Penangkapan anggota KNPB pada beberapa waktu lalu. Foto: Dok MS |
Jayapura, MAJALAH SELANGKAH -- Kepolisian Papua menangkap 14
orang yang diduga menyebarkan selebaran yang berisi ajakan Boikot
Pemilihan Presiden 9 Juli mendatang untuk wilayah Papua. Mereka yang
ditangkap adalah anggota Komite Nasional Papua Barat (KNPB) dan
simpatisan KNPB.
Aktivis KNPB pusat di Jayapura, Ono Balingga, Hakul Kobak, Yandri Heselo, Gesman Tabuni, Ronal Wenda, dan satu anggota belum diketahui identitasnya ditangkap Polresta Jayapura di depan Asrama Universitas Cenderawasih Waena Jayapura pada 3 Juli 2014 lalu saat hendak menyebarkan selebaran boikot Pilpres 2014.
Hari berikutnya, 4 Juli 2014, Tentara Nasional Indonesia (TNI) menangkap 7 aktivis KNPB Wilayah Timika saat membagi selebaran yang sama di Kampung Iripau, Mapuru Jaya, Timika.
Aktivis KNPB Wilayah Mimika yang ditangkap tersebut adalah Ruben Kayun, Deky Akum, Kaitanus Siminak, Apolos Simare, Yanuarius Enakat, Gerson Banam, dan Anthon Damkokor.
Menurut KNPB wilayah Mimika, 7 aktivis KNPB yang ditangkap TNI ini kemudian diserahkan kepada kepolisian Mimika.
Sementara itu, siang tadi, Sabtu (05/07/14) dikabarkan, ibu Umi W. Safisa ditangkap Kepolisian Resort Kaimana saat membagi selebaran yang sama di depan pertokoan Kaimana Kota.
Informasi yang diterima majalahselangkah.com dari KNPB, para aktivis dan seorang ibu itu masih ditahan hingga saat ini.
Ketua KNPB: Selebaran Sikap Politik Kami
Menanggapi rangkaian penangkapan ini, Ketua KNPB, Victor Yeimo ketika ditemui di Lembaga Pemastarakan Abepura mengatakan, selebaran itu adalah sikap politik KNPB dan sudah disampaikan kepada berbagai media sejak lama.
"Pernyataan resmi KNPB dikeluarkan sejak 24 Mei 2014. Bukan dikeluarkan dalam minggu ini," kata dia.
"Selebaran ini resmi dikeluarkan oleh KNPB sebagai sikap politik kami atas Pemilu kolonial di Papua Barat. Itu sikap kami dan sudah lama kami sampaikan bahkan sebelum pemilihan legislatif. Kami tidak memaksakan rakyat untuk boikot Pemilu kolonial," kata Victor siang tadi.
KNPB juga meminta Kapolda dan Pangdam Papua untuk tidak memaksakan rakyat untuk memilih pada Pilpres. "Kami minta untuk Indonesia tidak boleh memaksakan rakyat. Tetapi, biarkan rakyat menentukan sikap politik mereka," kata Victor.
Victor menegaskan, pihaknya bertanggung jawab atas selebaran itu. "Saya bertanggung jawab atas selebaran ini. Saya minta hentikan penangkapan dan bebaskan mereka yang ditangkap. Polisi datang di penjara sini supaya kami berikan keterangan soal selebaran itu," kata Victor.
Selebaran Boikot Pemilu Beredar di Jakarta, Aceh dan Ambon
Diketahui, selebaran yang berisi Boikot Pemilu ternyata tidak hanya beredar di Papua. Diberitakan, selebaran boikot Pemilu beredar juga di Jakarta, Aceh dan Ambon. Tetapi, dikabarkan tidak terjadi penangkapan seperti yang terjadi di Papua.
Diberitakan Aktual.co, edisi Selasa (25/2/2014) silam, mahasiswa Universitas Nasional (Unas) juga menyebarkan selebaran 'Boikot Pemilu 2014'. Aksi ini dilakukan di beberapa titik, seperti di Pasar Minggu dan Perempatan Pejaten Village.
"Aksi ini adalah gerakan penyadaran. Aksi penyebaran dilakukan 10 mahasiswa Unas," kata Humas aksi, Puteranegara dikutip Aktual.co di Jakarta.
Sementara itu, Rabu, 31 April 2014, detik.com merilis, selebaran yang berisi mengajak masyarakat untuk tidak mengikuti Pemilu beredar di tengah masyarakat Ambon. Pelakunya telah diidentifikasi satu orang, namun pihak kepolisian menduga aksi provokasi itu dilakukan sekelompok orang yang terorganisir.
Seruan boikot Pemilu juga beredar di Aceh. Dikutip acehtraffic.com, Acheh-Sumatra National Liberation Front atau Atjh Meurdhka (ASNLF/AM) telah mengumumkan bahwa tidak akan pernah menerima dalam bentuk apa pun kerja sama dengan pemerintahan kolonial Indonesia dan kaki tangannya yang ada di Atjh sampai kapanpun. Merdeka merupakan harga mati bagi segenap bangsa Atjh.
Bahkan, mahasiswa Aceh membuat grup khusus yang isinya menyeruhkan untuk memboikot Pemilu.
