Pages

Pages

Rabu, 09 April 2014

Ketidaknetralitas para Wartawan Indonesia terhadap persoalan besar di Tanah-Papua

Ilustrasi : Doc (http://suarawiyaimana.blogspot.com)
Jayapura, Suara Wiyaimana- di Bumi Cendrawasih-Papua. Odiaipai merasa ketidaknetralitas para wartawan di Indonesia, khususnya permasalahan besar di provinsi papua dan papua barat. Untuk peliputan dan penyiaran berita saja selalu dibatasi oleh TNI dan POLRI bersama pemerintah setempat. Kabar ini, diterima melalui, suarawiyaimana.blogspot.com; ditempat.

Menurutnya, Jika seekor ayam mati ditabrak mobil di pulau Jawa, maka hal itu selalu menjadi berita luar biasa yang diliput dan disiarkan berulang-ulang oleh sejumlah media massa. Bahkan di sejumlah stasiun TV kejadian itu bisa disiarkan dalam sejumlah program berita. Sebaliknya, jika seorang atau sekelompok orang Papua dibunuh atau dibantai oleh aparat pertahanan dan keamanan, seperti TNI dan POLRI, maka hal itu tidak menjadi berita yang luar biasa dan sangat sepi dari peliputan dan pemberitaan media massa.

Lanjut, sejumlah media massa, terutama TV yang selalu gemar memberitakan “kematian ayam” di pulau Jawa dalam sejumlah program TVnya diam membisu. Apakah ini sebuah kesengajaan (sebagai bagian dari konspirasi besar untuk menjajah Papua)? Ataukah para wartawan takut diteror atau dibantai juga oleh TNI dan POLRI? Ataukah nilai kemanusiaan orang Papua lebih rendah dari seekor ayam yang mati di dipulau Jawa yang menjadi berita utama di sejumlah media massa?

Para pemilik dan pengelola media massa (termasuk para wartawan) harus mengintropeksi diri. Jika Papua gemar diklaim sebagai bagian dari wilayah NKRI, maka peliputan dan pemberitaan peristiwa-peristiwa luar biasa di Papua harus disamakan dengan wilayah lainnya Indonesia (seperti peliputan dan pemberitaan kematian seekor ayam di pulau Jawa).

Pembunuhan atau pembantaian seorang atau sejumlah orang di Papua harus disamakan dengan model peliputan dan pemberitaan kematian seekor ayam di pulau Jawa. Begitupun dalam hal atau peristiwa lainnya. Jika Papua dan sejumlah peristiwa luar biasa di Papua tetap sepi dari peliputan dan pemberitaan media massa, maka klaim “profesionalisme jurnalis” di Indonesia yang diagung-agungkan selama ini harus dibuang ke tempat sampah, katanya.

(Odiyaipau Dumupa)