Ilustrasi , Generasi West Papua Merdeka Harga Diri (Foto, WK) |
Oleh: Patrick Yakobus##
Setelah 50 tahun lebih berjuang untuk kemerdekaan Papua Barat, tersisalah kita yang tak lebih dari 2 juta orang asli Papua (OAP) ini pada puing-puing kehancuran bangsa. Akibat-akibat penjajahan sudah semakin jelas terlihat. Kita minoritas di atas tanah air sendiri. Alam Papua milik kita dieksploitasi dan mereka biarkan kita miskin. Pembunuhan di mana-mana.
Bangsa kita disiapkan untuk digelindingkan di jurang kematian dan kemusnahan bangsa. Bangsa kita ingin dibuat tinggal nama.
Ironis, memang. Bangsa besar dengan lebih dari 250 suku bangsa mampunya merayap, tak mampu lagi bangkit. Dalam 50 tahun masa berjuang, bangsa kita masih terus meratap. Kita kini di bibir kehancuran. Kapan berhenti meratap? Kapan deklarasi masa jaya berjuang?
Dunia saat ini bertanya pada tangis rakyat kita, "Rakyat Papua, dimana pemuda Papua yang kau lahirkan? Kemana sarjana Papua yang kau susui? Kemana doktor dan magister, putera-puteri terbaik tanah Papua yang terjarah yang kau besarkan? Kapankah mereka kan berjuang membebaskanmu?"
Memang miris nasib bangsa kita. Kita putera Papua seperti memilih terus diperhamba Indonesia dengan terus jadi kaki tangan mereka, PNS. Dengan menghambakan tenaga, daya upaya, dan pikiran kita demi gaji dan jabatan yang malah membuat derita rakyat kita semakin berat.
Generasi kita benar-benar telah menjadi generasi durhaka! Generasi kita saat ini lari dari tanggungjawab kita menciptakan hidup bangsa kita jadi bebas dan merdeka. Maka ini saatnya kita tunduk merenung jalan panjang hidup kita dalam irama perjuangan bangsa ini.
Siapa diriku, engkau, kita? Mari pikir dan tanyai dirimu masing-masing saat ini. Saya adalah anak bangsa Papua Barat. Saya adalah anak bangsa terjajah. Dapatkah kita berpikir demikian?
Bagaimana realitas hidupku saat ini? Aku hidup dalam penjajahan. Siapa yang menjajahku? Negara Indonesia. Kapitalisme dan wujud jelmaannya, imperialisme. Militer Indonesia adalah anjing penjaga mereka. Koalisi mereka menjajahku.
Apa yang harus kubuat? Dengar dengan telinga hatimu, orang-orang tua bangsa kita saat ini meratap di gubuk-gubuk derita di pinggir-pinggir tebing. Di belantara dan pinggiran tepian pantailah jeritan pilu mereka terdengar. Mereka berteriak menangis, "Anakku, anakku, kemanakah dikau? Lihatlah, mereka merampok semua hartaku. Mereka mempermalukan aku dan membuatku tak punya apa-apa di atas timbunan hartaku. Dimana kau, anakku...?"
Aku merasa menjadi anak Papua durhaka! Aku malu kepada dunia. Generasi kita harus malu kepada waktu yang mencatat setiap sikap ego, cengeng, takut dan sikap menjilat penjajah yang kita tontonkan tiap waktu. Tak malukah kita?
Kita generasi ini ada dalam dunia gemar pendidikan. Saya menempuh pendidikan. Melalui pendidikan, Aku tahu kondisi bangsaku. Dapatkah kita sadar, kita dijajah?
Inilah yang mesti jadi tujuan pokok generasi kita dari Bangsa Papua dalam menempuh pendidikan, dari PAUD hingga Perguruan Tinggi. Kau dan aku belajar bukan untuk Ijazah. Kau dan aku belajar sekali-kali bukan untuk jabatan. Kita anak bangsa Papua Belajar untuk Papua Merdeka!.
Tujuan belajar kita tidak sama dengan tujuan belajar orang Jawa, orang Makassar, orang Sumatera, dan orang-orang lain di dunia. Kita generasi muda Papua belajar untuk mengasah hati, otak, otot, berusaha memampukan diri untuk dapat berkontribusi penuh demi cepat tercapainya kemerdekaan Bangsa Papua.
Ingat ini: pikiran yang melebihi binatang melata paling menjijikkan di dunia adalah pikiran milik setiap generasi muda orang Papua yang pikir, ia belajar untuk hidup baik, dapat jabatan dan gaji, bahagiakan orang tua, menikah dengan istri cantik asal Melayu, punya anak, tanpa mematok visi hidup bahwa dirinya belajar untuk wujudkan kemerdekaan Papua. Terkutuklah kau yang bermimpi hidup enak dan bahagia saat ini!
Ketahuilah ini dan simpan dalam relung hatimu yang paling dalam. Kita generasi penggenap kemerdekaan. Kita generasi penanggung derita di jalan panjang perjuangan. Kebahagiaan adalah milik cucu-cicit kita. Tugas kita adalah menghadirkan kemerdekaan Bangsa Papua.
Langkah pertama, selaraskan tujuan hidupmu saat ini: hidup dan berdaya-upayalah untuk Papua Merdeka. Patok target, agar generasi penerus tak harus menderita dan diperhamba Indonesia dan antek-anteknya seperti kita saat ini.
Apa pun jabatan anda, hai orang asli Papua: bupati, gubernur, DPR, MRP, DPD, menteri, kepala distrik, pendulang emas, pekerja borongan, tukang listrik, pekerja bengkel, pengemudi, tukang becak, sopir taksi, pemain sepakbola, petinju, nelayan, petani, guru, PNS, sadar bahwa tujuan kita bersama sebangsa adalah Papua Merdeka. Maka kita bekerja saling mendukung mewujudkannya.
Secara konsisten, dukunglah gerakan perjuangan Papua Merdeka. Semampumu. Sekuat tenaga dan daya yang kau miliki. Sisakan sekerat ubi dan sagu sepotong dan sumbangkan untuk laskar gerilya di belantara Papua. Bahkan hingga darah dan nyawa sekalipun, mari korbankan.
Kau sipir penjara, jadilah penghubung para Tapol Papua dengan organisasi di luar. Kau Polisi, tugasmu mencari tahu dan memberi tahu setiap rencana iblis penjajah mematikan gerakan suci kita menuju kemerdekaan Papua.
Kau tentara Indonesia yang asli Papua, siap sedialah! Ada saatnya kau dibutuhkan untuk membunuh setiap penghisap tanah air Papua Barat.
Kau dosen dan pengajar, ini tugasmu: beri pendidikan kesadaran kepada siswa dan mahasiswa asli Papua. Beritahu dengan tegas dan lantang bahwa sesungguhnya Papua telah merdeka 1 Desember 1961. Beritahu tanpa takut akan hal ini, bahwa Indonesia, Kapitalisme dan Imperialisme global adalah penjajah tanah air Papua.
Umumkan dan kobarkan semangat pada anak bangsa Papua: tugas sucinya adalah berjuang hingga Papua Merdeka. Tanamkan di hati insan muda Papua, bahwa mati demi tanah air Papua adalah lebih mulia daripada mati dalam seteru jabatan, wanita, uang dan kekayaan.
Sematkan tangisan harapan akan kemerdekaan di setiap nurani anak bangsa Papua! Itu tugas muliamu, guru-guru Papua.
Kau sarjana muda teknik mesin, elektro, listrik dan mekanik, jangan biarkan penjajah menculik kau dengan jadi PNS. Ingat, kau adalah sarjana teknik milik tanah Papua, bukan milik Indonesia.
Keahlianmu terlalu murah untuk sekedar dihargai dengan gaji dan bonus. Persembahkan keahlianmu dengan tulus bagi tegaknya kemerdekaan bangsa kita Papua Barat. Itu lebih mulia daripada menjadi perpanjangan tangan penjajah. Inilah tugasmu: Tugasmu; merakit senjata, membuat radio penghubung antar kantong-kantong pertanahan laskar Papua, dan masih banyak hal yang dapat kau kerjakan.
Kau yang sarjana kimia, rakitlah bom. Hancurkan setiap perusahaan penjajah. Bebaskan bumi Papua yang semakin kerempeng karena dihisap kaum kapitalis. Keahlianmu jangan kau jual murah kepada penjajah dengan imbalan gaji yang tak berarti apa-apa daripada menyumbangkan sesuatu bagi bangunan negara Papua Barat ini.
Kau sarjana perkapalan, penerbangan, kedokteran, insinyur pertambangan, sarjana geologi, tugasmu bukan untuk menjilat pantat penjajah dengan kerja jadi PNS! Dengar, kau jangan bodoh dengan merendahkan martabatmu diperingah, bekerja di bawah perintah penjajah. Dengar, tanah Papua dengan mata berlinang memanggilmu! Segera penuhi panggilan tanah air, bebaskan tanah air Papua. Itulah tugasmu sesungguhnya; yang membuat keahlianmu dikenang seumur hidup bangun negara kita.
Kau yang dokter, jadilah penyembuh korban pertempuran. Tugasmu bukan di rumah sakit dengan bangku dan fasilitas empuk, tetapi di markas Tentara Pembebasan Papua, mengobati mereka yang luka. Itu lebih dibutuhkan pada zaman pergerakan ini daripada di rumah sakit. Jangan beri ruang penjajah menipumu dengan gaji murahan di bawah kendali mereka agar kualitas otakmu mati sia-sia dan tak berguna bagi perjuangan.
Kau sarjana ekonomi, tugasmu adalah mengatur uang rakyat untuk membiayai perang kemerdekaan menuju Papua merdeka! Tugasmu adalah mengumpulkan uang rakyat. Mengelolanya untuk biaya diplomasi, biaya perang, biaya makan minum pejuang dan laskar rakyat!
Kau sopir-sopir taksi, kondektur, buruh kasar dan buruh tani. Juga nelayan di pantai-pantai Papua, Sampai kapan kau ingin menderita? Ini saatmu bersaksi dengan lantang melalui tindakan. Sisi logistik dan akomodasi adalah tanggungjawabmu.
Kau anak bangsa yang saat ini jadi Barisan Merah Putih, intel, mata-mata, terus bekerja. Kami tahu, nuranimu kadang berteriak Papua Merdeka. Sabarlah! Akan ada saatnya sangkur dan pistolmu yang menghamburkan lendir putih cairan otak setiap penjajah yang berpikir layaknya iblis. Jelmakan dan buktikan, bahwa kau masih merupakan anak bangsa yang muak pada penjajahan!
Wahai laskar rakyat, alas jasadmu dan biarkan mayat kita membusuk, menyatu dengan tanah air kita tercinta. Darah dan tulang belulang kita akan jadi dasar kokoh gerakan perjuangan kemerdekaan Papua. Keseriusan dan keikutsertaanmu akan membuat barisan perlawanan kuat.
Tugasmu adalah berjuang agar anakmu tak lagi jadi sepertimu. Bukankah lebih terhormat bagimu, bila anakmu dengan bangga bercerita kelak, ia menikmati hidup baik yang kau pupuk dengan darah dan keringatmu hari ini?
Kau mahasiswa, jangan pikiranmu kerdil. Lihatlah penjajah laknat ini. Ia gunakan beragam cara mendekatimu untuk menghancurkan pikiran, mental dan emosimu. Mengapa? Karena kau berpotensi besar mengusir penjajah. Sadarlah, hanya kau yang kami harap.
Penjajah takut kau berpendidikan. Mereka stigma mahasiswa Papua bodoh, kacangan, gadungan, tukang mabuk. Benarkah itu? Tidak. Mereka takut padamu. Mereka iri statusmu: mahasiswa!
Kau mahasiswa Papua adalah nadi gerakan rakyat Papua menuju pembebasan. Dengar tangis pilu tanah air yang memanggilmu memanggul senjata, menjadi pimpinan-pimpinan kerumunan buruh, memimpin gerombolan milisi kota, menjadi orator ulung di jalan-jalan di penjuru tanah air.
Jadilah kau otak-otak pengatur strategi dan taktik di setiap pelosok. Gunakan otakmu untuk pelawan penjajah, dan bukan untuk balik membuat kuat penjajah dengan menghambakan diri jadi PNS.
Maka, syaratnya bagimu mahasiswa Papua adalah menjadi lebih pintar setingkat di atas yang pintar di tanah Melayu. Kau harus lebih licik dari mahasiswa setingkatmu yang licik. Kau harus cerdik dari kerabat Melayumu yang cerdik. Ini karena kau akan jadi pemimpin perjuangan di tanah air Papua. Teruslah belajar dan mengasah otak, hati dan otot. Jadilah bibit unggul, dan buat bibit-bibit di Papua unggul dengan transfer ilmu praktismu.
Mahasiswa Papua, jangan sekali-kali kau lengah! Tolak tawaran tolol penjajah jadi kaki tangannya. Tampeleng dan usir jauh-jauh wajah kenikmatan yang ditawarkan dunia dan penjajah. Kau bukan generasi penikmat. Anak dan cucumu kelak yang akan menikmati kemerdekaan. Kau adalah generasi penegak puing-puing kemerdekaan bangsa Papua yang telah hancur ini.
Maka, marilah bersatu dalam satu barisan panjang pergerakan orang Papua menuju kebebasan. Usir setiap manusia berhati jahat, yang ingin menguasai. Negara Indonesia adalah penjajah. Maka, setiap bentuk pemberian dan hadiah dari penjajah adalah kesia-siaan saja bagi pencapaian tujuan mulia kita.
Kuperingatkan kau sekali lagi, anak bangsa Papua, Jangan terkecoh. Penjajah itu iblis. Dan ketahuilah, mereka punya seribu satu cara untuk membuat kita berketuk lutut dan menyerah dijajah. Tetap fokus pada perjuangan pembebasan tanah air Papua!
Marilah kita bernyanyi bersama nyanyian pembebasan kita: Hai Tanahku Papua. Jangan gentar. Jangan mundur. Buang rasa takutmu. Tanggalkan ragumu. Kau tidak sendiri. Semua orang asli Papua yang jumlahnya tak lebih dari 2 juta orang itu bersatu padu jadi satu kekuatan. Ingat, kita satu bangsa!
Sekarang saatnya. Bila esok, kita terlambat. Ambil posisi anda masing-masing. Ingat! Serasikan tujuan hidup masing-masing individu untuk mendorong dan mempercepat pencapaian tujuan bersama orang Papua untuk Papua Barat merdeka.
Ibu, walau gurita kapitalis imperialis menjepitmu kuat. Walau penjajah laknat yang namanya Indonesia itu menggerogoti tubuhmu dengan bibir penuh nafsu. Bersabarlah. Ada aku anakmu! Aku akan jadi gerilyawan. Diplomat. Dokter. Doktor. Paramedis. Orator. Agitator. Ahli strategi. Pemimpin pembebasan. Penggerak rakyat.
Kita akan usir penjajah Indonesia dari Papua. Mari kita alas jalan panjang bangsa Papua ini dengan tetesan keringat, darah dan tulang belulang kita. Tak ada yang gratis. Mari berkorban dan berjuang, untuk bahagianya penerus kita.
Kelak, puluhan tahun nanti, cucu-cicit kita dengan bangga akan mengumumkan kepada dunia tentang kehebatan kita mengusir Indonesia dari bumi Papua. Cerita penegakan tiang kemerdekaan bangsa kita dari sisa-sisa kehancuran dengan keringat dan darah akan jadi alasan mutlak bangsa-bangsa di dunia menghormati negara kita.
Kita generasi penentu. Kita harus mengakhiri jalan panjang derita akibat penjajahan ini!
*Patrick Yakobus adalah aktivis Papua.
Sumber: http://