Oleh Selpius Bobii
(Penjara Abepura, 18 Juni 2013)
"Saya
Baltazar Kambuaya atas nama pribadi & keluarga mohon maaf
sebesar2nya kepada keluarga besar A3 di Jayapura, karena telah terlibat
dalam delegasi Indonesia utk halangi Papua Barat masuk ke MSG", demikian
ungkapan mantan Rektor Uncen dan kini Mentri Lingkungan Hidup Indonesia
Prof. Dr. Baltazar Kambuaya, M.BA. Pesan singkat ini dikirim kepada
keluarga A3 di Jayapura, 13/06/2013 untuk menyatakan permohonan maafnya
atas keterlibatannya di delegasi Indonesia untuk usaha menghalangi Papua
Barat masuk sebagai anggota full di MSG. Baltazar Kambuaya adalah salah
satu orang Papua dari delegasi Indonesia untuk menghadiri KKT MSG yang
digelar di Noumea - Kaledonia Baru antara tanggal 17 - 23 Juni 2013. KTT
MSG ke 19 kali ini memilih thema utama: "Identitas Malanesia".
Apakah permohonan maaf seperti ini pada saat ini dapat diterima oleh
keluarganya, sukunya dan oleh rakyat bangsa Papua pada umumnya?
Permohonan maaf seperti ini untuk saat ini tidak pantas diterima begitu
saja oleh rakyat bangsa Papua yang sedang berusaha sekuat tenaga untuk
mencari dukungan solidaritas dari keluarga besar negara-negara
Malanesia. Berikut ini ada beberapa alasan, mengapa permohonan maaf
dalam kasus seperti ini tidak semudah diterima?
Pertama, mereka (orang Papua) yang diutus oleh Negara Indonesia untuk
ikut KTT MSG sudah tahu dan paham baik bahwa bangsa Papua sudah 50 tahun
berjuang untuk merdeka penuh, mereka juga tahu bahwa bangsa Papua
sedang berusaha keras untuk masuk menjadi anggota penuh MSG agar supaya
MSG menjadi kendaraan menuju ke mekanisme PBB, namun mereka dengan
kesadaran penuh pergi menghalangi usaha Papua Barat masuk menjadi
anggota penuh di MSG.
Kedua, mereka (orang Papua) yang diutus ikut KTT MSG juga tahu dan
paham baik bahwa rakyat bangsa Papua mengalami penjajahan oleh NKRI
selama 50 tahun lebih. Banyak orang Papua mati dibunuh, menderita,
ditangkap dan dipenjara, banyak orang Papua mengungsi ke hutan atau ke
kampung lain atau ke negara lain untuk mencari tempat aman akibat
pengejaran TNI/Polri. Mereka juga tahu bahwa banyak wanita Papua
diperkosa, dianiya, orang Papua menjadi minoritas, didiskriminasi,
dimarginalisasi dan sedang menuju kepunahan etnis. Walaupun mereka tahu
dan memahami itu, namun mereka pergi menghalangi upaya luhur bangsa
Papua untuk mengakhiri penjajahan melalui jalur resmi PBB.
Forum KTT MSG sebelumnya, bangsa Papua tidak pernah diundang secara
resmi. KTT MSG ke 19 baru kali ini, enam orang mewakili Papua Barat
diundang resmi oleh tuan rumah. Namun, kesempatan emas ini mendapat
hambatan. Tantangan itu datang dari orang Papua yang menjadi kaki tangan
NKRI. Ada upaya menggagalkan Papua Barat menjadi anggota resmi MSG dari
orang Papua piaraan Negara Indonesia. Ini menyedihkan!
Ketiga, mereka tahu bahwa dirinya adalah orang Papua, kulit hitam,
rambut keriting, asal Pulau Papua, serumpun Malanesia. Mereka dikandung
dan dilahirkan juga oleh mama orang Papua. Dibesarkan dari hasil ibu
pertiwi Papua. Namun, dalam kesadaran Penuh, mereka pergi dengan membawa
bendera merah putih ke KTT MSG untuk menghambat upaya luhur rakyat
semesta Papua untuk memutuskan mata rantai penindasan NKRI melalui
mekanisme PBB berawal melalui pintu MSG.
Mengapa mereka pergi menghalangi upaya Papua Barat masuk ke MSG?
Mungkin dilatar-belakangi oleh beberapa alasan berikut ini, antara lain:
Pertama, mereka telah tergiur dengan jabatan dan
kekayaan serta kenikmatan lain yang ditawarkan oleh Negara Indonesia
kepada mereka. Harta kekayaan (uang) dan jabatan (kekuasaan) serta
kenikmatan lain adalah alat alat penawar yang paling ampuh. Harga diri
mereka digadaikan dengan tawaran-tawaran murahan yang dapat mengiurkan.
Mata hati mereka dibutakan oleh kenikmatan duniawi semata yang
ditawarkan. Mereka pun terbawa arus oleh kenikmatan duniawi itu, maka
dengan kesadaran penuh mereka menggadaikan harga dirinya dan harga diri
bangsa Papua.
