Ilustrasi : Doc (http://suarawiyaimana.blogspot.com) |
Jayapura, Suara Wiyaimana- di Bumi
Cendrawasih-Papua. Odiaipai merasa ketidaknetralitas
para wartawan di Indonesia, khususnya permasalahan besar di provinsi papua dan
papua barat. Untuk peliputan dan penyiaran berita saja selalu dibatasi oleh TNI
dan POLRI bersama pemerintah setempat. Kabar ini, diterima melalui, suarawiyaimana.blogspot.com; ditempat.
Menurutnya, Jika seekor
ayam mati ditabrak mobil di pulau Jawa, maka hal itu selalu menjadi berita luar
biasa yang diliput dan disiarkan berulang-ulang oleh sejumlah media massa.
Bahkan di sejumlah stasiun TV kejadian itu bisa disiarkan dalam sejumlah
program berita. Sebaliknya, jika seorang atau sekelompok orang Papua dibunuh
atau dibantai oleh aparat pertahanan dan keamanan, seperti TNI dan POLRI, maka
hal itu tidak menjadi berita yang luar biasa dan sangat sepi dari peliputan dan
pemberitaan
media massa.
Lanjut, sejumlah
media massa, terutama TV yang selalu gemar memberitakan “kematian ayam” di
pulau Jawa dalam sejumlah program TVnya diam membisu. Apakah ini sebuah
kesengajaan (sebagai bagian dari konspirasi besar untuk menjajah Papua)?
Ataukah para wartawan takut diteror atau dibantai juga oleh TNI dan POLRI?
Ataukah nilai kemanusiaan orang Papua lebih rendah dari seekor ayam yang mati
di dipulau Jawa yang menjadi berita utama di sejumlah media massa?
Para pemilik
dan pengelola media massa (termasuk para wartawan) harus mengintropeksi diri.
Jika Papua gemar diklaim sebagai bagian dari wilayah NKRI, maka peliputan dan
pemberitaan peristiwa-peristiwa luar biasa di Papua harus disamakan dengan
wilayah lainnya Indonesia (seperti peliputan dan pemberitaan kematian seekor
ayam di pulau Jawa).
Pembunuhan
atau pembantaian seorang atau sejumlah orang di Papua harus disamakan dengan
model peliputan dan pemberitaan kematian seekor ayam di pulau Jawa. Begitupun
dalam hal atau peristiwa lainnya. Jika Papua dan sejumlah peristiwa luar biasa
di Papua tetap sepi dari peliputan dan pemberitaan media massa, maka klaim
“profesionalisme jurnalis” di Indonesia yang diagung-agungkan selama ini harus
dibuang ke tempat sampah, katanya.
(Odiyaipau Dumupa)