Mahasiswa Papua se-Jawa dan Bali gelar aksi di depan gedung DPR-RI (Foto: Ist) |
"Poso 10 tahun nggak selesai-selesai, apalagi sekarang sudah sekitar 120 warga asing masuk ke sana untuk berjihad," ungkap Kumolo, politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), saat menggelar rapat koordinasi di Jakarta, Senin (23/2/2015) siang.
"Instruksi mereka kalau nggak bisa jihad di Suriah, ya jihad lah di Poso, karena itu, dia memaklumi banyak investor yang resah mengenai keamanan di Tanah Air," katanya.
Kumolo mengakui ihwal keamanan di Indonesia masih belum maksimal. Apalagi di daerah perbatasan. Karena itu, pemerintah terus merapihkan soal perbatasan tersebut. Begitu juga jalur laut menuju pulau-pulau terluar Indonesia.
"Selain Poso, sering terjadinya keributan antar suku di NTT, Papua dan Papua Barat," kata Kumolo.
Keributan-keributan itu, kata Kumolo, juga menyumbang keresahan bagi Investor yang akan menanamkan modalnya.
"Daerah Papua dan Papua Barat sama-sama luar biasa (masalahnya). Kemudian juga NTT," ujar Kumolo.
Sementara itu, Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) menyatakan, sejak awal rakyat Papua telah menolak kehadiran PT. Freeport Indonesia dan seluruh perusahan asing milik negara-negara imperialis di tanah Papua.
"Kami juga mengkritik rencana pemerintah Provinsi Papua menggandeng investor asal China untuk membangun smelter di Timika," kata Roy Karoba, aktivis AMP.
Ketua Umum AMP, Jefri Wenda mengatakan, solusi untuk rakyat Papua Barat hari ini adalah pemerintah Indonesia menutup berbagai perusahan asing yang beroperasi di tanah Papua, terutama Freeport.
"Ini cara yang paling baik untuk selamatkan rakyat Papua dari berbagai tindak kejahatan kemanusiaan, dan pemusnahan orang asli Papua yang sedang terjadi saat ini," kata Wenda, kepada suarapapua.com, beberapa waktu lalu.
Editor: Oktovianus Pogau
MIKAEL KUDIAI
Sumber : www.suarapapua.com