Sorong, Jubi – Urusan penanganan kasus dugaan pelanggaran HAM
berat di lapangan Zakeus, Enarotali, Kabupaten Paniai, Papua, 8 Desember
2014 sudah menjadi ranah Komnas HAM RI di Jakarta.
Hal ini terungkap dari penyampaian Kapolda Papua, Irjen Pol. Paulus Waterpauw dalam pertemuan di Jakarta belum lama ini. Hal itu tentu menjawab, setidaknya pertanyaan publik ihwal waktu penyelesaian kasus yang menewaskan empat pelajar itu.
Berdasarkan laporan investigasi awal yang dilakukan Komnas HAM sendiri sudah muncul kesimpulan bahwa dalam kasus penembakan yang mengakibatkan jatuhnya korban di pihak rakyat sipil diduga keras melibatkan aparat keamanan negara yang perlu diselidiki lebih lanjut.
“Komnas HAM sudah menyimpulkan bahwa dalam kasus Paniai tersebut telah terjadi tindakan pelanggaran HAM berat berdasarkan amanat pasal 7 dan pasal 9 undang-undang nomor 26 tahun 2000 tentang pengadilan HAM,” kata Direktur LP3BH Manokwari, Yan Cristian Warinusi di Sorong, Papua Barat, Rabu (18/11/2015).
Oleh karena itu, Komnas HAM dapat segera mengambil langkah-langkah penyelesaian kasus tersebut menurut prosedur dan mekanisme yang diatur dalam peraturan perundangan yang berlaku.
Hal ini sebagaimana diatur dalam pasal 18 ayat (1) dan ayat (2) undang-undang nomor 26 tahun 2000 tentang pengadilan HAM yang mengatur mengenai pelaksanaan kewenangan Komnas HAM dalam tahap penyelidikan yang ditandai dengan pembentukan Tim Ad Hoc.
Menurut Pengamat Hukum Dwi Yulianto, penyelesaian kasus Paniai dan sejumlah kasus pelanggaran HAM lainnya yang sudah berlangsung sepanjang 50 tahun terakhir sedikit memperbaiki citra negara Indonesia di mata dunia. Oleh karena itu, pemerintah Indonesia seharusnya fokus pada implementasi amanat pasal 44 dan 45 undang-undang nomor 21 tahun 2001 tentang otonomi khusus (otsus) bagi Provinsi Papua.
“Dibentuknya pengadilan HAM dan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) serta penguatan terhadap perwakilan Komnas HAM di Provinsi Papua dan Pembentukan Perwakilan Komnas HAM di Provinsi Papua Barat,” kata Dwi Yulianto. (Niko MB)
Hal ini terungkap dari penyampaian Kapolda Papua, Irjen Pol. Paulus Waterpauw dalam pertemuan di Jakarta belum lama ini. Hal itu tentu menjawab, setidaknya pertanyaan publik ihwal waktu penyelesaian kasus yang menewaskan empat pelajar itu.
Berdasarkan laporan investigasi awal yang dilakukan Komnas HAM sendiri sudah muncul kesimpulan bahwa dalam kasus penembakan yang mengakibatkan jatuhnya korban di pihak rakyat sipil diduga keras melibatkan aparat keamanan negara yang perlu diselidiki lebih lanjut.
“Komnas HAM sudah menyimpulkan bahwa dalam kasus Paniai tersebut telah terjadi tindakan pelanggaran HAM berat berdasarkan amanat pasal 7 dan pasal 9 undang-undang nomor 26 tahun 2000 tentang pengadilan HAM,” kata Direktur LP3BH Manokwari, Yan Cristian Warinusi di Sorong, Papua Barat, Rabu (18/11/2015).
Oleh karena itu, Komnas HAM dapat segera mengambil langkah-langkah penyelesaian kasus tersebut menurut prosedur dan mekanisme yang diatur dalam peraturan perundangan yang berlaku.
Hal ini sebagaimana diatur dalam pasal 18 ayat (1) dan ayat (2) undang-undang nomor 26 tahun 2000 tentang pengadilan HAM yang mengatur mengenai pelaksanaan kewenangan Komnas HAM dalam tahap penyelidikan yang ditandai dengan pembentukan Tim Ad Hoc.
Menurut Pengamat Hukum Dwi Yulianto, penyelesaian kasus Paniai dan sejumlah kasus pelanggaran HAM lainnya yang sudah berlangsung sepanjang 50 tahun terakhir sedikit memperbaiki citra negara Indonesia di mata dunia. Oleh karena itu, pemerintah Indonesia seharusnya fokus pada implementasi amanat pasal 44 dan 45 undang-undang nomor 21 tahun 2001 tentang otonomi khusus (otsus) bagi Provinsi Papua.
“Dibentuknya pengadilan HAM dan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) serta penguatan terhadap perwakilan Komnas HAM di Provinsi Papua dan Pembentukan Perwakilan Komnas HAM di Provinsi Papua Barat,” kata Dwi Yulianto. (Niko MB)