Pages

Pages

Minggu, 08 Februari 2015

Pengacara HAM Australia, Jennifer Robinson Sambut Baik Dukungan PNG untuk Papua Barat

Juru Bicara Ppersatuan Pergerakan Pembebasan untuk Papua Barat (ULMWP) Benny Wenda bersama Pengacara hak asasi manusia (HAM) terkemuka Australia, Jennifer Robinson. Foto: Ist
Australia, MAJALAH SELANGKAH -- Pengacara hak asasi manusia (HAM) terkemuka Australia, Jennifer Robinson seperti dirilis abc.net.au, Sabtu (7/2/15)  menyambut baik  pernyataan dukungan untuk Papua Barat yang dikemukakan oleh  Perdana Menteri Papua Nugini (PNG), Peter O'Neill.

Dirilis The National edisi Jumat (6/2/2015),  Perdana Menteri Papua Nugini (PNG), Peter O'Neill dalam pertemuan dengan para pemimpin PNG pada Kamis (5/2/2015) lalu  membuat pernyataan dukungan pada Bangsa Papua Barat seperti.

"Kadang-kadang kita lupa keluarga kita sendiri, saudara-saudara kita sendiri, terutama di Papua Barat," kata O'Neill.

"Saya pikir, sebagai negara, sudah saatnya bagi kita untuk berbicara tentang penindasan rakyat kita di sana (Papua Barat)," kata ONeill.

Jennifer Robinson yang telah lama mengadvokasi soal gerakan kemerdekaan di provinsi Papua Indonesia, mengatakan, perubahan hati  Mr O'Neill pada pelanggaran hak asasi manusia di provinsi Papua Barat adalah perkembangan besar.

"Ini adalah perubahan yang sangat besar - untuk pergi dari mencoba untuk menutup pengibaran bendera Papua Barat (tahun 2013) untuk berbicara secara terbuka tentang mendukung penindasan Papua Barat dan penindasan Melanesia di Papua Barat," katanya dikutip abc.net.au.

"Ini merupakan perkembangan yang sangat besar dan saya pikir itu adalah bukti kampanye yang sedang berlangsung dan bukti kekuatan gerakan dan dukungan penduduk di Papua Nugini."

Dia mengatakan,  hubungan dengan Indonesia sebelumnya baik dan pemerintah di PNG tetap diam tentang isu-isu hak asasi manusia di Papua Barat, meskipun dukungan vokal dari para pemimpin Melanesia lainnya termasuk di Vanuatu telah ada.

"Seperti yang kita lihat di Vanuatu, sudah ada kritik keras oleh pemilih setempat dalam menanggapi kegagalan pemerintah menaikkan Papua Barat di wilayah Melanesia dan saya pikir Papua Nugini dan perdana menteri mungkin mulai merasa bahwa tekanan yang demokratis seperti yang kita lihat semakin besar, di media sosial banyak orang berbicara tentang masalah ini," kata Robinson.

"Ini perkembangan yang sangat welcome," tuturnya.

"Saya pikir mereka akan sangat prihatin dan mereka seharusnya: ini menunjukkan bahwa Indonesia tidak bisa terus tutup pada gerakan Papua Barat untuk kemerdekaan dan klaim mereka untuk menentukan nasib sendiri."

Gerakan Pembebasan untuk Papua Barat (ULMWP), telah mengajukan keanggotaan MSG awal pekan ini.

Kelompok ini (MSG) terdiri dari negara-negara Melanesia dari Fiji, PNG, Kepulauan Solomon, Vanuatu, dan kelompok yang mewakili Kanak adat di Kaledonia Baru.

Robinson mengatakan ada laporan Indonesia telah membentuk gugus tugas untuk menyelidiki aplikasi keanggotaan.

"(Presiden Indonesia Joko Widodo) telah datang ke dalam kekuasaan dan menjanjikan perubahan untuk Papua Barat, tetapi apa yang kita lihat adalah status quo."

"Kepemimpinan Melanesia mulai melihat bahwa ada tidak akan menjadi perubahan dan berdiri. Saatnya Indonesia benar-benar menempatkan ini di atas meja dan mulai berbicara tentang bagaimana menemukan respon yang bermartabat untuk masalah ini," katanya.

Kepala Komisi Nasional Indonesia tentang Hak Asasi Manusia, Hafid Abbas, mengatakan Indonesia tidak ingin membuat masalah diplomatik dengan tetangganya, tetapi mengatakan dia berharap pemimpin Indonesia akan meminta klarifikasi PNG pada komentar Mr O'Neill.

"PNG adalah tetangga kita, kita harus ... bekerja sama dalam semua aspek pembangunan kita. Saya berharap bahwa presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden (Jusuf) Kalla dan Menteri Luar Negeri Retno (Marsudi) akan mengunjungi Papua Nugini untuk membuat klarifikasi karena sebagai tetangga kita harus merasa percaya diri yang lebih kuat untuk campur tangan dalam masalah internal kami," katanya.

Dia mengatakan Indonesia negera demokrasi baru, setelah menggulingkan rezim otoriter pada 16 tahun yang lalu, dan mengatakan, pemerintah punya"komitmen yang besar untuk mempromosikan hak asasi manusia". (GE/ abc.net.au/MS)


Sumber :  www.majalahselangkah.com