokowi, Kapolda Papua serta Kapolri supaya tidak bertindak represif pada tanggal 1 Desember mendatang. Konstitusi harus ditegakkan.
“Jamin kebebasan berpendapat orang Papua di seluruh Indonesia pada tanggal 1 Desember mendatang!” tegas Alghiffari.
Sebelumnya, dilansir oleh Kantor Berita Antara, Kapolda Papua Irjen Pol Paulus Waterpauw, Sabtu malam, mengatakan 17 warga sipil itu ditahan karena mengibarkan bendera Papua Merdeka “Bintang Kejora”. Namun tak lama berselang, Kapolda Papua ini meralat pernyataannya melalui media yang sama dengan mengatakan 17 warga sipil itu ditahan bukan karena mengibarkan bendera Papua Merdeka “Bintang Kejora” melainkan karena melawan petugas saat hendak dibubarkan saat melakukan aktivitas di Lapangan Gizi Nabire. Bahkan mereka menyerahkan surat pemberitahuan rencana memperingati HUT Papua Merdeka 1 Desember yang diisi dengan pengibaran bendera “Bintang Kejora”.
Mereka saat itu sedang membersihkan lapangan dan menolak saat hendak dibubarkan, tambah Irjen Pol Waterpauw, seraya menambahkan polisi juga sudah merubuhkan tiang tersebut dengan cara digergaji. (Abeth You)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar