Kasus-kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang berat di Tanah Papua yang terjadi di masa lalu, misalnya di tahun 1963 hingga 1979, semestinya segera diselesaikan oleh negara dengan dimulai dari investigasi awal yang dilakukan oleh Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM).
Penyelesaiannya harus dilakukan secara hukum dengan berpedoman pada Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia dan juga Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua, khususnya berdasarkan amanat pasal 44 dan 45.
Sebagai Peraih Penghargaan Internasional di Bidang HAM "John Humphrey Freedom Award" Tahun 2005 dari Canada, saya mendesak Pemerintah Indonesia untuk segera tanpa dalih apapun mendorong penyelesaian kasus-kasus pelanggaran hak asasi manusia yang berat di Tanah Papua itu secara hukum.
Kasus-kasus pembunuhan kilat, penahanan sewenang-wenang atas warga sipil di tanah Papua sebelum dan setelah pelaksanaan tindakan pilihan bebas (act of free choice) di luar proses hukum maupun kasus pemusnahan etnis yang menjurus kepada kejahatan genosida di kawasan pegunungan tengah Papua agar segera diinvestigasi dan dibuka kembali untuk diselesaikan berdasarkan standar hukum dan prinsip hak sasi manusia yang berlaku universal.
Termasuk di dalamnya kasus-kasus pelanggaran HAM Berat yang terjadi di sejumlah daerah sasaran operasi militer seperti perbatasan RI-Papua New Guinea, Puncak Jaya, Paniai, Dogiyai, Deiyai, Oksibil, Sarmi dan Mamberamo Raya serta Kepulauan Yapen dan Biak maupun Manokwari dan Sorong.
Juga kasus penyerangan militer dan polisi terhadap warga sipil pada tanggal 6 Juni 1998 di Biak yang hingga kini belum diselesaikan secara hukum, padahal ratusan warga sipil diduga tewas dan atau hilang pasca peristiwa tersebut.
Berkenaan dengan itu, saya mendesak Pemimpin Organisasi Masyarakat Sipil dan Pemimpin Agama, khususnya Pemimpin Gereja-gereja di Tanah Papua untuk lebih berani dan pro aktif dalam mendesak segera diselesaikannya kasus-kasus pelanggaran HAM Berat di tanah Papua di masa lalu maupun saat ini berdasarkan mekanisme dan prosedur hukum yang berlaku dan telah dimiliki Negara Republik Indonesia.
Saya juga menghimbau rakyat Papua, khususnya Orang Asli Papua dari segenap level dan lapisan berdasarkan definisi pasal 1 huruf t Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua untuk senantiasa berjuang Melawan Lupa atas segenap tindakan Pelanggaran HAM Berat yang pernah terjadi atas dirinya, keluarganya, saudaranya, adik atau kakak bahkan anak dan orang tuanya yang dilakukan oleh Negara melalui anasir-anasir resmi seperti TNI atau POLRI.
Mari kita berjuang keras untuk mendesak Negara segera menyelesaikannya demi kehormatan dan martabat kemanusiaan di Tanah Papua tercinta ini. Mari Melawan Lupa buat segenap Pelanggaran HAM yang dilakukan Negara terhadap Orang Asli Papua dan masyarakat Papua dari waktu ke waktu hingga hari ini.
Yan Christian Warinussy adalah Direktur Eksekutif LP3BH Manokwari/Sekretaris Komisi HAM, Perdamaian, Keadilan dan Keutuhan Ciptaan pada Badan Pekerja Klasis GKI Manokwari/Anggota Steering Commitee Forum Kerjasama (Foker) LSM se-Tanah Papua.
Penyelesaiannya harus dilakukan secara hukum dengan berpedoman pada Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia dan juga Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua, khususnya berdasarkan amanat pasal 44 dan 45.
Sebagai Peraih Penghargaan Internasional di Bidang HAM "John Humphrey Freedom Award" Tahun 2005 dari Canada, saya mendesak Pemerintah Indonesia untuk segera tanpa dalih apapun mendorong penyelesaian kasus-kasus pelanggaran hak asasi manusia yang berat di Tanah Papua itu secara hukum.
Kasus-kasus pembunuhan kilat, penahanan sewenang-wenang atas warga sipil di tanah Papua sebelum dan setelah pelaksanaan tindakan pilihan bebas (act of free choice) di luar proses hukum maupun kasus pemusnahan etnis yang menjurus kepada kejahatan genosida di kawasan pegunungan tengah Papua agar segera diinvestigasi dan dibuka kembali untuk diselesaikan berdasarkan standar hukum dan prinsip hak sasi manusia yang berlaku universal.
Termasuk di dalamnya kasus-kasus pelanggaran HAM Berat yang terjadi di sejumlah daerah sasaran operasi militer seperti perbatasan RI-Papua New Guinea, Puncak Jaya, Paniai, Dogiyai, Deiyai, Oksibil, Sarmi dan Mamberamo Raya serta Kepulauan Yapen dan Biak maupun Manokwari dan Sorong.
Juga kasus penyerangan militer dan polisi terhadap warga sipil pada tanggal 6 Juni 1998 di Biak yang hingga kini belum diselesaikan secara hukum, padahal ratusan warga sipil diduga tewas dan atau hilang pasca peristiwa tersebut.
Berkenaan dengan itu, saya mendesak Pemimpin Organisasi Masyarakat Sipil dan Pemimpin Agama, khususnya Pemimpin Gereja-gereja di Tanah Papua untuk lebih berani dan pro aktif dalam mendesak segera diselesaikannya kasus-kasus pelanggaran HAM Berat di tanah Papua di masa lalu maupun saat ini berdasarkan mekanisme dan prosedur hukum yang berlaku dan telah dimiliki Negara Republik Indonesia.
Saya juga menghimbau rakyat Papua, khususnya Orang Asli Papua dari segenap level dan lapisan berdasarkan definisi pasal 1 huruf t Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua untuk senantiasa berjuang Melawan Lupa atas segenap tindakan Pelanggaran HAM Berat yang pernah terjadi atas dirinya, keluarganya, saudaranya, adik atau kakak bahkan anak dan orang tuanya yang dilakukan oleh Negara melalui anasir-anasir resmi seperti TNI atau POLRI.
Mari kita berjuang keras untuk mendesak Negara segera menyelesaikannya demi kehormatan dan martabat kemanusiaan di Tanah Papua tercinta ini. Mari Melawan Lupa buat segenap Pelanggaran HAM yang dilakukan Negara terhadap Orang Asli Papua dan masyarakat Papua dari waktu ke waktu hingga hari ini.
Yan Christian Warinussy adalah Direktur Eksekutif LP3BH Manokwari/Sekretaris Komisi HAM, Perdamaian, Keadilan dan Keutuhan Ciptaan pada Badan Pekerja Klasis GKI Manokwari/Anggota Steering Commitee Forum Kerjasama (Foker) LSM se-Tanah Papua.
Sumber : www.majalahselangkah.com