Oridek Ap (kiri memegang gitar) bersama Benny Wenda. Foto: Dok Oridek Ap |
Jayapura, MAJALAH SELANGKAH -- Tokoh pejuang Papua atau Free West
Papua Campaign Belanda, Oridek Ap meminta rakyat Papua untuk tidak
boleh melupakan kasus-kasus kejahatan yang dilakukan oleh Indonesia di
Tanah Papua.
"Jangan lupa. Boleh ampun musuh, tetapi jangan lupa kejahatan yang dilakukan oleh mereka. Orang tua, tolong kasitau kepada anak-anak," kata dia kepada majalahselangkah.com dalam wawancara elektronik malam ini, Minggu (06/07/14).
Putra Almarhum Arnold C. Ap ini menjelaskan, hari ini, 6 Juli 2014 genap 16 tahun peristiwa Biak berdarah. Saat itu, tentara Indonesia menurunkan paksa bendera Bintang Kejora yang dinaikan rakyat di Tower Air Baik dan menembak membabi-buta.
Peristiwa itu, kata dia, telah menelan korban 230 orang, meninggal dunia 8 orang, 3 orang hilang, luka berat yang dievakuasi ke Makassar 4 orang dan hilang, 33 orang ditahan sewenang-wenang dan 150 orang mengalami penyiksaan, serta 32 hilang misterius.
"Sekali lagi, anak muda Papua tidak boleh lupa dengan kejahatan masa lalu. Orang Papua yang punya harga diri tidak ikut Pilpres. Boikot Pilpres karena yang akan pilih 1 atau 2 tidak ada harga diri," kata dia.
Ia menjelaskan, "Tanggal 6 Juli pada 16 tahun lalu kita dibunuh tetapi tiga hari berikutnya pada 9 Juli besok kita akan berikan suara kepada orang yang bunuh kita. Tidak masuk akal. Pikirkan masa lalu yang kejam dan masa depan yang baik tanpa Indonesia," kata Oridek.
Diketahui, siang tadi, Lembaga Advokasi dan Studi Hak Asasi Manusia (Elsham) Papua, KontraS Papua, KPKC Sinode GKI di Tanah Papua dan Bersatu Untuk Kebenaran (BUK) Papua memperingati kembali peristiwa tragis ini di Kantor Elsham Papua, Padangbulan, Jayapura. Mereka menilai, Negara lupa dengan kasus Biak Berdarah ini. (Yermias Degei/MS)
Kisah seorang perempuan Biak pada kasus Biak Berdarah, baca di sini: Klik
"Jangan lupa. Boleh ampun musuh, tetapi jangan lupa kejahatan yang dilakukan oleh mereka. Orang tua, tolong kasitau kepada anak-anak," kata dia kepada majalahselangkah.com dalam wawancara elektronik malam ini, Minggu (06/07/14).
Putra Almarhum Arnold C. Ap ini menjelaskan, hari ini, 6 Juli 2014 genap 16 tahun peristiwa Biak berdarah. Saat itu, tentara Indonesia menurunkan paksa bendera Bintang Kejora yang dinaikan rakyat di Tower Air Baik dan menembak membabi-buta.
Peristiwa itu, kata dia, telah menelan korban 230 orang, meninggal dunia 8 orang, 3 orang hilang, luka berat yang dievakuasi ke Makassar 4 orang dan hilang, 33 orang ditahan sewenang-wenang dan 150 orang mengalami penyiksaan, serta 32 hilang misterius.
"Sekali lagi, anak muda Papua tidak boleh lupa dengan kejahatan masa lalu. Orang Papua yang punya harga diri tidak ikut Pilpres. Boikot Pilpres karena yang akan pilih 1 atau 2 tidak ada harga diri," kata dia.
Ia menjelaskan, "Tanggal 6 Juli pada 16 tahun lalu kita dibunuh tetapi tiga hari berikutnya pada 9 Juli besok kita akan berikan suara kepada orang yang bunuh kita. Tidak masuk akal. Pikirkan masa lalu yang kejam dan masa depan yang baik tanpa Indonesia," kata Oridek.
Diketahui, siang tadi, Lembaga Advokasi dan Studi Hak Asasi Manusia (Elsham) Papua, KontraS Papua, KPKC Sinode GKI di Tanah Papua dan Bersatu Untuk Kebenaran (BUK) Papua memperingati kembali peristiwa tragis ini di Kantor Elsham Papua, Padangbulan, Jayapura. Mereka menilai, Negara lupa dengan kasus Biak Berdarah ini. (Yermias Degei/MS)
Kisah seorang perempuan Biak pada kasus Biak Berdarah, baca di sini: Klik