Jayapura, Jubi – Kesaksian Haji Coleng dan Arsial Safwal Nursyam, dua saksi korban dalam insiden Tolikara, yang dibacakan Jaksa Pununtut Umum (JPU) pada sidang lanjutan di Pengadilan Negeri Kelas 1A Jayapura, Kamis (10/12/2015) tidak konsisten dan diragukan, kata kuasa hukum terdakwa. Keterangan tanpa menghadirkan saksi itu juga ditolak kuasa hukum dan dibantah terdakwa-Jundi Wanimbo dan Arianto Kogoya.
Keterangan saksi Haji Coleng yang dibacakan Jaksa Suherman, mengatakan bahwa saksi melihat kedua terdakwa datang bersama-sama dengan ‘memimpin’ masa—pemuda GIDI—untuk membubarkan umat muslim yang sedang solat Idul Fitri serta meneriakan kata-kata tidak sopan dan mengajak masa melempar batu, serta berujung dengan memimpin pembakaran musola dan rumah dan kios pada 17 Juli 2015 di Karubaga.
Pada saat menjelaskan alur cerita penyerangan pada insiden Tolikara, H. Coleng membuat keterangan bahwa Arianto Kogoya datang membawa sekelompok pemuda di depan halaman kantor Koramil Karubaga tempat jamaah umat islam melaksanakan solat ied dan menggunakan pengeras suara megaphone untuk membubarkan kegiatan kegiatan rohani itu.
Keterangan saksi menyatakan kedua terdakwa punya peran dalam penyerangan sekelompok masa yang melakukan pelemparan batu dan pembakaran. “Mereka adalah provokator dan saya mendengar sdr. Arianto Kogoya berteriak ‘Bubar!’ dan sdr. Jundi Wanimbo dari belakang,” kata H. Coleng, dalam lembar pernyataan.
Haji Coleng yang juga pengurus Kerukunan Keluarga Sulawesi Selatan (KKSS) di Tolikara itu menyatakan Arianto Kogoya melakukan penghasutan masa dengan mengeluarkan kata-kata hina kepada umat muslim. “Sdr. Arianto Kogoya sudah menyampaikan kata-kata hina kepada jamaah islam sehingga masa terhasut dengan penyampaian Arianto Kogoya. Jarak saya dengan sdr. Arianto Kogoya saat itu adalah sekitar 18 meter,” katanya.
Sementara itu, Jundi Wanimbo diterangkan datang bersama-sama dengan masa yang dipimpin oleh Arianto Kogoya untuk melakukan pelemparan batu dan melanjutkan pembakaran. Jundi pun dituding memprovokasi masa untuk berbuat onar dengan cara buka baju dan mengangkat kedua tangannya ke atas, menunjuk umat muslim. “Dan saat itu sdr. Jundi Wanimbo tidak menggunakan pengeras suara sehingga suaranya saya tidak dengar dan memang jarak saya dengan sdr. Jundi Wanimbo saat itu sekitar 20 meter,” kata Coleng.
Meski pada awal keterangan, saksi H. Coleng menyatakan melihat kedua terdakwa terlibat dalam pelemparan dan pembakaran, namun kesaksiannya itu sendiri berubah pada pembacaan keterangan saksi di BAP tambahan.
“Dapat saya jelaskan, ah… saya tidak memperhatikan saat massa melakukan pelemparan terhadap jamaah umat Islam yang sedang melaksanakan solat ied karena saya berusaha mengamankan diri dari lemparan batu sehingga masa yang melempar tidak ada yang saya kenal begitu pula masa yang melakukan pembakaran tidak ada yang saya kenal.” “Sdr Arianto Kogoya dan sdr Jundi Wanimbo memang saya tidak lihat melakukan pelemparan dan pembakaran,” lagi kata Coleng dalam lembar pernyataan.
Kendatipun keterangan akhir saksi korban, H. Coleng dapat dikatakan “meringankan” Jundi dan Arianto, kuasa hukum terdakwa, Gustaf Kawer menyatakan menolak keterangan saksi sdr. H. Coleng dan sdr. Arsial Safwal Nursyam karena keterangan yang hanya dibacakan oleh para jaksa tersebut tidak dapat dikonfirmasi kebenarannya, entah dari pihak kuasa hukum, majelis hakim, jaksa penuntut umum, serta kedua terdakwa.
