Pages

Pages

Sabtu, 03 Januari 2015

WACANA DIALOG JAKARTA - PAPUA

Wacana Dialog Papua - Jakarta
Sekertaris Umum Komite Nasonal Papua Barat, Ones Suhuniap. Foto: Ist.

Dialog Babak Pertama.
Pasca pemerintahaan Orde Baru (Jendral Soeharto) tumbang 1998, bangsa Papua Barat membentuk Tim 100 untuk melakukan lobi-lobi politik, Tim 100 di bawah kepemimpinan Tom Beanal ke Jakarta bertemu dengan Presiden Republik Indonesia, Baharudin.J.Habibie. Tom Beanal dalam pertemuan dengan B.J.Habibie meyerahkan proposal aspirasi tuntutan kemerdekaan bangsa Papua Barat, Presiden menjawab dengan kata” Pulang dan Renungkan” artinya bangsa Papua Barat pikir baik-baik soal aspirasi Papua Merdeka.
Ternyata di balik konsep Dialog Papua – Jakarta yang ditawarkan Tim 100 dalam pertemuannya di Jakarta tahun 2000 tidak mendapat respon baik dari Presiden B.J.Habibie, proposal mengenai tuntutan kemerdekaan dijawab dengan Undang-undang No. 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus (Otsuas Papua), UU – Otsus sangat bertolak belakang dengan keinginan Rakyat Papua Barat yang berkehendak memisahkan diri dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), merdeka secara berdaulat di atas tanah airnya sendiri.
Sikap Tim 100 dalam berdialog dengan Jakarta terkesan bersungut-sungut kepada Jakarta alias mengemis kemerdekaan, sikap Tim 100 merupakan tindakan yang konyol, karena di dunia ini belum ada pengalaman sejarah yang mengajarkan kemerdekaan suatu Negara yang dirahi di atas kertas putih berdasarkan perjanjian/kompromi politik (Dialog/Perundingan). OTSUS bukan bagian dari aspirasi rakyat Papua Barat, tetapi OTSUS adalah murni keberpihakan poltik peredam aspirasi Papua Merdeka oleh Jakarta untuk Papua yang dihasilkan berdasarkan kompromi politik melalui Dialog, Tim 100 gagal menyuarahkan aspirasi tuntutan kemerdekaan rakyat Papua Barat.
Dialog Babak Kedua.

Konsep Dialog serupa sekarang lagi di gagas oleh segelintir orang yang mengklaim diri Jaringan Damai Papua (JDP), di dalam tubuh JDP terjaring banyak kelompok abu-abu yang mengatasnamakan rakyat Papua Barat, mulai dari kelompok Akademisi, LSM/NGO, Mahasiswa dan kelompok Masyarakat yang tidak memahami latar belakang perjuangan rakyat Papua Barat untuk merdeka. Kelompok JDP yang digagas oleh Dr. Pastor Neless Tebai dari misi kepastoran dan Dr. Muridan Widjohjo dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) yang merupakan lembaga resmi milik pemerintah yang baru-baru ini menggelar Konfrensi Perdamain Papua pada 6 – 8 Juli 2011 di Auditorium Universitas Cenderawsih (UNCEN) yang di fasilitasi Jakarta, perlu diwaspadai agenda Dialognya.

Dalam Dialog Papua – Jakarta yang di gagas telah melahirkan konsep perundang-undangan baru yang di tuangkan dalam Unit Percepatan Pembangunan Propinsi Papua dan Papua Barat (UP4B), UU – UP4B yang direncanakan akan di tandatangi Presiden Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dalam waktu dekat, dalam Dialog Papua – Jakarta juga akan dibahas menyangkut revisi UU Otsus selama 10 Tahun berjalan di tanah Papua, serta mekanisme lain menyangkut pemberdayaan Masyarakat Papua dalam Undang-Undang Otsus yang selama ini di anggap belum di rasahkan Masyarakat luas. Dialog Papua – Jakarta hanya akan melahirkan malapetahka baru, OTSUS lahir sejak tahun 2001 telah cukup memberikan pelajaran bagi rakyat Papua Barat.

Dialog Papua Papua – Jakarta Dialog Golongan Elit Politik Papua - Jakarta.
Rakyat Papua Barat tidak dapat di tipu lagi untuk kesekian kali, dalam Dialog Papua – Jakarta tentu yang akan di undang untuk berdialog adalah golongan elit-elit politik yang bercokol dalam pemerintahan birokrasi di Papua dan Jakarta, rakyat Papua Barat sebagai pemegang hak sulung dijadikan objek (penonton) dalam instrument dialog yang sedang di gagas oleh JDP. UU No. 21/2001 (Otsus Papua) lahir dari kesepakatan-kesepakatan dalam Dialog, karena dalam Dialog tidak ada istila Revolusi/Papua Merdeka tetapi yang ada hanyalah perbaikan sitem dan pemerintahaan yang sedang berjalan.
Hal serupa sekarang sedang di gagas ulang oleh kelompok-kelompok elitik politik Papua yang telah menyusup ke Ormas-ormas masyarakat, Gereja, LSM dan Lembaga-Lembaga Negara milik pemerintah, Negara Kesatuan Republik Indonesia telah menyatakan sikap bahwa tidak ada istilah tawar menawar dalam politik Papua Merdeka sebab Papua Barat dalam bingkai NKRI sudah final, jika demikian sekarang menjadi pertanyaan bahwa apa yang akan dibicarakan dalam konsep Dialog yang ditawarkan JDP?, Apakah perjuangan rakyat Papua Barat untuk Merdeka akan senasip dengan perjuangan rakyat Aceh ? setelah Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dan rakyat Aceh berhasil dijinakan dalam Dialog/Perundingan elsingkhi ? masih banyak pertanyaan yang perlu di jawab, namun semuanya akan kembali pada sikap dan komitmen rakyat Papua Barat untuk Merdeka.