Silahkan Anda mengumpulkan harta kekayaan sebanyak-banyaknya, silahkan
Anda menjadi pejabat apa pun dalam sistem NKRI, itu Hak Asasi Manusia
Anda, kami tidak melarang itu, tetapi jangan sekali-kali menggadaikan
perjuangan luhur bangsa Papua dengan jabatan, uang, atau kenikmatan
lain; jangan sekali kali menghina atau melecehkan perjuangan bangsa
Papua, karena untuk perjuangan kebebasan itu, banyak orang Papua mati
dibunuh, banyak lagi yang menderita dirimba raya, dilembah, di pesisir
pantai, di gunung, dan di penjara serta di rantauan atau dinegeri orang.
Sungguh ironis! Mereka adalah kaum terdidik, kaum intelektual terkemuka
di Papua, namun kepintaran mereka digunakan untuk balik menjajah
keluarganya, sukunya dan bangsanya dengan cara mempertahankan
penindasan. Mereka dikandung, dilahirkan, dibesarkan, dan dibiayai untuk
berbuat baik bagi keluarganya, sukunya dan bangsanya serta sesamanya,
tetapi mereka lupa dan tidak tahu diri. Mereka pergi bergandengan atau
melacurkan diri bersama dengan negara penjajah Indonesia untuk
memperpanjang penindasan terhadap keluarganya, sukunya dan bangsanya -
Papua Barat.
Kedua, mereka telah menjadi bagian dari sistem NKRI
yang selama ini menjajah bangsa Papua, maka mungkin saja mereka dengan
terpaksa melakukan sesuatu yang sangat bertentangan dengan suara
hatinya. Memang sewaktu dilantik memegang salah satu jabatan, mereka
telah disumpah untuk setia kepada NKRI. Maka itu sebagai bukti kesetiaan
mereka kepada NKRI, apa pun yang diperintah oleh atasannya, dipatuhi
dan dilaksanakan. Itu berarti harga diri mereka telah digadaikan dengan
jabatan, ideologi bangsanya digadaikan dengan ideologi bangsa lain. Itu
berarti mereka telah mengkhianati perjuangan luhur bangsa Papua.
Sungguh sangat menyedihkan! Di saat rakyat semesta Papua Barat berjuang
keras untuk keluar dari penjajahan NKRI, pada saat yang sama pula masih
ada orang Papua yang masih menari-nari di atas darah dan air mata
rakyat semesta Papua Barat; di saat orang Papua mencari jalan keluar
untuk bebas dari penjajahan RI, di saat yang sama, masih ada orang Papua
yang menghalangi jalan menuju pembebasan nasional Papua; di saat orang
Papua berjuang keras untuk mengakhiri penindasan RI di Tanah Papua, di
saat yang sama pula, masih ada orang Papua tertentu mempertahankan
penjajahan; di saat orang Papua banting tulang menghalau penindasan RI,
di saat yang sama masih ada orang Papua yang diam membisu dan malas
tahu.
Tindakan untuk menghalagi upaya Papua Barat masuk ke MSG ini bukan
dilakukan karena kekilafan, bukan karena ketidak-tahuan, tetapi
dilakukan dengan kesadaran penuh dan memahami masalah dengan baik.
Karena itu mereka ini tidak tahu diri, tidak tahu adat, tidak tahu hukum
agama. Mereka ini pantas disebut pengkhianat.
Seperti diketahui publik bahwa tuan rumah KTT MSG yang digelar dari
tanggal 18 - 23 Juni 2013 telah mengundang 6 (enam) wakil Papua Barat
yang dipimpin oleh Dr John Otto Onawame. Keenam orang itu, antara lain:
Dr John Otto Onawame, Reck Rumaikiek, Andi Ayamiseba, Paula Makabori,
Barack Sope sebagai penasehat dan seorang lagi yang tidak disebutkan
namanya. Keenam wakil Papua telah diundang resmi oleh tuan rumah (Front
Nasional Pembebasan Sosialis Kanaky). Mereka mewakili Papua akan diberi
kesempatan untuk menyampaikan pergumulan bangsa Papua dan kerinduan
bangsa Papua untuk keluar dari penjajahan NKRI. Dalam kesempatan itu
juga wakil bangsa Papua akan menyampaikan kerinduan bangsa Papua untuk
menjadi anggota resmi MSG sebagai langkah awal Papua Barat menuju ke
mekanisme PBB.
Di saat wakil bangsa Papua berjuang di forum KTT MSG, pada saat yang
sama dihadapi oleh orang Papua piaraan Negara Indonesia (Papindo) yang
diutus resmi oleh Negara Indonesia yang dipimpin oleh Duta Besar
keliling Indonesia di Negara negara di kawasan Pasifik, Maikel Manufandu
dan Prof. Dr Baltazar Kambuaya. Banyak rombongan delegasi Indonesia
dikirim ke Noumea di Kaledonia Baru untuk menghalangi Papua Barat masuk
menjadi anggota resmi MSG.
