PEMBEBASAN—24/07/2015; Perlakuan aparat
terhadap rakyat Papua masih tidak bisa lepas dari unsur kekerasan, anti
demokrasi dan melanggar hukum. Ini terbukti dari apa yang dilakukan
aparat kepolisian terhadap Semuel Nawipa, aktifis AMP Bogor.
Aparat Kepolisian (khususnya Polda Metro
Jaya) sudah melakukan tindakan buruk dan sewenang-wenang dalam
memperlakukan rakyat. Mereka persis kelompok barbar yang masuk rumah
tanpa ijin, tanpa surat. Dan lebih parah kelakuannya adalah menangkap
orang tanpa surat dan tanpa bukti.
Menurut seorang praktisi hukum (advokat) dari Kantor Hukum AVD and Associates,
yang sempat kami (redaksi) hubungi via telefon menjelaskan bahwa
mengenai penangkapan sudah diatur dalam KUHAP, yaitu Pasal 17 dan 18
Ayat (1) dan (3) berbunyi:
“”Pasal 17 KUHAP “Perintah
penangkapan dilakukan terhadap seorang yang diduga keras melakukan
tindak pidana berdasarkan bukti permulaan yang cukup.”
Penjelasan: Dalam penjelasan Pasal 17
KUHAP disebutkan bahwa yang dimaksud dengan “bukti permulaan yang
cukup” ialah bukti permulaan untuk menduga adanya tindak pidana sesuai
dengan bunyi Pasal 1 angka 14 KUHAP. Adapun Pasal 1 angka 14 KUHAP
menjelaskan mengenai definisi tersangka sebagai seorang yang karena
perbuatannya atau keadaannya, berdasarkan bukti permulaan patut diduga
sebagai pelaku tindak pidana.
Pasal 18 KUHAP (1) Pelaksanaan tugas
penangkapan dilakukan oleh petugas kepolisian negara Republik Indonesia
dengan memperlihatkan surat tugas serta memberikan kepada tersangka
surat perintah penangkapan yang mencantumkan identitas tersangka dan
menyebutkan alasan penangkapan serta uraian singkat perkara kejahatan
yang dipersangkakan serta tempat ia diperiksa.
(3) Tembusan surat perintah
penangkapan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus diberikan kepada
keluarganya segera setelah penangkapan dilakukan.
Penangkapan terhadap seorang tersangka hanya dapat dilakukan
berdasarkan dua pertimbangan yang bersifat kumulatif (bukan alternatif),
yaitu:
Adanya bukti permulaan yang cukup;
yaitu laporan polisi didukung dengan satu alat bukti yang sah dengan
turut memperhatikan ketentuan Pasal 185 ayat (3), Pasal 188 ayat (3) dan
Pasal 189 ayat (1) KUHAP, dan Tersangka telah dipanggil dua kali
berturut-turut namun tidak hadir tanpa alasan yang patut dan wajar.
Jadi, tindakan penangkapan hanya
dapat dilakukan apabila tersangka tidak hadir tanpa alasan yang patut
dan wajar setelah dipanggil dua kali berturut-turut oleh penyidik.
Apabila tersangka selalu hadir memenuhi panggilan penyidik, maka
perintah penangkapan berdasarkan Perkap No. 14 Tahun 2012, tidak dapat
dilakukan terhadap tersangka.
Demikian halnya terhadap tersangka
yang baru dipanggil satu kali dan telah menghadap pada penyidik untuk
kepentingan pemeriksaan guna penyidikan, tidak dapat seketika juga
dikenakan penangkapan. Berhubung tersangka telah datang memenuhi
panggilan penyidik maka salah satu dari dua pertimbangan dilakukannya
tindakan penangkapan sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 36 ayat
(1) Perkap No. 14 Tahun 2012 tidaklah terpenuhi.””
Kronologis Penangkapan Aktivis AMP Bogor
Dari pagi, pukul 08:00
WIB Kamis, (23/7/2015) di Emawa Jln. Bangka, Bogor, Saya (Semuel
Nawipa) dihubungi berkali-kali oleh utusan Tito Karnavian (Kapolda Metro
Jaya, Jakarta), namun saya tidak menerima telponan mereka, akhirnya dua
orang anggota Brimob yang bertugas di Kidung Halang, Bogor mendatangi
dan menangkap saya di kontrakan Emawa pukul 11:31 WIB.
Lalu kedua anggota Brimob memaksa Saya agar secepatnya siap dan mengikut mereka ke Polda Metro Jaya, Jakarta.
