Pages

Pages

Senin, 26 Mei 2014

Referendum Ulang Adalah Mutlak!

Tuan Victor Kogoya
 Bubarkan Pemerintahan Boneka Rezim Militeristik NKRI Antek - antek Imperialisme Pimpinan Barnabas Suebu – Alex Hesegem di Papua Barat, Bentuk Panitia Persiapan Peleksanaan Referendum Secara Menyeluruh.


Oleh: Victor Kogoya
 
Prakarsa Koteka (6)

Sejarah Imperialisme Amerika Serikat dan Antek-anteknya  membagi wilyah Papua Barat menjadi tiga lahan wilayah jajahan rezim militeristik Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) bukan sekedar menimbun kepentingan eksplorasi sumber-sumber kekayaan alam di Papua Barat tetapi juga merupakan eksistensi kekuasaan terhadap kepentingan eksploitasi terhadap seluruh ciptaan mahkluk hidup di muka bumi pertiwi tanah air Mambruk. Wilayah jajahan ini di jadikan lahan bisnis bagi kaum Investor pemilik modal mata uang Abraham Lincon yang tidak lain juga merupakan mata uang poros simbol kejahatan Imperialisme di seluruh wilayah jajahannya. Dalam satu wilayah jajahannya, Imperialisme memetakan wilayah Papua Barat menjadi tiga lahan eksplorasi sumber kekayaan alam , sementara bisnis pembalakan hutan Illegal Logging di serahakan sepenuhnya bagi pemilik HPH rezim militeristik NKRI pimpinam SBY-Bodeiono. Wilayah Papua Barat di patok menggunakan kekuatan infiltrasi Milisi-milisi bayaran (sekarang Barisan Merah Putih BMP) dan militer Indonesia pada tahun 1963 atau lebih di kenal dengan invansi gerakan saporadis militer Indonesia.

Dalam peta politik Imperialisme, Papua Barat merupakan wilayah strategis bagi kepentingan ekonomi-politik di kawasan Asia Pasifik. Wilayah Asia Pasifik di incar Amerika dan sekutunya, mereka menempatkan kepulauan Sollomon Holland sebagai basis pelatiahan camp milisi-milisi khusus yang di persiapkan guna menumpas gerakan-gerakan pemberontakan yang dianggap beroposisi dengan pemerintahaan militeristik rezim NKRI, selain misi terselubung, kontra inteljen Central Intelligenci Agenci (CIA) memainkan peranan penting dalam kerja-kerja nyata mempersiapkan logistik perang sebagai cadangan stok operasi militer di kawasan Asia Pasifik. Hegemoni Imperialisme Amerika Serikat mencampakan wilayah Asia Pasifik meliputi kepulaun-kepulauan kecil di kawasan Asia Pasifik melalui konspirasi politik sepihak Washington DC dan sekutunya yang tertuang pada The New Agreemant 1962, Bagian II. Poin (b), “Amerika Serikat dan Uni Eropa akan mempersiapkan akses bagi negara-negara kawasan Asia sebagai kekuatan perekonomian untuk membantu Indonesia keluar dari ancaman krisis pasca perang global”
 
Rezim Militeristik NKRI Bentuk Pemerintahan Boneka.

Rezim militeristik Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) melaksanakan pembentukan pemerintahan boneka di Papua Barat dengan dali rakyat Papua Barat ras Melanesia serumpun dengan ras Melayu. Imprialis AS – Eropa bersekutu mendukung pembangunan pemerintahaan boneka di Papua Barat dengan jaminan tamabang-tambang Freeport di Tembagapura-Timika, British Pertoleum (BP) di Raja Empat-Sorong, LN Tangguh di Bintuni dikelola sepenuhnya bagi kepentingan Imperialisme beserta antek-anteknya, guna memuluskan agenda terselubung, prakarsai UU No. 21 Tahun 2001(Otsus) direduksi secara kasat mata bagi kepentingan eksplorasi penambangan di Papua Barat. Berdasarkan prektek Undang-Undang Neoliberalisme No. 21 Tahun 2001, Otonomi Khusus (Otsus) sewenang-wenang menguasai hajat hidup rakyat Papua, semata-mata Otsus lahir sebagai malaikat perdamaian di tanah air Mambruk, pemerintahan boneka yang di bentuk sebagai kepanjangan tangan dari rezim militeristik kolonial Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), Pemerintahan boneka segera di susun secara struktural dengan basis  komando poros setan yang bermarkas di Jakarta. Pejabat-pejabat daerah di paksahkan dan diangkat dari keterwakilan kaum pribumi untuk menghilankan momok kesadaran masyarakat pribumi yang merasa hak kesulungannya di cabut (Proklamasi Kemerdekaan bangsa Papua Barat 01 Desember 1961).  Idielogi Negara Pancasila, UUD 45 dengan slogan NKRI Harga Mati, dikramatkan sebagai kitab suci melebihi kitab-kitab suci agama. Bukti nyata, sumber-sumber kekayaan alam yang terkandung di Hutan, Tanah, Laut dan Sungai sekalipun Manusianya di eksploitasi atas nama Negara tanpa mempertimbangkan resiko dan ancaman malah di anggap lumrah. Cerita ini memang cerita lama tapi nampaknya sampai sekarang masih ada, pemerintahan boneka di ciptahkan dan di beri tugas dan wewenang sebagai mandataris Negara untuk tetap menjaga kedaulatan Negara sekalipun anak perempuan kesulungannya di perkosa aparat kaparat militer TNI-POLRI. Otak pikiran dan mentalitas pemerintahan boneka di bentuk untuk tunduk dan patuh terhadap kitab suci Pancasila, UUD 45 dan nyanyian sumbang Indonesia Raya. Pemerintahan boneka (Suebu-Hesegem) merupakan momok yang bersembunyi di balik topeng kekuasaan rezim NKRI, parlemen Papua yang mengklaim diri sebagai wakil rakyat menjelma sebagai kekuatan partai Barisan Merah-Putih yang lagi mempersiapkan diri untuk menumpas gerakan sipil yang menuntut hak-hak kemerdekaannya. 

Puncak Jaya Berdarah, Baranabas-Alex-Lukas Bandar Judi.

Saran para pecamun birokrat dinegeri tanpa kepastian hidup memberikan banyak pertanyaan atas sepak terjang antek-antek koloni di era pergeseran jaman masa kini. Satu bulan sebelum para bedebah mengatur strategi penyerangan terhadap gerilyawan Tentara Pemebebasan Nasional – Papua Barat (TPN-PB) tepatnya pada tanggal 28 Mei 2010 di Tngginambut – Puncak Jaya, ratusan penduduk pribumi puncak Jaya di kejutkan dengan surat kebebasan operasi militer aparat kaparat militer Indonesia (TNI-POLRI) oleh seorang pengbdi pemerintahan kolonial, Lukas Enembe. Klaim lukas atas wilayah kekuasaanya mendapat hambatan program pembangunan dari tentara pengamanan rakayat pribumi TPN-PB pimpinan Kamerad Goliat Tabuni.  Atas permintaan Lukas, wilayah Puncak Jaya di kepung aparat kaparat TNI-POLRI yang melakukan penyerbuan ke perkampungan-perkampungan desa tanpa mempedulihkan batas-batas kemanusiaan, masayarakat Puncak Jaya yang mayoritas penduduknya sebagian besar bermata pencarian berkebun dan berternak (petani) tidak dapat melakukan aktifitasnya seperti biasa, di setiap pelosok-pelosok titik perkampungan dikepung, warganya di intimidasi dan diteror, 2 orang warga sipil di tembak mati , Eriben Murip (45) dan Yotamin Telenggen (26), 200 warga penduduk mengungsi ke perbatasan distrik dan kecamatan lain. Seperti yang di laporkan, sampai saat ini situasi Puncak Jaya mencekam, kebrutalan aparat kaparat militer TNI-POLRI harus di hentikan, sikap kritis Bapak pendeta, Duma Socrates Sofyan Yoman beberapa waktu lalu terkait dengan operasi yang dilakukan aparat kaparat militer TNI-POLRI patut mendapat dukungan dari setiap pemerhati dan pejuang Hak Asasi Manusia (HAM) di seluruh dunia sebagai cambuk bagi penyelamatan jiwa-jiwa orang tak berdosa di Tingginabut - Puncak  Jaya. ***   
 
Sumber :  www.star-papua.com