Jayapura, Jubi – Para elite politik yang kini sedang
memperjuangkan pemekaran Mapia Raya dari Kabupaten Dogiyai, Papua
dinilai akan melahirkan sejumlah konflik vertikal maupun horizontal.
masalah persiapan sumber daya manusia (SDM) yang belum memadai juga
menjadi catatan.
Ketua Tim Penolakan Pemekaran Mapia Raya, Mudestus Musa Boma mengatakan, kalau memperjuangkan sesuatu yang bermanfaat bagi banyak orang harus melalui musyarawah dan mufakat, serta melalui mekanisme sesuai dengan peraturan yang berlaku.
“Saya menilai sejak mereka (para pejuang, red) memperjuangkan pemekaran hingga kini, tak pernah menyampaikan secara terbuka di media massa guna diketahui oleh rakyat yang punya hak atas tanah, kehidupan, adat, budaya, agama dan pemerintah,” papar Mudestus Musa Boma kepada wartawan di Abepura, Selasa (01/09/2015).
Mudestus yang juga mahasiswa FISIP Uncen Jayapura ini mengatakan, seluruh tahapan yang diperjuangkan oleh mereka yang disebutnya haus uang dan jabatan itu telah ditolak dengan tegas oleh seluruh lapisan rakyat Mapia, entah tokoh agama, tokoh adat, tokoh perempuan, tokoh mahasiswa, tokoh pemuda dan lainnya. Sebab perjuaangan untuk kehadiran kabupaten tersebut justru akan menghancurkan “keperawanan” di daerah Mapia.
“Karena jelas mereka ini menyembunyikan keterbukaan informasi publik yang dijamin oleh UUD 1945 yang termuat di dalam pasal 29 tentang keterbukaan informasi publik. Karena itu, kami mau katakan kepada mereka, bahwa mereka itu bodoh,” ujar Mudestus.
Ia meminta kepada Pemerintah Pusat dan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Papua agar benar-benar melihat rencana Daerah Otonom Baru (DOB) Mapia Raya ini yang akan dimekarkan dari Kabupaten Dogiyai.
Sementara Kabupaten Induknya, Dogiyai, saja belum ada warna kabupaten yang sebenarnya dalam semua lini pembangunan hingga saat ini, padahal Dogiyai dimekarkan dari Nabire tahun 2008 lalu.
Tokoh Pemuda asal Mapia, Yohanes Pakage menambahkan, pihaknya telah berkomitmen dengan semua unsur dari tingkat bawah untuk tidak akan pernah menerima kehadiran DOB.
“Jelas, kami memang sudah komitmen satu hati dan satu pikiran,” ujar Yohanes Pakage.
Yohanes mencontohkan, jika seseorang membangun rumah pasti punya persiapan yang matang. Mau mekarkan satu kabupaten belum punya modal sumber daya manusia. Pemerintah Kabupaten Dogiyai selama ini tidak melihat sektor pendidikan, kesehatan dan ekonomi di Mapia.
“Kalau mau mekarkan kabupaten harus siapkan SDM dulu. Barangkali biayai para mahasiswa sampai S-2 atau S-3, barulah berpikir untuk pemekaran. Dengan melihat kenyataan itu kami seluruh rakyat yang berada di wilayah Mapia sampaikan jangan berpikir pemekaran,” ucapnya. (Abeth You)
Ketua Tim Penolakan Pemekaran Mapia Raya, Mudestus Musa Boma mengatakan, kalau memperjuangkan sesuatu yang bermanfaat bagi banyak orang harus melalui musyarawah dan mufakat, serta melalui mekanisme sesuai dengan peraturan yang berlaku.
“Saya menilai sejak mereka (para pejuang, red) memperjuangkan pemekaran hingga kini, tak pernah menyampaikan secara terbuka di media massa guna diketahui oleh rakyat yang punya hak atas tanah, kehidupan, adat, budaya, agama dan pemerintah,” papar Mudestus Musa Boma kepada wartawan di Abepura, Selasa (01/09/2015).
Mudestus yang juga mahasiswa FISIP Uncen Jayapura ini mengatakan, seluruh tahapan yang diperjuangkan oleh mereka yang disebutnya haus uang dan jabatan itu telah ditolak dengan tegas oleh seluruh lapisan rakyat Mapia, entah tokoh agama, tokoh adat, tokoh perempuan, tokoh mahasiswa, tokoh pemuda dan lainnya. Sebab perjuaangan untuk kehadiran kabupaten tersebut justru akan menghancurkan “keperawanan” di daerah Mapia.
“Karena jelas mereka ini menyembunyikan keterbukaan informasi publik yang dijamin oleh UUD 1945 yang termuat di dalam pasal 29 tentang keterbukaan informasi publik. Karena itu, kami mau katakan kepada mereka, bahwa mereka itu bodoh,” ujar Mudestus.
Ia meminta kepada Pemerintah Pusat dan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Papua agar benar-benar melihat rencana Daerah Otonom Baru (DOB) Mapia Raya ini yang akan dimekarkan dari Kabupaten Dogiyai.
Sementara Kabupaten Induknya, Dogiyai, saja belum ada warna kabupaten yang sebenarnya dalam semua lini pembangunan hingga saat ini, padahal Dogiyai dimekarkan dari Nabire tahun 2008 lalu.
Tokoh Pemuda asal Mapia, Yohanes Pakage menambahkan, pihaknya telah berkomitmen dengan semua unsur dari tingkat bawah untuk tidak akan pernah menerima kehadiran DOB.
“Jelas, kami memang sudah komitmen satu hati dan satu pikiran,” ujar Yohanes Pakage.
Yohanes mencontohkan, jika seseorang membangun rumah pasti punya persiapan yang matang. Mau mekarkan satu kabupaten belum punya modal sumber daya manusia. Pemerintah Kabupaten Dogiyai selama ini tidak melihat sektor pendidikan, kesehatan dan ekonomi di Mapia.
“Kalau mau mekarkan kabupaten harus siapkan SDM dulu. Barangkali biayai para mahasiswa sampai S-2 atau S-3, barulah berpikir untuk pemekaran. Dengan melihat kenyataan itu kami seluruh rakyat yang berada di wilayah Mapia sampaikan jangan berpikir pemekaran,” ucapnya. (Abeth You)