Dialog Tanpa Kekuatan Tawar Sama Saja Bohong.
Dialog memang sangat penting untuk terus didiskusikan dalam internal rakyat Papua Barat untuk memajukan gerakan perjuangan rakyat dalam tahapan-tahapan yang lebih maju, secara eksternal Dialog dengan pemerintah Indonesia saat ini belum kuat, karena rakyat Papua Barat belum mempunyai kekuatan posisi tawar secara politik, artinya kekuatan logistik perang dan persenjataan tidak sebanding kekuatan militer TNI-POLRI, bahkan di lain sisi, rakyat Papua Barat belum mempunyai jaminan politik dari satu badan indenpenden dunia misalnya Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk menggelar Dialog dalam rangka menuju tahapan pelaksanaan Referendum bagi bangsa Papua Barat.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa gagasan Dialog yang sedang di dorong oleh tim JDP maupun kelompok/lembaga apapun yang mengatasanamakan rakyat Papua Barat untuk mendorong proses Dialog dengan pemerintah Indonesia perluh disikapi secara serius, sebab kelompok-kelompok/lembaga tersebut sedang memanfahatkan situasi atau momen-momen tertentu guna menghancurkan perjuangan rakyat Papua Barat untuk merdeka secara penuh dari penjajahan kolonialisme Indonesia. Jika Dialog Papua – Jakarta berhasil dilakukan dengan menghadirkan pemerintah Indonesia tanpa ada jaminan politik dari PBB sebagai pemegang kewenangan penuh, maka Dialog yang dilaksanakan hanya akan menjadi bahan legitimasi pemerintah Indonesia untuk berkampanye di dunia internasional untuk meyakinkan masyarakat Internasional bahwa persoalan rakyat Papua Barat telah diselesaikan melalui beberapa keputusan dalam Dialog Papua – Jakarta.

DIALONG JAKARTA PAPUA BUKAN SOLUSI
Rakyat Papua Ingin bebas, merdeka dan berdaulat penuh secara politik, dan mandiri secara ekonomi mendapatkan Kedilan secara hukum sama seperti bangsa lain di muka Bumi ini.

Indonesia datang hanya untuk mencuri, Merampok, Memperkosa, menindas dan menjajah bangsa Papua selama 53 Tahun.

bersatu dan lawan klonialisme NKRI dari tanah air Papua Barat.
Referendum Solusi demogratis Bagi Rakyat Papua barat, hentikan kompromi politik dengan negara penjajah NKRI Dialong yang ditawarkan NKRI tidak akan selesaikan persoalan status politik Papua, karena masalah Papua Bukan Masalah ekonomi dan Pembangunan namun masalah Papua adalah masalah politik oleh karena itu , Proses penyelesaian masalah Papua harus kembali ke akar persoalan Papua yaitu Tinjauh kembalai Perjanjian Nwe York Agreement 15 Agustus 1962 dan realisasi hasil perjanjian new York Agreement yang Cacat Hukum dan Moral yaitu, Penetuan Pendapat Rakyat ( PEPERA 1969) .
JIka pemerinta indonesia hanya mengedepankan dialong versi Jakarta untuk pembangunan dan kesejahtraan maka persoalan papua tidak akan pernah berahir. kecuali kembali ke akar persoalan dan meluruskan sejarah Papua Barat.
Dialong jakarta papua bukanlah solusi solusi, hanya buang buang waktu dan energi dan tidak akan selesaikan masalah papua. Dialong harus atau perundingan dibawa pajung PBB dan menyepakati tentang hak penetuan Nasib sendiri Bagi Rakyat Papua Barat melalui referendum.

Maksudnya jika dialong dilakukan berarti harus ada orang penegah dan materi dialong meluruskan sejarah dan membahas draf Referendum dimediasi PBB.
Hanya reperendum akan melahirkan solusi apakah orang Papua akan tetap ingin hidup dengan NKRI atau Merdeka sendri, karena mekanisme tersebut sangat demokratis. oleh karena itu Pemerintah Pusat dalam hal ini Presiden Rebuplik Indonesia Ir . Joko Widodo secara jentelmen Membuka diri memberikan referendum di Papua.
Sesuai dengan analisa dilapangan serta fakta sejarah yang telah rakyat ketahui bersama, maka Komite Nasional Papua Barat (KNPB) sebagai media nasional bersama rakyat Papua Barat secara struktural dan organisisi menolak tegas Dialog Papua – Jakarta yang bersifat elegan dan bersifat elitis tanpa melibatkan rakyat Papua Barat dalam proses perjuangan, KNPB sebagai media nasional terus bekerja melakukan pengorganisiran di wilayah-wilayah seluruh pelosok negeri tanah air dengan membangun kesadaran rakyat Papua Barat utuk turut melibatkan diri dalam perjuangan pembebasan tanah air.
KNPB sebagai media nasional bersama rakyat Papua Barat, memandang sangat penting untuk mengorganisir rakyat Papua Barat dengan membangun parlemen-parlemen wilayah/daerah secara utuh dan kuat sebagai gerakan sipil yang mampuh membawa perubahan, dengan terus menjelaskan kepada rakyat Papua Barat tentang perjuangan Papua Merdeka yang sedang berkembang di dalam maupun luar negeri.

Penulis adalah Sekretaris Umum Komite Nasional Papua Barat (KNPB) Ones 
Suhuniap