Di Indonesia demokrasi dengan sistem pemilihan anggota legislatif
dan Kepala daerah langsung dipertahankan sebagai sebuah jalan menuju
Negara demokratis, namun jangan orang berdemokrasi atau orang berbaju
demokrat, tapi watak dan perilaku tidak menunjukan demokrat, tetapi
menunjukan iron hands untuk mencapai tujuannya.
Untuk mewujudkan suatu demokrasi yang benar di Papua, harus ada orang yang bekerja dengan sungguh-sungguh, mentransformasi dan mereplikasi ide yang dimiliki dengan pemimpin yang pluralis, untuk menyatukan perbedaan persepsi yang terus berkembang. Pemimpin yang bisa didengar, mendamaikan, dan memiliki kekuatan, jaringan akses pada pada berbagai level.
Kita harus mengakui bahwa ada kemajuan dan keberhasilan yang telah dicapai melalui pembangunan, hasil-hasil pembangunan dapat dilihat dalam bidang pendidikan, kesehatan, ekonomi, kesejahteraan, politik demokrasi, kebudayaan, bahasa Indonesia, dan lain-lain. Sekalipun demikian, kami sebagai generasi muda Papua tidak bisa menutup mata terhadap berbagai masalah yang masih harus mencarikan solusinya.
Bangsa Papua yang sudah terkontaminasi dengan budaya money politic, budaya pelanggaran HAM, budaya penipuan, budaya Korupsi, budaya manipulasi, budaya dengan watak terjajah dalam segala sistem.
Semua pihak harus berhati-hati ketika memahami suatu peristiwa atau konflik yang terjadi dalam menjalankan sisten demokrasi. Konflik muncul dan pola penanganan yang dilakukan, hingga sikap aparat yang tidak tegas dapat menjadikan alat propaganda untuk menggeneralisir suatu kelompok atau etnis tertentu. Propaganda ini akan menghambat upaya membangun pemahaman yang sejalan, (Pares dkk).
Semua pihak harus mampu melihat faktor-faktor lain yang menyebabkan kegagalan atau keberhasilan suatu upaya demokrasi yang sedang dilakukan. Apalagi pada dewasa ini harus berhati-hati untuk memahami sebuah konflik yang ada dan informasi yang berkembang seputaran konflik tersebut, sebab bisa jadi digunakan untuk kepentingan yang sebelumnya tidak diduga.
Maka berbagai konflik yang ada tidak digunakan untuk menggeneralisir atas dasar suku, agama dan atau suatu kelompok tertentu untuk memperbesar atau membuka ruang konflik yang lebih besar.
Untuk mewujudkan suatu demokrasi yang benar di Papua, harus ada orang yang bekerja dengan sungguh-sungguh, mentransformasi dan mereplikasi ide yang dimiliki dengan pemimpin yang pluralis, untuk menyatukan perbedaan persepsi yang terus berkembang. Pemimpin yang bisa didengar, mendamaikan, dan memiliki kekuatan, jaringan akses pada pada berbagai level.
Kita harus mengakui bahwa ada kemajuan dan keberhasilan yang telah dicapai melalui pembangunan, hasil-hasil pembangunan dapat dilihat dalam bidang pendidikan, kesehatan, ekonomi, kesejahteraan, politik demokrasi, kebudayaan, bahasa Indonesia, dan lain-lain. Sekalipun demikian, kami sebagai generasi muda Papua tidak bisa menutup mata terhadap berbagai masalah yang masih harus mencarikan solusinya.
Bangsa Papua yang sudah terkontaminasi dengan budaya money politic, budaya pelanggaran HAM, budaya penipuan, budaya Korupsi, budaya manipulasi, budaya dengan watak terjajah dalam segala sistem.
Semua pihak harus berhati-hati ketika memahami suatu peristiwa atau konflik yang terjadi dalam menjalankan sisten demokrasi. Konflik muncul dan pola penanganan yang dilakukan, hingga sikap aparat yang tidak tegas dapat menjadikan alat propaganda untuk menggeneralisir suatu kelompok atau etnis tertentu. Propaganda ini akan menghambat upaya membangun pemahaman yang sejalan, (Pares dkk).
Semua pihak harus mampu melihat faktor-faktor lain yang menyebabkan kegagalan atau keberhasilan suatu upaya demokrasi yang sedang dilakukan. Apalagi pada dewasa ini harus berhati-hati untuk memahami sebuah konflik yang ada dan informasi yang berkembang seputaran konflik tersebut, sebab bisa jadi digunakan untuk kepentingan yang sebelumnya tidak diduga.
Maka berbagai konflik yang ada tidak digunakan untuk menggeneralisir atas dasar suku, agama dan atau suatu kelompok tertentu untuk memperbesar atau membuka ruang konflik yang lebih besar.
Pengakuan terhadap eksistensi orang Papua sesuai dengan hakekat kemanusiaan, maka setiap orang harus dipandang sebagai bagaimana keberadaan dirinya, perbedaan yang ada tidak digunakan sebagai alat perpecahan, harus dihargai sebagai kekhususan dari masing-masing individu.
Harus ada perhatian untuk menolong pihak-pihak yang telah menjadi korban atas permasalahan yang sudah terjadi sebagai pengakuan terhadap eksistensinya.
Masyarakat Papua pada umumnya dan masyarakat pegunungan demokrasi menjadi bagian dari tradisi budaya, namun pada saat yang sama, demokrasi di daerah terutama dalam konteks pemilu, penegakan HAM, Kebebasan Pers dan menyampaikan pendapat di muka umum masih dipasung oleh golongan orang berduit atau golongan penguasa.
Semua kepemimpinan di Papua saat ini adalah korban sistem demokrasi politik yang terbangun hampir di seluruh Indonesia dan bukan hanya di Papua. Maka untuk masa depan memilih dan menentukan pemimpin mereka, sesuai dengan tatanan nilai budaya yang ada, melekat pada orang Papua.
Dengan ini, maka harapan di masa depan, sistem demokrasi akan lumpuh untuk melahirkan seorang pemimpin Papua yang demokratis, adil, jujur dan bermartabat untuk membangun Papua. Generasi muda Papua terus berjuang membangun tanah Papua, dan menginginkan demokrasi tumbuh dengan sehat, hukum harus ditegakan.
Merekonsiliasi untuk mengembalikan nilai-nilai hukum, budaya dan demokrasi yang telah dirusak, peristiwa pelanggaran HAM ataupun peristiwa pelanggaran hukum lainnya harus dipertanggungjawabkan, pengakuan terhadap kesalahan yang sudah dilakukan, kerusakan dan penyimpangan yang telah dilakukan harus dipulihkan.
Kilion Wenda adalah Aktivis Demokrasi dan Perdamaian di Tanah Papua.
Sumber : www.majalahselangkah.com