Ketua Sinode Gereja Kemah Injil (Kingmi) Tanah Papua, Pendeta Dr. Benny Giay, Ph.D. Foto: Dok MS
Nabire, MAJALAH SELANGKAH -- Ketua Sinode Gereja Kemah Injil (Kingmi) Tanah Papua, Pendeta Benny Giay kembali mengritisi kebijakan pemekaran daerah yang dilakukan pemerintah Indonesia di tanah Papua. Benny menilai, pemekaran di tanah Papua tidak memberi banyak mafaat bagi orang asli Papua.
"Mereka ambil tanah kita dan orang lain menjadi tuan. Jakarta bikin pemekaran di Papua, dia bawa tanah dari jakartakah? Tidak. Dia ambil kita punya tanah untuk bawa dia punya orang. Orang asli Papua tersingkirkan."
Demikian ditegaskan Doktor Benny dalam orasi ilmiah pada senat terbuka dalam rangka wisuda sarjana Sekolah Tinggi Teologi (STT) Walter Post Jayapura Kampus II Nabire tahun ajaran 2014/2015 di Gereja Efata Karang Tumaritis Nabire Papua, Jumat, (6/3/2015).
Dijelaskan, pemekaran kabupaten dan provinsi di tanah Papua dilakukan Jakarta selama pelaksanaan Otonomi Khusus (Otsus). Ia (pemekaran) adalah cara lain Jakarta untuk membawa datang orang untuk mengambil hak-hak orang asli Papua oleh orang-orang seberang.
"Otsus itu roti yang dibuang ke hadapan dua ekor anjing. Yang satu gemuk dan kuat yang satu kurus, kaskado, dan lemah. Yang gemuk dan kuat ambil semua roti. Sama dengan itu sudah Otsus. Roti itu diambil oleh orang lain. Orang yang Jakarta kirim. Kita hanya telan-telan air liur di atas tanah kita. Kenapa kita nonton saja, mari kita olah tanah kita yang subur untuk kita dan jaga tanah kita untuk masa depan anak kita. Kita harus maju dari apa yang kita punya," ajak Giay.
Benny juga mengingatkan kepada para pendeta yang diwisuda maupun pendeta di tanah Papua agar dapat memahami bagaimana kebijakan Otsus di Papua selama 10 tahun ini telah membuka arus migrasi dan telah meminggirkan rakyat asli Papua.
"Otsus ini sudah buka arus migrasi, jalan su buka, kamu pendeta-pendeta ini harus perhatikan itu. Kamu bicara. Bicara tentang apa yang jemaat kamu alami dan hadapi. Dulu, Sentani tidak ada apa-apa, tapi sekarang penuh dengan rumah took (ruko). Itu tanda zaman. Orang lain tanam benih, ada saatnya orang akan tuai. Lalu, orang Papua, kamu pendeta-pendeta bikin apa?"
"Kalau kita tidak mengerti atas apa yang terjadi ini maka kita siap tergilas. Maka, kita sebagai gereja, bagaimana kita bersikap," kata Benny kepada 24 Sarjana Theologi yang diwisudai tesebut.
"Kamu bisa lawan keadaan inikah, anak-anak kamu aibon semua. Apakah bisa jaga negeri ini. Apakah bisa jaga tanah kamu. Mari kita semua, semua suku bangsa di Papua, mari benahi keluarga. Didik anak-anak agar kelak, anak-anak bisa membangun bangsanya," pesan Giay.
Lebih jauh dalam orasi ilmiah itu, Benny menyampaikan, "Yang harus dilakukan jemaat dan harus para pendeta ingatkan kepada jemaat adalah atur keluarga baik-baik. Suami dan istri bersatu mendidik anak, kasih gizi baik, ajak ke sekolah minggu, antar ke sekolah, setelah besar sekolahkan dia. Kalau ada uang pakai baik-baik, jangan habiskan. Tabung untuk biaya pendidikan anak. Jangan tinggalkan anak anda. Setiap orang tua bertanggung jawab atas anaknya. Orang sediakan waktu belajar di rumah buat anak." (Yermias Degei/MS)
Sumber : www.majalahselangkah.com