“Kami dari penasehat hukum jelas menolak karena karena pernyataan saksi tidak bisa dikonfrontir apakah ada indikasi bohong atau lainnya sebagainya. Pertama, kami harapkan saksi ada dalam sidang. Kedua, tentang panggilan mereka (saksi) kami anggap tidak sah karena tidak jelas alasan ketidakhadiran mereka,” kata Kawer.
Gustaf Kawer mengharapkan, para majelis hakim dengan bijak dapat menerapkan aturan sesuai fakta sidang, antara lain dalam KUHP mengatur tentang “keterangan saksi adalah apa yang saksi dalam persidangan.” Lanjutnya, “Nah, pertama, ini saksi tidak nyatakan dalam sidang keterangan dia, tapi dibacakan oleh jaksa. Dan, yang saya harapkan hakim bijak melihat ini supaya betul-betul keadilan ada disitu,” katanya.
Kesaksian H. Coleng terkait aksi ‘buka baju’ yang dilakukan Jundi Wanimbo mendapat bantahan juga kekecewaan. Wanimbo mengatakan, Coleng yang sudah lebih 10 tahun hidup bersama masyarakat Tolikara mestinya paham nilai-nilai budaya dan adat-istiadat di sana. Salah satunya, dijelaskan Wanimbo, adalah ‘buka baju’ atau ‘lumuri wajah dengan lumpur’ yang dipahami sebagai tanda menengahi atau melerai dan menghentikan suatu peristiwa seperti perang atau penyerangan.
“Saya buka baju bukan mengarah pada teman-teman muslim yang beribadah di sana tapi waktu itu ada penembakan, lalu masa datang, sehingga saya buka baju untuk hentikan mereka. Sebagai orang gunung, orang Tolikara, saya buka baju itu untuk membantu teman-teman kepolisian untuk meredam situasi saat itu. Tapi asumsi penyidik, bahwa saya buka baju itu bentuk penghasutan, itu sama sekali tidak benar!,” tegas Jundi.
Saksi Meringankan
Sementara itu, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Gloria Sinohaji mengkonfirmasi ketidakhadiran para saksinya dikarenakan sakit dan berhalangan. “Saksi sudah kita panggil tapi nggak bisa hadir, tapi karena keterangan sudah diambil sumpah jadi kita bacakan. Haji Coleng sakit, ada suratnya. Yang satu lagi dia masih berhalangan,” jelasnya.
Kesempatan bagi penuntut umum menghadirkan saksi telah habis. Kuasa hukum terdakwa, Gustaf Kawer menilai semua saksi yang telah dihadirkan JPU lemah dan tidak kuat untuk menjerat para kliennya. “Untuk proses yang berjalan ini sebenarnya tidak ada saksi yang kuat. Saksi yang dihadirkan jaksa tidak ada yang kuat untuk menjerat mereka sebagai pelaku, karena saksi yang disidang kemarin (nyatakan) tidak tahu, sementara yang hari ini, keterangan saksi yang dibacakan tidak bisa kita konfrontir,” ucapnya.
Walaupun bagi kuasa hukum saksi tidak kuat ke arah terdakwa, “kami rasa penting untuk hadirkan saksi dari kita, saksi yang meringankan. Rencananya ada dua, cukup jelaskan bahwa persoalan ini sudah selesai, sudah ada kesepakatan damai tanggal 29 Juli 2015, ada tujuh point,” ucap Kawer.
Majelis hakim yang diketuai Adrianus Infandi dan anggotanya Syarifuddin dan Cita P. itu akan melanjutkan sidang pada Kamis (17/12/2015) dengan agenda mendengar saksi yang meringankan.(Yuliana Lantipo)
http://tabloidjubi.com/home/2015/12/13/gustaf-kawer-saksi-saksi-kasus-tolikara-lemah-untuk-jerat-arianto-kogoya-dan-jundi-wanimbo/2/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar