FOTO: Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) Komite Kota Bandung. Seusai aksi Papua Merdeka di Depan Asrama Papua, Bandung. |
BANDUNG, M A L A N E S I A - Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) Komite Kota Bandang, gelar diskusi mengenai kekerasan di tanah Papua yang terus meningkat diakhir-akhir ini, Selasa, (23/9), di Asrama mahasiswa Timika, jalan Inofthen, Bandung Jawa Barat.
Disela-sela diskusi tersebut, Wenas Kobogau, menjelaskan soal pembungkaman ruang demokrasi di tanah Papua dan juga di Jogyakarta.
Menurutnya, masyarakat dan mahasiswa di Papua, mau demo soal Pendidikan, Kesehatan, dan Budaya bahkan kebijakan Pemerintah yang tidak memihak pada rakyat kecil, itu saja, aparat kepolisian selalu larang, apa lagi aksi Papua Merdeka, “Ujarnya.
Bahkan, kawan-kawan kami di Jogyakarta pun, sedang hadapi nasib buruk yang dibikin kolonial Indonesia ini.
Lanjut, Kobogau, Ironisnya, Pekerja HAM pun di ancam, dan di tikam. Contoh kasus, seperti Wamena pekan kemarin.
“Saya harap, dalam kondisi begini, kami sebagai mahasiswa jangan berdiam tapi terus bangun diskusi dan terus lakukan aksi pelawan.
Sebab, tindakan aparat, ialah bagian dari upaya pemusnaan orang Papua (Genosida). Disisi lain, Kata Wenas, tindakan aparat kepolisian Indonesia telah melanggar Undang-undang HAM, yang dimasudkan dalam Pasal 28.
Sementara itu, Ketua Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) Komite Kota Bandung, Risel, menjelaskan soal kondisi rakyat Papua.
Kemarin, pada saat liburan, saya melihat kondisi disana, banyak rakyat kecil lebih berbincang soal Pemekaran. Dalam hal, saya berpikir bawah, ‘Elit Papua, selalu melakukan peralihan isu, untuk bungkam peristiwa yang sedang terjadi di sekitaran mereka,”Kata Risel, disela diskusi.
Pada tempat yang sama, Methu membenarkan ungkapan Risel, terkait kondisi terkini di Papua. Lanju Methu, Di Papua, Orang asli Papua, takut beraktivitas. Sudah pukul enam sore, jatung kota sunyi. Misalanya, seperti di Nabire, orang sangat sunyi sekali, tidak seperti dulu, bahkan seluruh Kabupaten di tanah Papua hadapi nasib yang sama. Hal tersebut, saya amati saat liburan pada bulan Juli lalu, “Katanya.
Kemudian, untuk selanjutnya, Jekikom.
Jekikom menjelaskan soal dinamika Komunikasi Politik, di Papua. “Pemerintah Indonesia, diancam dengan "Papua merdeka" oleh elit Papua baru bisa memenuhi permintaan. Hal tersebut digunakan Lukas Enembe, guna meloloskan RUU, 14 Draf tersebut ketika di tolak Pemerintah Indonesia. Mestinya, tak pantas menyatakan demikian oleh seorang Gubernur Kolonial Indonesia.
Upaya tersebut merupakan, bagian dari gaya komunikasi Politik yang tidak Demokratis. Mestinya, Lukas minta tanggapan atau aspirasi rakyat lalu menyataan hal tersebut. Disisi lain, upaya mempertahan eksitensi diri, di kursi Gubernur.
Namun. Lanjutnya, Danamika yang sekarang terjadi ialah, Pejabat Papua menipu pemerintah Pusat, begitu pun Pejabat Papua menipu Pemerintah pusat. Mereka tidak menyadari bawah, rakyat sedang korban terus, “Setiap hari, rakyat Papua di bunuh Militer Indonesia, akan tetapi Pemerintah Provinsi Papua, lebih mementingkan kepantingan diri mereka.
Selanjutnya, Persoalan Papua tidak akan usai, selagi rakyat Papua masih bersama Pemerintah Indonesia. Demikian, Kata Jekikom.
Kemudian, Cheko angkat bicara, Peraturan Daerah di Papua sangat lemah. Ibaratnya, “Sebuah Kebun tanpa Pakar”. Soal ini, merupakan perhatian bersama. Jika di bandingkan dengan, Kota Bandung “Sangan jahu beda sekali, di sini peraturan sangat kuat. Maka, kata cheko, Kami harap, “Agar Papua, juga bisa bikin Peraturan Daerah yang mampu perdayakan orang asli Papua diatas tanah Papua, “Kata, Sejend AMP itu.
Akhir dari Diskusi ini. Menyimpulakn dua potong kesimpulan, sebagai berikut:
Kita perlu ketahui bersama bawah, sejak kami dilahirkan diatas tanah sudah di masukan dalam Daftar Pencarian orang (DPO) militer Indonesia.
Tidak terkecuali, Kata Dia, Orang Papua yang kerja di Pemerintahan (Gubernur, Bupati), Bariasan Merah Putih, Informen, apa lagi rakyat kecil, “Yang namanya Orang Papua, sudah masuk dalam Daftar Pencarian Orang dari Militer Indonesia.
Jangan kita berpikir, bahwa, Saya kerja di Pemerintah Indonesia jadi tra akan di ancam atau bebas. Bagi yang bicara Papua merdeka ka, tidak bicara Papua Merdeka, Semua DPO-Nya Indonesia, juga kita semua bagian dari buruan Militer Indonesia.
Namun, Solusi yang harus ialah:
“Menentukan Nasib Sendiri (Self Determination) adalah Solusi Demokratis bagi Rakyat Papua Barat”.
Rakyat Papua hidup bersama negara Indonesia, tak punya harap, sebab kita semua masuk dalam DPO Pemerintah Indonesia. Kesimpulan tersebut dibacakan, Cheko, seusai Diskusi, malam kemarin. Pukul 07.00 WIB. (MALANESIA/WIYAI)
Sumber : www.malanesia.com