Pages

Pages

Selasa, 24 Februari 2015

Waaaaaow...Lagi-lagi Jurnalis di Merauke Dipersoalkan Oleh Pejabat?

Ilustrasi kebebasan Pers
MERAUKE,SPIDER - Sepatutnya para pejabat di Merauke memahami UU No 40 tahun 1999 tentang Pers,seringnya Jurnalis atau wartawan di laporkan kepada polisi hingga menyebabkan para pelaku kuli tinta di Merauke Papua banyak yang terkesan ketakutan,setiap kali akan menulis terkait kebobrokan para pengemplang uang rakyat (Para Koruptor-red) harus berhadapan dengan hukum juga terancam jiwannya serta para jurnalis mengalami ketakutan. 

Beberapa bulan publik dihebohkan dengan berita penguasa Merauke yang penulisnya telah dipolisikan,kini giliran seluruh awak media di Kabupaten sarang koruptor itu digugat oleh Philipus Betaubun rektor Universitas Negeri Musamus (Unmus) Merauke.
Pasalnya rektor tersebut sempat mengancam akan menggugat beberapa jurnalis terkait pemberitaan komentar dari dua dosen yaitu Jeremias Martinus Patty dan Mulyadi Alriyanto Tajuddin yang telah membongkar deretan persoalan yang ada di Musamus itu kini terancam dipidanakan. 

Gugatan Rektor Musamus yang ditujukan pada berbagai media yang telah mewartakan dirinnya berupa perdata dan pidana.Menurut Philipus Beataubun,alasan dirinya menggugat para awak media tersebut karena sudah beberapa hari belakangan ini sudah mendatangi Dewan Pers di Jakarta terkait pemberitaan atas dirinya atas komentar 2 dosen yang marak diberitakan oleh berbagai media itu.

Namun demikian,Rektor Unmus ini juga menjelaskan melalui siaran Persnya di ruang kantor rektorat Unmus Jumat,(20/2) yang di dampingi oleh para pejabat Unversitas itu sambil mengumpulkan bukti-bukti pemberitaan tulisan dari berbagai media yang akan menjadi bahan laporannya.Menurut saran dari pihak Dewan Pers,kata Philipus,bila bukti-bukti berupa tulisan dari semua media cetak, online maupun elektronik, agar dikumpulkan,”Terang rektor menirukan pihak Dewan Pers yang dilangsir oleh sumber beberapa media di Merauke. 

Lebih lanjut kata Philipus,Memang saat pertama kali pemberitaan diangkat, saya ditelpon dan memberikan keterangan kepada para wartawan,” katanya. 

Namun yang menjadi ketidakpuasannya adalah muncul beberapa kali pemberitaan belakangan muncul disampaikan oleh dosen ilmu hukum Unmus itu, Jeremias Martinus Patty dan Mulyadi Alriyanto Tajuddin , tidak memberikan ruang bagi bersangkutan untuk bicara .“Saya hanya menyampaikan terimakasih atas pemberitaan yang ditulis oleh rekan-rekan wartawan. 

Nanti semua tulisan tersebut, akan dibuktikan kemudian di pengadilan. Karena kita mempunyai dasar hukum dan semua itu baru akan terbuka dalam persidangan nanti,” ujarnya. Philipus juga menegaskan, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang penyampaian pendapat di muka umum, harus ada izin. 

Namun demikian, dirinya tetap berargumentasi bahwa semua itu akan dibuktikan di pengadilan baik secara pidana maupun perdata. “Saya sudah menyiapkan tim pengacara baik dari Jakarta maupun di Merauke untuk menghitung kerugian lembaga serta kerugian pribadi saya. 

Semuanya itu akan diuji di pengadilan dan kami minta agar jurnalis yang menulis, harus memiliki identitas lengkap,” Ancamnya. Ditambahkan lagi, dirinya tidak suka jika lahan pribadi orang diurus tetangga. Dan, perlu diketahui bahwa tata kerja dari Unmus, sudah ada dan pihaknya bekerja berdasarkan keputusan menteri bukan rektor. 

“Ya, tulisan yang dibeberkan oleh wartawan, tetap saya hormati. Tetapi nanti kita sama-sama buktikan di pengadilan,” ujarnya. Menyinggung tentang status dua dosen yang diskorsing yakni Jeremias Martinus Patty dan Mulyadi Alriyanto Tajuddin, Philipus mengaku, pihaknya tidak bicara tentang status mereka, tetapi aturan main dari seorang jurnalis yang dijalankan dalam menulis berita. 

“Saya juga menyampaikan terimakasih kepada bupati Merauke, Romanus Mbaraka yang mengatakan, itu adalah permasalahan intern kampus dan harus diselesaikan secara ke dalam. Pak Bupati tahu persis tentang peraturan menteri yang berlangsung di Unmus,” katanya. Sementara itu, Kabag Ops Polres Merauke, Kompol Marthen Koagouw mengatakan, jika permasalahan tersebut mengarah kepada unsur pidana, maka pihaknya menunggu laporan lebih lanjut dari Unmus. “Ya, kalau belum menjurus ke pidana, tentunya bisa diselesaikan di intern kampus,” tuturnya.

Ketua Aliansi Jurnalis Independen Kota Jayapura, Victor Mambor, mengatakan semestinya rektor Unmus mengacu pada UU Pokok Pers No 40 Tahun 1999. ” Pasal 1 ayat 11 jelas memberikan peluang hak jawab kepada seseorang atau sekelompok orang untuk memberikan tanggapan atau sanggahan terhadap pemberitaan berupa fakta yang merugikan nama baiknya. Ayat 12, tentang hak koreksi adalah hak setiap orang untuk mengoreksi atau membetulkan kekeliruan informasi yang diberitakan oleh pers, baik tentang dirinya maupun tentang orang lain.

Apakah ini sudah dilakukan oleh Pak Rektor?” Tanya Mambor yang dirilis media Jubi. Lanjut Mambor, Rektor Unmus seharusnya paham, dalam ranah pers gugatan perdata maupun pidana hanya bisa dilakukan setelah tahapan hak jawab, hak koreksi, pengaduan ke Dewan Pers, proses perdata menemui jalan buntu. 

“Dan untuk proses pidana, pelapor harus menandatangani surat pernyataan yang berisi permohonan melakukan proses pidana. Ini sesuai dengan MoU antara Kapolri dengan Dewan Pers tahun 2012 lalu. Jadi kembali ke awal, apakah tahapan-tahapan itu sudah ditempuh?” tambah Mambor. 

Sangat disayangkan sekali keadaan para kuli tinta di Merauke yang sering disoal oleh para pejabat,lagipula terkesan pihak polisi juga masih belum memahami arti serta makna dari UU No.40 tahun 1999 yang ditambah dengan Mou dari pihak Polri bersama Dewan Pers,sangat mudahnya menyoal hingga mempolisikan terhadap wartawan padahal semua ada mekanismenya dan aturan.

Pejabat Merauke sangat gampang sebut-sebut Dewan Pers yang mendukung para pejabat,namun demikian peryataan itu seharusnya harus dibuka melalui rekomendasi tertulis bila sudah dibenarkan oleh pihak dewan Pers Media atau tulisan tersebut bukan produk Jurnalistik. 

Anehnya lagi,bila memang itu benar kok mudahnya pihak Dewan Pers mengeluarkan rekomendasi terkait peryataannya itu,kalau demikian berarti dewan Pers selama ini bukan untuk melindungi para wartawan yang ditugaskan di daerah Zona Merah yakni Merauke justru terkesan membela para Koruptor.(Imam /Tim Spider)