Pages

Pages

Sabtu, 09 Mei 2015

Politik Ekonomi Global Mencekik Bumi West Papua

Oleh: Kudiai Mikael
Free West Papua, Foto: Ist

Tulisan ini adalah rasa gelisa saya, setelah membaca beberapa berita terkait Konferensi Asia-Afrika 2015 di Bandung-Jakarta, Menteri Luar Negeri (Menlu) Indonesia pergi mencari perhatian di negara Fasifik, dan Keputusan Para Pemimpin Melanesian Spearhead Group (MSG) soal Papua.

Awalnya karena sudah merasa dicekik oleh pikiran, dengan melihat perkembangan dunia yang begitu ambisius dengan berbagai macam politik diplomasi yang sudah dilakukan secara bertahap demi kepentingan ekonomi Global. Satu alasan saya juga dalam menuliskan tulisan ini adalah, mengajak kawan-kawan untuk mencoba melihat lebih jauh soal perkembangan ekonomi dunia dan nasib bangsa Papua ke depan.

Membaca situasi Konferensi Asia-Afrika dalam politik ekonomi global, seperti ditulis daripojoksatu.id edisi 20 April 2015 dituliskan bahwa pada 22-23 April 2015 berlangsung pertemuan tingkat kepala negara (Leaders Meeting). Cara dan solusi mengatasi tantangan global akan dibahas para kepala negara. Selain itu para partisipan juga berbagi pengalaman untuk meningkatkan pembangunan ekonomi di negara Asia dan Afrika. Terdapat pula event Asian-African Business Summit yang digelar 21-22 April di Jakarta sebagai acara pendamping. Event tersebut akan membahas kerjasama ekonomi dan bisnis di antara negara Asia dan Afrika.

Hal utama yang membenarkan kepentingan Indonesia sebagai tuan rumah KAA 2015 adalah sebuah kepentingan ekonomi Indonesia untuk Negara-negara Asia dan Afrika, yang ditambahkan lagi dengan beberapa Negara Fasifik.

Titik temu perjanjian dalam persoalan Papua saat ini berada pada soal kerjasama pembangunan ekonomi tersebut dalam KAA 2015. Ekonomi melegitimasikan kerjasama Negara-negara yang hadir pada KAA 2015 tersebut.

Power Indonesia soal ekonomi saat ini adalah kekuatan Bumi Papua yang kaya akan kekayaan alam, tambang, mineral, dan berbagai macam sumber daya alam yang melimpah. Kekayaan alam Papua menjadi target utama kepentingan Indonesia dalam mencari perhatian dunia dengan berbagai diplomasi KAA 2015.

Disamping soal pembangunan ekonomi, bisnis antar Negara Asia-Afrika menjadi tujuan diadakannya KAA 2015. Bicara soal bisnis berarti kepentingan penanaman modal orang Papua akan berjalan secara cepat, dan penanaman investasi asing pun, Papua akan menjadi target utama perusahan kapitalis masuk.

Ekonomi dan Bisnis menjadi kepentingan pemodal Negara kapitalis demi kepentingan negaranya. Secara tidak langsung kaum pemilik tanah akan tersingkirkan dan terbuang karena saat ini ras tidak akan menentukan, kulit tidak akan menentukan, bangsa tidak akan mementukan, tetapi ekonomi dan kehidupan yang akan mementukan nasib bangsa dan Negara pada era global ekonomi ini.

Sama seperti apa yang sudah dikatakan Soekarno sendiri, seperti dikutip dari tulisan ‘Aneksasi Papua, Soal Untung dan Rugi Indonesia' oleh Sanimala Bastian di majalahselangkah.com, bahwa melalui Harian Suluh Indonesia Muda pada 1928, aktivis kemerdekaan Indonesia, Pada 1964 setelah naik kasta jadi presiden, argumen itu diangkat dalam bukunya, Di Bawah Bendera Revolusi. Ia antara lain menulis demikian:
Kapitalis Dunia, Foto: Ist

"Soal jajahan adalah soal rugi atau untung. Soal ini bukanlah soal kesopanan atau kewajiban; Soal ini adalah soal mencari hidup, soal business. Semua teori-teori tentang soal jajahan, baik yang mengatakan bahwa jajahan itu terjadinya ialah oleh karena rakyat yang menjajah itu ingin melihat negeri asing, maupun yang mengatakan bahwa rakyat pertuanan itu hanya ingin mendapat kemasyhuran sahaja, ... Semua teori-teori itu tak dapat mempertahankan diri terhadap kebenaran teori yang mengajarkan bahwa soal jajahan ialah soal rejeki, soal yang berdasar ekonomi, soal mencari kehidupan." (Soekarno, 1964).