Saya kaget karena dua orang anggota Brimob masuk ke dalam kontrakan Emawa, langsung menuju ke kamar nomor 2 tempat saya berada.
Mereka langsung tanya: “Semuel yang mana?”
Saya langsung berdiri dari tempat tidur dan mejawab pertanyaan kedua anggota Brimob: “Iya Kakak, Semuel itu Saya”.
Saya sambil menunjuk diri karena saat itu kami ada empat orang di dalam kontrakan itu.
Berikut ini, percakapan antara kedua anggota Brimob dan Saya (Samuel):
Samuel: “Kakak, ada
apa ini?” Brimob: “Adik ikut kami” Samuel: “Saya salah apa, Kakak?”
Brimob: “Justru adik tidak tahu itu yang adik ikut” Samuel: “Ah, kalau
tujuannya tidak jelas jangan paksakan Saya karena hari ini Saya punya
aktivitas banyak”. Brimob: “Ah tidak. Adik ko ikut karena ini perintah
atasan”.
Karena dipaksa, Saya
ikut mereka, Saya didampingi seorang kawan bernama Sisilius Pugiye.
Setelah itu, kedua anggota Brimob itu langsung membawa kami berdua
menggunakan mobil provost Brimob. Setelah tiba di Kantor Polda Metro
Jaya, Jakarta, langsung dibawa ke Kasat Intel untuk interogasi pertama
selama sepuluh menit.
Dalam interogasi
tersebut hanya menanyakan seputar identitas pribadi Saya. Selanjutnya,
kami berdua diarahkan ke ruang Kapolda Metro Jaya, Tito Karnavian, untuk
melakukan interogasi berikutnya.
Di bawah ini merupakan hasil interogasi dalam bentuk percakapan:
Tito: “Kamu Semuel,
kah? Frans, kah? Atau Sonny? Semuel: “Saya Semuel” (kedua teman ini
merupakan incaran mereka juga) Tito: “Suku apa?” Semuel: “Saya orang
Papua” Tito: “Di Jawa tinggal dimana?” Semuel: (diam saja) Tito: “Kuliah
dimana?” Semuel: “(diam saja) Tito: “Semuel, kuliah di kampus mana?”
Semuel: “Kampus Pakuan Bogor” Tito: “Selain kuliah, ada aktivitas lain?”
Semuel: “Berjuang Papua Merdeka” Tito: “Kenal ketua umum KNPB dan OPM?”
Semuel: “Iya” Tito: “Ada hubungan pribadi dengan KNPB dan OPM?” Semuel:
“Iya, kami punya satu tujuan, Papua Merdeka.” Tito: “Tahun lahir?”
Semuel: (diam saja) Tito: “Sudah berapa lama di Bogor?” Semuel: (diam
saja).
Sedangkan, kawan saya (Sisilius Pugiye ) juga ditanya hal yang sama.
Selanjutnya, karena
banyak pertanyaan yang tidak ditanggapi, Saya bersama kawan saya disuruh
keluar ruangan Kapolda didampingi oleh salah satu petugas namanya
Rahmat H.W.
Sementara kami di luar, kedua Brimob bersama Tito Karnavian melakukan pertemuan tertutup selama sepuluh menit di ruang Kapolda.
Setelah mereka keluar,
Saya dan Sisilius dibawa ke Kasat Intel yang didampingi oleh empat
orang Intel. Kemudian kedua Brimob bersama beberapa Intel melakukan
pertemuan tertutup lagi di ruang pertemuan Kasat Intel sekitar 20 menit.
Setelah selesai
pertemuan tersebut, Saya bersama Sisilius dibebaskan pukul 14:17 WIB,
lalu diantar pulang ke Bogor oleh kedua Brimob tersebut.
Sampai saat ini Saya
masih bertanya-tanya, apa maksud dan tujuan Saya dipanggil oleh Tito
Karnavian, karena pertanyaan Saya yang diajukkan ke kedua Brimob pada
saat penangkapan belum juga dijawab oleh Tito Karnavian mengenai “apa kesalahan saya?“
Jadi, aparat Polda Metro Jaya secara
jelas dan meyakinkan telah melanggar aturan hukum. Sangat menyedihkan.
Aparat kepolisian diupah dan diberi seragam dari uang rakyat, namun
dikembalikan ke rakyat tidak berupa perlindungan dan ayoman, tapi
peluru, kekerasan, diskriminasi hukum dan kesewenang-wenangan. (bp)
http://pembebasan.org/polda-metro-jaya-melakukan-penangkapan-tidak-sah-terhadap-aktifis-amp-bogor.html