Dewan Adat Papua wilayah Balim ketika memberikan keterangan pers. (Jubi/Islami) |
Wamena,
4/4 (Jubi) – Dalam rangka memperingati wafat dan kebangkitan Yesus
Kristus, Dewan Adat Papua (DAP) wilayah Baliem merayakan Paskah dengan
membangkitkan kembali budaya masyarakat setempat.
Nuansa
adat Baliem dilakukan dalam berbagai kegiatan, imulai dari pembersihan
lokasi, kunjungan ke Honai-honai, doa di Honai, tarian adat, vokal grup,
cerdas tangkas hingga bakar batu khas pegunungan tengah Papua.
Sekretaris
Dewan Adat Baliem Lapago, Yulianus Hisage, kepada tabloidjubi.com,
Jumat (4/4) menjelaskan, peringatan Paskah bernuansa adat ini, dilakukan
karena pihaknya menyadari , mengalami dan merasakan langsung bahwa
kehadiran misi keagamaan di Baliem, ingin menyelamatkan termasuk manusia
dan budayanya.
”
Kehadiran misi keagamaan di Baliem untuk menyelamatkan manusia dan
budayanya, tetapi kami lihat nilai-nilai adat itu belum berakar dalam
keagamaan,” jelas Hisage.
Dalam
budaya orang Baliem, misalnya, bila ada kematian maka pengorbanan yang
dilakukan itu cukup besar, dimana keluarga dan kerabat membawa kapak
batu (ye), noken (su) hingga babi. Dibandingkan dengan orang yang baru
lahir, hadiah yang dibawakan hanya sebatas hasil kebun termasuk noken.
“Intinya,
Paskah Baliem memiliki nilai pengorbanan kepada orang mati lebih besar
dibanding nilai natal atau kelahiran seseorang,” jelasnya.
Pada
peringatanp Paskah kali ini, pihaknya berharap ada nilai-nilai budaya
Baliem yang turut ditransfer pada pihak gereja maupun masyarakat, agar
budaya daerah setempat bertahan dan tidak habis terkikis dengan
pengaruh-pengaruh lain.
“Bagaimana
gereja juga menghargai nilai-nilai budaya setempat yang ada, kami
merasa juga bahwa inkulturasi tidak sebatas lagu-lagu yang orang
nyanyikan di gereja,” terangnya.
Dia memberi contoh, kegiatan tarian dari adat asli peninggalan nenek moyang, yang dilakukan di Distrik Wosi oleh DAP Lapago.
“Dewan adat ingin membangun orang Baliem di atas dasarnya, supaya tidak mengambang, tidak goyang,” paparnya.
Kepala
Kepolisian Dewan Adat Baliem Wilayah Lapago, Amos Wetipo, mengatakan
nilai-nilai adat di Kabupaten Jayawijaya memang semakin menipis. Hal ini
terjadi karena ketidaksadaran masyarakat sendiri, karena banyaknya
budaya adopsi dari luar.
“Terutama
akibat miras, anak-anak semua sudah terjerumus ke dunia itu, hal ini
membuat nilai-nilai adat tidak terpelihara,” tandas Amos. (Jubi/Islami)
Sumber : www.tabloidjubi.com