Sekalipun 4 Desember
2012 adanya pengakuan terhadap
Noken sebagai “warisan dunia”di UNESCO, Pemerintah Provinsi dan Kabupaten di Papua masih saja apatis terhadap Noken
tersebut. Hal ini dapat terlihat di beberapa Kabupaten di Papua.
Oleh,
Donatus Bidaipouga Mote
Foto: Mama-Mama Papua Sedang Jual Noken di Pinggiran Jalan Raya |
Jayapura. Timipotu News. Salah satu bukti pemerintah Indonesia di Papua
apatis terhadap Noken adalah Kabupaten Nabire, Provinsi Papua. Saya sudah
berada di Nabire sudah dua (2) bulan dan saya sudah melihat banyak mama-mama
yang biasa menyulam, merajut dan menganyam Noken, namun mereka tidak diperhatikan oleh
pemerintah Kabupaten Nabire.
Ada
banyak mama-mama Papua yang dapat menghasilkan noken dengan beragaman ukuran,
warna dan bentuk yang menarik, tetapi semuanya itu disiah-siahkan oleh pemerintah Kabupaten Nabire. Disini
Pemerintah kehilangan fungsi pelayanan, pembangunan dan pemberdayaan kepada mama-mama
Noken Papua yang ada di Kabupaten Nabire.
Suatu
hari, 3 September 2015, saya jalan-jalan di kota Nabire sambil mengendarai
sebuah motor dan saya melihat banyak tempat yang berjejer Noken hasil anyaman
mama-mama Papua.
Saya hentikan motor di terminal Oyehe dan saya langsung bertanya kepada
mama-mama yang sedang jual Noken
dibawah terik matahari di pinggiran jalan raya, kenapa kamu jual Noken di pinggiran jalan raya seperti ini?
Mewakili mama-mama Noken,
Ibu Yosina Pekei menjawab, “kami
biasa jual Noken disini.”
Lalu, saya bertanya lagi, apakah Pemerintah
Kabupaten Nabire belum menyediahkan tempat atau rumah khusus untuk mama-mama
Noken sebagai tempat jualan Noken? “Kami
sudah mendengar bahwa Noken sudah diakui oleh UNESCO dan kami masyarakat pun
tambah semangat untuk anyam Noken sampai dalam satu minggu kami hasilkan 2-3
Noken yang bermerek, namun sampai saat ini Pemerintah Kabupaten Nabire belum
perhatikan,
sehingga kami hanya menjual di pinggiran jalan raya sekalipun panas matahari
membakar tubuh kami.” Tutur Yosina Pekei,
penjual Noken di terminal Oyehe, Nabire-Papua.
Sementara
itu, Ibu Maria Yeimo,
penjual Noken di Kalibobo ketika diwawancara mengatakan hal yang sama bahwa
Pemerintah Kabupaten Nabire tidak pernah perhatikan kami mama-mama yang selalu
anyam Noken. Lanjut ibu Maria, coba lihat saja di pinggiran jalan raya kota
Nabire, pasti mama-mama menjual Noken sekalipun panas dan hujan. Hal itu karena
sampai saat ini pemerintah belum perhatikan kami. Pemerintah Nabire belum
menyediahkan tempat atau pasar untuk kami jual Noken Papua.
Ungkapan-ungkapan
diatas itu telah menggambarkan buruknya pelayanan pemerintah yang diberikan
kepada Masyarakat Papua pada umumnya dan khususnya bagi mama-mama Noken Papua.
Buruknya pelayanan Pemerintah mengakibatkan mama-mama perajut dan Noken
tercecer di kota Nabire.
Melihat
realitas seperti itu, sangat disayangkan nasip hidup bagi mama-mama perajut
Noken dan nilai Noken dalam budaya bangsa Papua yang sedang memperkaya
keragaman cultur
Indonesia. Mama-mama Noken di pinggiran jalan bagaikan kehilangan anak ayam di
tengah-tengah pemerintah Indonesia. Kabupaten Nabire adalah Kabupaten tua,
namun masih saja tertutup mata perberdayaan terhadap budaya Papua terutama
terhadap budaya Noken. Hal ini benar-benar disayangkan peran pemerintah di
Papua.
Dengan
demikian, realitas seperti itu menjadi pertanyaan kristis yang ditujukan kepada
pemerintah Kabupaten Nabire, Apakah pemerintah Kabupaten Nabire mempunyai
harapan baik akan Noken Papua yang dianyam oleh mama-mama Papua? Apakah
pemerintah Kabupaten Nabire mampu perhatikan serius dalam mempertahankan nilai
Noken yang dimiliki oleh Orang Asli Papua? Dan apakah mampu mewujudkan kota
budaya Noken dengan satu kebijakan khusus dari Pemerintah Kabupaten Nabire?
Saat ini, Papua membutuhkan pemimpin yang ideal dan
pemimpin yang mampu melihat Noken serta pemimpin yang bisa memaknai noken dalam
kepemimpinannya. Pemerintahan di Papua akan baik bila sistem pemerintahan
dimaknai dalam Noken Papua.
Reporter Of Timipotu
News
Int. Bidaipougahttp://www.timipotu.com/2015/09/pemkab-nabire-masih-tutup-mata-mama.html