Pages

Pages

Selasa, 24 Februari 2015

Ngotot Bangun Mako Brimob, FMJ-PT: Bupati Jayawijaya Punya Kepentingan Politik

Juru Bicaa (Jubir) FMJ-PTP, Mulli Wetipo (Foto: Elisa Sekenyap/Suara Papua

WAMENA, SUARAPAPUA.com – Juru bicara Forum Masyarakat Jayawijaya se-Pegunungan Tengah Papua (FMJ-PT), Muli Wetipo, menilai pernyataan Bupati Jayawijaya, Wempi Wetipo, yang tetap ngotot untuk membangun Mako Brimob, dianggap sebagai kepentingan politik pribadi.

“Apa yang disampaikan Bupati itu adalah kepetingan sepihak. Lahan di Molama itu pemiliknya ada bahkan sampai saat ini pemerintah daerah ngotot bangun Mako Brimob itu, sebenarnya tingkat koordinasinya sejauh mana dan dengan siapa?” tanya Muli kepada Bupati Jayawijaya, saat diwawancarai suarapapua.com di Wamena, Senin (23/2/2015) siang.

Menurut Muli, hingga saat ini kejelasan itu belum ada, dan yang terpenting, lanjut Muli, adalah perlu adanya kajian-kajian yang dihasilkan oleh pihak eksekutif untuk pembangunan Mako Brimob. 

“Kajian seperti apa yang dihasilkan oleh eksekutif? Karena kami lihat selama ini bicara tanpa ada kajian pasti dan persoalan apa yang menimbulkan hingga Mako Brimob harus dihadirkan,” ungkap Muli.

“Kami harap pihak eksekutif jangan hanya melontarkan isu yang tanpa sesuai kebutuhan rakyat hari ini, karena kita lihat rakyat Jayawijaya tidak butuhkan Mako Brimob, tetapi yang terpenting dibutuhkan oleh masyarakat adalah bidang kesehatan, pendidikan dan infrastruktur,” ujar Muli tegas.

Muli juga berharap kepada eksekutif untuk segera mempublikasikan kajian-kajian terkait rencana pembangunan Mako Brimob, sebab pihaknya yakin pembangunan Mako Brimob tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat. 

Sementara itu, Yan Lagowan menyatakan, koordinasi telah dibangun dengan pihak hak ulayat yang disampaikan bupati itu termasuk koordinasi sepihak, karena pihaknya telah melakukan koordinasi dengan semua kepada suku pemilik tanah dan rata-rata mereka menolak.

“Kalau perlu bupati sampaikan ke publik yang terima siapa. Soalnya data semua ada di saya untuk bikin penolakan, dan itu kami sedang siapkan untuk serahkan saat dialog bersama nanti sehingga bupati tidak bisa ambil kebijakan sepihak atau sewenang-wenang untuk mendirikan Mako Brimob di Molama,” tegas Yan.

Hal senada disampaikan juga oleh Theo Hesegem, Ketua Jaringan Advokasi Hukum dan HAM Pegunungan Tengah Papua.

Menurut Theo, rencana pembangunan Mako Brimob itu diakui bagian dari kebutuhan atas pemekaran akan kabupaten dan provinsi yang ada, tetapi, lanjut Theo, perlu ada kesepakatan dengan semua pihak tidak hanya disetujui oleh Pemerintah Daerah.

“Saya pikir kesepakatan untuk taruh mako brimob itu perlu ada kesepakatan dalam arti bahwa pemerintah, legislatif, masyarakat, tokoh agama dan adat perlu duduk sama-sama untuk membicarakan soal itu,” tegas Theo.

Yang terjadi saat ini kata Theo, ada dua bagian yang saling ngotot. Pemerintah bersikap keras untuk bangun Mako Brimob, sedangkan FMJ-PTP bersama semua elemen masyarakat menolak untuk membangun Mako Brimob.

“Jadi saya sarankan supaya kedua bela pihak untuk buat diskusi publik untuk bicarakan hal itu lebih lanjut yang difasilator oleh DPRD, yang mana dari kedua bela pihak memberikan alasan masing-masing sehingga itu memberi rasa kepuasan terhadap masyarakat,” ujar Theo.

Selain itu, lanjut Theo lagi, tempat hak ulayat itu harus diakui oleh Pemerintah Daerah (Pemda), apakah masyarakat pemilik hak ulayat mengijinkan untuk bangun atau tidak, sehingga keterlibatan mereka turut bicarakan soal kehadiran Mako Bromob.

Theo menegaskan, jika mereka tidak dilibatkan lalu dipaksa untuk membangun Mako Brimob, menurutnya ini sikap yang kurang baik.

“Jadi sekali lagi saya menyarankan supaya tingkat koordinasi itu sangat penting dilakukan, kalau koordinasi baik semua akan berjalan baik tanpa hambatan,” terang Theo.

Sebelumnya, Senin (23/2/2015) mereka melakukan audiens dengan Ketua Sementara DPRD Kabupaten Jayawijaya untuk menanyakan aspirasi mereka terkait penolakan Mako Brimob tiga minggu lalu.

Namun keterangan FMJ-PTP berdasarkan penyampaian Ketua DPRD sementara, Taufik Petrus Latuihamalo mengatakan bahwa alat kelengkapan dewan belum terbentuk, karena belum ada rekomendasi dari berbagai pihak guna segera dilantik.

Karena itu, FMJ-PTP minta ke DPRD untuk segera mungkin kelengkapan itu dibentuk dan dilantik karena sebab kelengakapan itu sangat berpengaruh dengan daerah ini.

Pihaknya juga minta, supaya kepentingan eksekutif maupun legislatif atau kelompok pribadi disingkirkan dan berpikir sama-sama untuk kepentingan rakyat.

Pihak FMJ-PTP juga mensinyalir dibalik ini ada apa sebenarnya. Pihaknya juga berharap segera buka ruang dialog atau diskusi yang sebelumnya sudah sampaikan.

Editor: Mikael Kudiai

ELISA SEKENYAP

Sumber : www.suarapapua.com