Soal jajahan adalah soal untung dan rugi; soal semua teori-teori tidak dapat mempertahankan diri terhadap kebenaran teori yang mengajarkan bahwa soal jajahan ialah sejeki, soal bersandar ekonomi, dan soal mencari nafka.

Kebenaran ini terbukti, saat ini dunia tidak lagi seksi, semua terjerumus pada kepentingan ekonomi, karena soal jajahan atau pemusnahan adalah soal untuk mencari Hidup. Indonesia saat ini tidak menginginkan orang Papua untuk hidup, sama sepeti yang dikatakan Soekarno hingga pembawaan menterinya sendiri.

Dunia sudah tidak seksi, semua hanya mencari keuntungan. Semua menjadi hantu yang pergi mencari mangsa dan mencuri kekayaan orang lain. Indonesia adalah Negara yang licik. Kelicikannya sudah terbukti kebenaranya. Hal ini terbukti juga ketika Indonesia dengan keras merebut West Papua dari tangan Belanda, yang hanya akan dibuat sebagai daerah jajahan Indonesia untuk menguras kekaayaan alam Papua demi kepentingan orang luar Papua, dan Negara-negara kapitalis.

Berikutnya, Menteri Luar Negeri (Menlu) Indonesia, Retno Marsudi yang pergi mencari perhatian di negara Fasifik. Salah satu alasan mendasar yang juga kita orang Papua sudah tahu tentang perginya Menlu Indonesia ke Negara-negara Fasifik seperti ditulis dari radionz.co.nz, edisi 6 Maret 2015 sudah dikomentari keras oleh Sekretaris Jenderal (Sekjen) United Liberation Movement for West Papua (ULMWP), Octovianus Mote. Bahwa Menteri Luar Negeri Indonesia, Retno Marsudi menjanjikan uang darah untuk peningkatan kapasitas MSG saat kunjungan ke Papua New Guinea, Solomon Islands dan Fiji. Marsudi saat mengunjungi ke Papua New Guinea, Solomon Islands dan Fiji telah menjanjikan US$ 20 juta untuk program peningkatan kapasitas MSG.

Mote juga menambahkan, satu-satunya cara yang Indonesia lakukan adalah dengan memberikan uang. Tapi dari mana uang ini berasal? Uang ini adalah uang darah. Uang yang berasal dari Papua Barat. Indonesia tidak memiliki sumber daya alam, kecuali dari PT Freeport yang manghasilkan tambang terbesar di Papua, dan dari British Petroleum yang menghasilkan proyek gas terbesar di Papua, disamping itu juga dari berbagai sumber daya alam lainnya di Papua Barat.

Yang paling terpenting disini adalah sumber kekayaan orang Papua menjadi target utama pemerintah Indonesia melakukan penyeladapan dan pencurian demi kepentingan Indonesia mempertahankan Papua sebagai daerah teritorinya.

Soal kekayaan alam, kita akan kembali lagi dengan apa yang sudah dikatakan oleh Soekarno, bahwa jajahan adalah soal untung dan rugi Indonesia. Indonesia saat ini tidak mementingkan, apakah Papua mau maju atau tidak? Yang penting adalah kekayaan orang Papua.

Yang disambung lagi oleh Jendral Ali murtopo, kami tidak mengingkan manusia Papua, tetapi yang kami inginkan adalah kekayaan alam Papua. Watak Soekarno dan Ali Murtopo sudah terbentuk dan menjadi sikap pembawaan hingga kepemimpinan Presiden Jokowi saat ini. Ini semua terbukti kebenarannya bahwa pusat perhatian Menlu Indonesia melakukan hubungan dengan Negara-negara Fasifik dengan memberikan uang yang tidak sedikit jumlahnya adalah cara-cara pemusnahan dan pembunuhan orang Papua secara teristematis.