Coba kita bayangkan, dalam forum terhormat KTT MSG ini, diramaikan oleh
dua kelompok orang asli Papua, dengan membawa dua pandangan dan dua
tujuan yang sangat berbeda. Pandangan yang satu disampaikan oleh wakil
bangsa Papua dan pandangan lain disampaikan oleh wakil bangsa dan Negara
Indonesia.
Dalam forum KTT MSG, wakil bangsa Papua menyampaikan pergulatan melawan
penindasan RI dan sekutunya dan bagaimana harus keluar dari penjajahan
itu, dengan tujuan Papua Barat merdeka penuh; dan pada saat yang sama
pula, wakil bangsa Papua dihadapkan dengan pandangan lain dari wakil
bangsa dan Negara Indonesia yang menyampaikan pergulatan NKRI untuk
menindas orang asli Papua melalui berbagai strategi dan bagaimana harus
mempertahankan penjajahan NKRI dan para sekutunya di Tanah Papua melalui
pendekatan keamanan, sosial budaya, hukum dan pembangunan kesejahteraan
yang semu. Dengan tujuan mempertahankan Tanah Papua dalam bingkai NKRI.
Dari dua pandangan dan dua tujuan yang berbeda dari wakil bangsa Papua
dan wakil bangsa Indonesia ini, akan dipertimbangkan oleh pimpinan
Negara Negara Malanesia (MSG).
Pertarungan antara wakil bangsa Papua dan wakil Negara Indonesia ini
akan berpuncak pada keputusan akhir dalam forum KTT MSG ke 19 itu yaitu:
Pertama, Apakah wakil Indonesia akan
meyakinkan pimpinan MSG tertentu dan menggagalkan upaya Papua Barat
menjadi full Anggota MSG? Jika ini yang terjadi berarti kemenangan ada
pada pihak Negara Indonesia dan para sekutunya. Kemenangan ini bukan
kemenangan luhur, kemenangan bermartabat serta demokratis, tetapi
kemenangan kotor, kemenangan rekayasa dan kemenangan karena dilandasi
oleh kepentingan ekonomi dan politik semata.
Jika kemungkinan pertama ini yang terjadi, maka negara-negara Malanesia
tertentu dipengaruhi dengan berbagai tawaran murahan dan atau
terpengaruh dengan pandangan Negara Indonesia yang bersifat retorika
belaka. Jika ini yang terjadi, maka negara-negara Malanesia masih mau
mengorbankan rakyat Papua Barat; mengabaikan tuntutan masyarakatnya; dan
mengabaikan solidaritas Malanesia serta melanggar tujuan berdirinya
forum MSG. Juga pada saat yang sama pula, negara-negara Malanesia tidak
mengakui orang Papua Barat sebagai keluarga besar Malanesia. Tetapi kita
optimis masih ada waktu di tahun-tahun mendatang dan kita punya Tuhan
yang dasyat. Dan kita akan berjuang bersama Tuhan dan dengan solidaritas
masyarakat Internasional untuk berjuang menghadapi badai dan toupun
dengan sekuat tenaga menuju pelabuhan kebebasan total.
Kedua, Apakah wakil bangsa Papua akan
berhasil meyakinkan pimpinan MSG agar Papua Barat diterima menjadi
anggota full MSG? Jika ini yang terjadi, berarti kemenangan ada pada
pihak bangsa Papua dan itu adalah kemenangan iman, kemenangan atas
kebenaran, keadilan dan kejujuran. Itulah kemenangan solidaritas
Internasional.
Jika kemungkinan kedua ini yang terjadi, maka Negara-negara Malanesia
telah mendengar suara rintihan dan harapan orang Papua selama 50 tahun
di bawah penjajahan NKRI, dan MSG pun mengakui orang Papua Barat sebagai
serumpun Malanesia. Dan kita akan maju melangkah dipimpin Tuhan bersama
dengan keluarga besar Malanesia dan juga solidaritas Internasional
untuk melewati badai dan toupun menuju pelabuhan kebebasan total.
Pada kesempatan ini, dari balik terali besi Penjara Abepura, saya menyampaikan bawah:
1). STOP GADAIKAN HARGA DIRI BANGSA PAPUA!
2). Kepada setiap pribadi yang melacurkan diri dalam perpolitikan Indonesia untuk mengadaikan perjuangan atau menghalangi perjuangan Bangsa Papua agar segera sadar, menyesal dan bertobat.
3). Kepada setiap orang Papua, jika Anda mengetahui ada anggota keluarga Anda atau suku Anda menggadaikan perjuangan luhur bangsa Papua, agar diberi peringatan tegas melalui lisan dan atau pun tulisan.
4). Kepada pimpinan MSG untuk dapat menerima Papua Barat menjadi anggota penuh di forum MSG.
5). Mari kita satukan barisan dan melangkah bersama untuk memutuskan mata rantai penindasan NKRI dan para sekutunya, menuju pelabuhan kebebasan total, yang telah lama menjadi kerinduan bangsa Papua dan para simpatisan. Amin!
Penulis: Selpius Bobii, (Ketua Umum Front Persatuan Perjuangan Rakyat Papua Barat, Juga sebagai Tawanan Politik Papua Merdeka)