Ilustrasi. (IST) |
Jayapura, 30/8 (Jubi) – Amnesty Internasional (AI) meminta pihak
berwenang Indonesia agar membuka ruang berekspresi di Papua dan
menghentikan semua bentuk represi atau serangan terhadap kebebasan
berekspresi di Bumi Cenderawasih.
Juru kampanye Amnesty Internasional untuk Indonesia, Josef Roy
Benedict, dalam pesan elektroniknya yang diteruskan ke media ini
mengatakan, hak atas kebebasan berekspresi, beropini, dan berkumpul
secara damai dijamin oleh konstitusi Indonesia dan Kovenan Internasional
hak-hak sipil dan politik.
“Pasukan keamanan Indonesia harus mengakhiri serangan-serangan
terhadap kebebasan berekspresi di wilayah Papua, seperti yang terjadi
pada akhir-akhir ini, yang menjadi gambaran dari lingkungan represif
yang dihadapi oleh para aktivis politik dan jurnalis di Papua, dan
impunitas yang terus berlanjut bagi pelanggaran HAM yang dilakukan oleh
pasukan keamanan di sana,” kata Josef Roy Benedict melalui pesan
elektroniknya, Sabtu (30/8).
Menurutnya, akhir-akhir ini suasana represif sangat terlihat nyata
terjadi terhadap aktivis politik, jurnalis, maupun pegiat HAM di Papua.
Padahal yang mereka lakukan hanya sebuah bentuk kebebasan berekspresi.
Amnesty International juga menyerukan pihak berwenang Indonesia
mencabut atau paling tidak mengamandemen produk hukum yang membatasi hak
atas kebebasan berekspresi, termasuk Pasal 106 dan 110 KUHP, agar
mematuhi hukum dan standard-standard HAM internasional.
“Amnesty International tidak mengambil posisi apa pun terkait status
politik dari provinsi mana pun di Indonesia, termasuk menyerukan
kemerdekaan. Namun, organisasi kami percaya hak atas kebebasan
berekspresi juga mencakup hak untuk mengadvokasi secara damai
referendum, kemerdekaan, atau solusi politik lainnya,” ujarnya.
Dikatakan, serangan terhadap kebebasan berekspresi harus berakhir.
Pihak berwenang harus melakukan investigasi yang cepat, menyeluruh,
kompeten, dan imparsial.
“Pelaku kejahatan-kejahatan semacam ini harus dibawa ke hadapan hukum
di persidangan yang adil tanpa menggunakan hukuman mati, dan para
korban dan keluarga mereka harus diberikan reparasi,” katanya.
Sebelumnya, Koalisi Internasional untuk Papua (ICP) menyampaikan
pernyataan keprihatinan terhadap pembatasan kebebasan berekspresi di
Papua. Pernyataan ini disampaikan ICP ketika sidang tahunan Dewan HAM
PBB di Jeneva, 11 Juni 2014.
Situasi pembatasan kebebasan berekspresi ini mendorong ICP
merekomendasikan pemerintah Indonesia untuk menyelesaikan amandemen
KUHP Indonesia sehingga mematuhi semua perjanjian hak asasi manusia,
terutama kriminalisasi dan larangan penyiksaan dan pembatalan Pasal 106
dan 110.
“Selain itu, pemerintah Indonesia diharapkan meninjau kebijakan
kepolisian di Papua dan pelatihan pasukan keamanan untuk memastikan
bahwa hak kebebasan berekspresi dan berkumpul secara damai sepenuhnya
dihormati,” kata Budi Tjahjono, anggota ICP dari Fransiskan
Internasional saat menyampaikan pernyataan ICP kepada Dewan HAM PBB kala
itu. (Jubi/Arjuna)