Hingga berita ditulis, majalahselangkah.com belum mendapatkan konfirmasi mengenai penangkapan di Jayapura, Timika maupun Kaimana dari pihak kepolisian. Beberapa kali telepon dari majalahselangkah.com untuk Kapolres Mimika, Kapolpres Jayapura tak tersambung. (GE/002/MS)
Aktivis KNPB pusat di Jayapura, Ono Balingga, Hakul Kobak, Yandri Heselo, Gesman Tabuni, Ronal Wenda, dan satu anggota belum diketahui identitasnya ditangkap Polresta Jayapura di depan Asrama Universitas Cenderawasih Waena Jayapura pada 3 Juli 2014 lalu saat hendak menyebarkan selebaran boikot Pilpres 2014.
Hari berikutnya, 4 Juli 2014, Tentara Nasional Indonesia (TNI) menangkap 7 aktivis KNPB Wilayah Timika saat membagi selebaran yang sama di Kampung Iripau, Mapuru Jaya, Timika.
Aktivis KNPB Wilayah Mimika yang ditangkap tersebut adalah Ruben Kayun, Deky Akum, Kaitanus Siminak, Apolos Simare, Yanuarius Enakat, Gerson Banam, dan Anthon Damkokor.
Menurut KNPB wilayah Mimika, 7 aktivis KNPB yang ditangkap TNI ini kemudian diserahkan kepada kepolisian Mimika.
Sementara itu, siang tadi, Sabtu (05/07/14) dikabarkan, ibu Umi W. Safisa ditangkap Kepolisian Resort Kaimana saat membagi selebaran yang sama di depan pertokoan Kaimana Kota.
Informasi yang diterima majalahselangkah.com dari KNPB, para aktivis dan seorang ibu itu masih ditahan hingga saat ini.
Ketua KNPB: Selebaran Sikap Politik Kami
Menanggapi rangkaian penangkapan ini, Ketua KNPB, Victor Yeimo ketika ditemui di Lembaga Pemastarakan Abepura mengatakan, selebaran itu adalah sikap politik KNPB dan sudah disampaikan kepada berbagai media sejak lama.
"Pernyataan resmi KNPB dikeluarkan sejak 24 Mei 2014. Bukan dikeluarkan dalam minggu ini," kata dia.
"Selebaran ini resmi dikeluarkan oleh KNPB sebagai sikap politik kami atas Pemilu kolonial di Papua Barat. Itu sikap kami dan sudah lama kami sampaikan bahkan sebelum pemilihan legislatif. Kami tidak memaksakan rakyat untuk boikot Pemilu kolonial," kata Victor siang tadi.
KNPB juga meminta Kapolda dan Pangdam Papua untuk tidak memaksakan rakyat untuk memilih pada Pilpres. "Kami minta untuk Indonesia tidak boleh memaksakan rakyat. Tetapi, biarkan rakyat menentukan sikap politik mereka," kata Victor.
Victor menegaskan, pihaknya bertanggung jawab atas selebaran itu. "Saya bertanggung jawab atas selebaran ini. Saya minta hentikan penangkapan dan bebaskan mereka yang ditangkap. Polisi datang di penjara sini supaya kami berikan keterangan soal selebaran itu," kata Victor.
Selebaran Boikot Pemilu Beredar di Jakarta, Aceh dan Ambon
Diketahui, selebaran yang berisi Boikot Pemilu ternyata tidak hanya beredar di Papua. Diberitakan, selebaran boikot Pemilu beredar juga di Jakarta, Aceh dan Ambon. Tetapi, dikabarkan tidak terjadi penangkapan seperti yang terjadi di Papua.
Diberitakan Aktual.co, edisi Selasa (25/2/2014) silam, mahasiswa Universitas Nasional (Unas) juga menyebarkan selebaran 'Boikot Pemilu 2014'. Aksi ini dilakukan di beberapa titik, seperti di Pasar Minggu dan Perempatan Pejaten Village.
"Aksi ini adalah gerakan penyadaran. Aksi penyebaran dilakukan 10 mahasiswa Unas," kata Humas aksi, Puteranegara dikutip Aktual.co di Jakarta.
Sementara itu, Rabu, 31 April 2014, detik.com merilis, selebaran yang berisi mengajak masyarakat untuk tidak mengikuti Pemilu beredar di tengah masyarakat Ambon. Pelakunya telah diidentifikasi satu orang, namun pihak kepolisian menduga aksi provokasi itu dilakukan sekelompok orang yang terorganisir.
Seruan boikot Pemilu juga beredar di Aceh. Dikutip acehtraffic.com, Acheh-Sumatra National Liberation Front atau Atjh Meurdhka (ASNLF/AM) telah mengumumkan bahwa tidak akan pernah menerima dalam bentuk apa pun kerja sama dengan pemerintahan kolonial Indonesia dan kaki tangannya yang ada di Atjh sampai kapanpun. Merdeka merupakan harga mati bagi segenap bangsa Atjh.
Bahkan, mahasiswa Aceh membuat grup khusus yang isinya menyeruhkan untuk memboikot Pemilu.
Hingga berita ditulis, majalahselangkah.com belum mendapatkan konfirmasi mengenai penangkapan di Jayapura, Timika maupun Kaimana dari pihak kepolisian. Beberapa kali telepon dari majalahselangkah.com untuk Kapolres Mimika, Kapolpres Jayapura tak tersambung. (GE/002/MS)
Sumber : www.majalahselangkah.com