Yang lebih rill dan nyata soal persoalan Papua sat ini juga, adalah dengan membayar uang darah tersebut, Indonesia secara sadar berusaha untuk menggagalkan perjuangan orang Papua melalui ULMWP yang sesudah mengajukan Aplikasi demi penentuan nasib sendiri bagi bangsa Papua. Disamping pengajuan yang sudah diajukan oleh ULMWP, situasi Papua sudah jauh dibungkam ruang demokrasinya. Rakyat hanya melakukan sosialisasi ULMWP pun dibubarkan paksa oleh Indonesia dengan berbagai macam cara. Penganiayaan, pemusnahan, pembunuhan, penculikan sudah terjadi terus-menerus hingga sampai saat ini.

Dan yang terakhirnya adalah Keputusan Para Pemimpin MSG soal Papua. Soal keputusan para petinggi pemimpin MSG sebenarnya tidak menyinggung soal perjuangan dan diplomasi dan pengajuan aplikasinya, tetapi titik berat tulisan ini adalah lebih memandang dari kepentingan ekonomi global yang diselipkan dalam keputusan tersebut.

Seperti ditulis dari tabloidjubi.com edisi 21 Juni 2013, bahwa Para pemimpin negara-negara MSG yang terdiri dari Fiji, Kepulauan Solomon, Vanuatu, Papua New Guinea dan FLNKS telah memutuskan hasil MSG Leaders Summit yang merupakan hasil final dari pertemuan ke-19 para pemimpin negara-negara Melanesia ini. Keputusan yang disebut Komunike bersama ini terdiri dari 44 point yang diantaranya merupakan perjanjian perdagangan, peningkatan kemampuan teknis, keuangan, perubahan iklim, pertukaran pengetahuan dan aplikasi WPNCL.

Yang menjadi catatan kita dalam keputusan ini adalah, adanya keputusan soal perjanjian perdagangan, peningkatan kemampuan teknis, dan keuangan. Kerasnya pencuri Indonesia dan Amerika sudah melebihi batas-basat sosok pencuri, dan kekayaan alam Papua sudah menjadi landasan kehancuran bagi para pemilik tanah tersebut. Sekarang dalam ruang diplomasi tersebut, terselipkan adanya perjanjian perdagangan, peningkatan teknis, dan keuangan tersebut akan mengarahkan semua ini pada sebuah tingkat dimana, ekonomi menjadi sebuah tuntutan utama untuk menjadi hidup sebuah Negara.

Kalau seperti ini, apakah Papua akan bebas dan merdeka 100%?, ataukah orang Papua akan merdeka hanya sebatas retorika?  Ataukah juga orang Papua akan merdeka, tetapi kemerdekaan itu dirasahkan oleh kaum-kaum penguasan, tetapi rakyat akan dimarjinalkan dan ditindas terus? Mungkin pertanyaan-pertanyaan ini bisa kita jawab dalam melihat perkembangan ekonomi global yang menjadi-jadi di dunia.
Fillep Karma: Indonesia Memandang dan memperlakukan
kami orang Papua seperti setengah binatang

Sekarang bagaimana merangkai ketiga kepentingan di atas! Papua yang kaya akan kekayaan alam, terdiri dari emas, tambang, mineral, minyak bumi, tanahnya yang subur, lautnya yang indah, pusat pariwisata, hutannya yang luas, lembah yang indah, kebudayaannya yang unik, dan masih banyak sekali tersimpan kekayaan alam lainnya, menjadi pusat perhatian dunia saat ini. Mulai dari keputusan yang dibuat pimpinan MSG, berlanjut dengan politik Indonesia yang dilakukan oleh Menlu Indonesia ke Negara Fasifik, hingga KAA 2015 yang akan kita saksikan besama di Bandung-Jakarta, semua terarah pada kepentingan ekonomi global yang menjadi perhatian penuh kepada kekayaan alam Papua.

Ini bukan lagi rahasia baru bagi kita. Dari tulisan singkat ini, bisa disimpulkan bahwa, Politik Ekonomi Global sedang Mencekik Bumi Papua. Bumi Papua yang terdiri dari manusia Papua, benda mati, benda hidup, hewan, dan semua isi yang ada, dicekik seakan kita sedang marah kalau kita sedang dicekik habis dan tidak berdaya, dan kita tidak sadar kalau semua isi yang ada dalam Bumi Papua sedang dirampas dan dicuri habis.

#PapuaHarusMerdeka100% 

Penulis adalah Sekertaris Aliansi Mahasiswa Papua [AMP] Komite Kota Yogyakarta.


http://ampjogja.blogspot.com/2015/05/politik-ekonomi-global-mencekik-bumi.html