Pertemuan para pemimpin MSG (Jubi/Jack Ponau) |
Jayapura, 27/6 (Jubi) – Melanesian Spearhead Group (MSG)
tampaknya telah menolak permohonan keanggotaan oleh Koalisi Nasional
Pembebasan Papua Barat (WPNCL) yang diajukan setahun lalu di Noumea, New
Kaledonia.
WPNCL dalam KTT MSG di Noumea itu, mengajukan aplikasinya bersama
dokumen dukungan dari lebih dari tujuh puluh kelompok perwakilan di
wilayah Papua Indonesia.
Namun para pemimpin MSG dalam pertemuan di Port Moresby, Kamis, 26
Juni menyiratkan Papua Barat perlu mendaftar ulang untuk keanggotaannya
secara “inklusif dan bersatu”. Perdana Menteri PNG Peter O’Neill,
mewakili para pemimpin MSG mengatakan, kelompok Papua Barat ini juga
harus berkonsultasi dengan Jakarta.
“Kami merasa bahwa itu harus mewakili semua Melanesia yang tinggal di
Indonesia, dan aplikasi akan dibuat dalam konsultasi dengan pemerintah
Indonesia seperti yang telah kita lakukan dengan keanggotaan FLNKS di
MSG.” kata O’Neill dalam pernyataannya usai pertemuan para pemimpin MSG
ini.
Meski demikian, pertemuan khusus para pemimpin MSG di Port Moresby ini telah menyambut Papua Barat menjadi bagian dari MSG.
“Kami menyambut baik minat dan aplikasi Papua Barat menjadi bagian dari kelompok MSG tapi kami mendorong mereka untuk bersatu untuk membuat permohonan kepada MSG” kata O’Neill.
Para pemimpin MSG juga sepakat bahwa aplikasi tersebut harus mewakili Melanesia yang tinggal di Indonesia.
Dalam KTT MSG di Noumea tahun lalu, delegasi Indonesia yang dipimpin
Wakil menteri Luar Negeri, Wardhana, mengatakan bangsa Melanesia yang
tinggal di Indonesia tidak hanya di Papua, namun juga di Maluku dan Nusa
Tenggara.
Andy Ayamiseba, perwakilan WPNCL mengkritik keputusan para pemimpin
MSG ini. Menurutnya, pemimpin MSG tidak melihat realitas yang ada di
Papua. Kunjungan MSG awal tahun ini, telah “dibajak” oleh Indonesia,
sehingga delegasi misi MSG tidak bisa bertemu dengan kelompok-kelompok
yang memberikan dukungan kepada WPNCL dalam mengajukan aplikasi
keanggotaan MSG.
“”Laporan misi Menteri Luar Negeri MSG benar-benar menyesatkan. Bagaimana mereka bisa menyimpulkan WPNCL tidak mewakili mayoritas (bangsa Papua) padahal mereka tidak pernah bertemu dengan salah satu dari perwakilan masyarakat sipil?” tanya Andy Ayamiseba.
Andy juga mempertanyakan pernyataan pemimpin MSG yang meminta Papua
Barat untuk berkonsultasi dengan pemerintah Indonesia dalam proses
pengajuan aplikasi keanggotaan MSG, yang menurut O’Neill, terjadi juga
pada Front Pembebasan Kanak (FLNKS).
“FLNKS tidak pernah berkonsultasi dengan pemerintah Perancis untuk menjadi anggota MSG.” kata Andy.
Selain itu, kelompok kampanye pembebasan Papua Barat di PNG mengklaim
keputusan para pemimpin MSG ini telah dipengaruhi oleh pemerintah
Indonesia.
“Kebijakan perdagangan bebas antara Indonesia dan PNG, pendirian Akademi Polisi di Fiji dan status observer untuk Indonesia jelas merupakan upaya pengaruh Indonesia di wilayah Melanesia.” kata Fred Mambrasar, anggota kampanye pembebasan Papua Barat di PNG.
Kelompok kampanye ini meminta MSG tetap konsisten dengan keputusan
mereka di Noumea tahun lalu, yakni mengakui hak penentuan nasib sendiri
Bangsa Papua, mengakui adanya pelanggaran HAM di Papua dan mendorong
aplikasi WPNCL sebagai anggota MSG.
Pertemuan para pemimpin MSG ini juga menyimpulkan untuk terus
melakukan dialog dengan Indonesia agar menarik pasukan militernya secara
bertahap dari Papua.
“Kami ingin bekerja sama dengan Indonesia dalam mencapai itu (penarikan militer dari Papua) karena kami percaya isu-isu hak asasi manusia dapat diatasi melalui dialog daripada konfrontasi,” kata O’Neill.
Pertemuan para pemimpin MSG ini dihadiri oleh Ketua MSG, Victor
Tutugoro, Perdana Menteri PNG Peter O’Neill, Perdana Menteri Kepulauan
Solomon, Gordon Darcy Lilo, dan Perdana Menteri Vanuatu, Joe Natuman.
Tidak tampak dalam pertemuan ini, Perdana Menteri Fiji, Veroque
Bainimarama. (Jubi/Victor Mambor)
Sumber : www.tabloidjubi.com