Pages

Pages

Jumat, 21 Februari 2014

Referendum Papua, Inggris Minta Presiden SBY Kunjungi Referendum Skolandia 2014

(Lord Kilclooney)
Star_Papua, London,-- Anggota Parlement Inggris  Gedung Parlement mengadakan perdebatan tentang Papua Barat pada hari Rabu 24/7 waktu london,  di mana mereka mengangkat keprihatinan serius mengenai situasi hak asasi manusia di papua barat dan meminta pemerintah Inggris untuk mengambil langkah - langkah dan sikap yang lebih kuat.

"Dengan permintaan Referendum yang luar biasa dari masyarakat Papua untuk menentukan nasib sendiri, dan meminta pemerintah Inggris untuk mengundang Presiden Indonesia untuk mengunjungi Inggris tahun depan untuk referendum Skotlandia untuk kemerdekaan, untuk melihat bagaimana mereka menangani permintaan untuk penentuan nasib sendiri. Lord Avebury"

Lord Harries, yang memulai perdebatan, mencatat pola mengkhawatirkan penangkapan sewenang-wenang dan tahanan politik yang sedang berlangsung di provinsi Indonesia, mengutip bukti yang dikumpulkan oleh kelompok hak asasi manusia yang berbasis di London TAPOL.

Dia juga menantang pemerintah Inggris tentang pendanaan Densus 88, skuad elit kontra-teror yang diduga telah digunakan dalam penangkapan, penyiksaan dan penembakan aktivis politik di propinsi Papua.

Dia mempertanyakan apakah pelatihan yang diberikan oleh Inggris dan lain-lain melakukan apa pun untuk memperbaiki catatan hak asasi manusia unit.

Lord Hannay disebut kebijakan pemerintah Indonesia membatasi akses bagi wartawan asing dan LSM sesat, menambahkan bahwa di mana kerahasiaan berlaku, rumor dan tuduhan berkembang.

Lord Avebury menyarankan situasi di Papua Barat hampir pasti jauh lebih buruk karena hambatan untuk mengakses jurnalis dan pekerja kemanusiaan di papua barat.

Tuan Harries mengkritik UU Otonomi Khusus telah  gagal total dan yang gagal untuk mengatasi aspirasi politik rakyat Papua. Dia meminta Inggris untuk meminta penyelidikan ke dalam kasus  Pepera 1969 yang penuh kontroversial dan mendukung referendum dimonitori internasional.

Lord Avebury mencatat permintaan yang luar biasa dari masyarakat Papua untuk menentukan nasib sendiri, dan meminta pemerintah Inggris untuk mengundang Presiden Indonesia untuk mengunjungi Inggris tahun depan untuk referendum Skotlandia untuk kemerdekaan, untuk melihat bagaimana mereka menangani permintaan untuk penentuan nasib sendiri.

Lord Hannay "menambahkan pemerintah Indonesia harus menunjukkan rasa hormat terhadap budaya Papua, dan bahwa setiap upaya untuk homogenisasi atau mendorong migrasi ke Papua akan membawa ketegangan dan marjinalisasi masyarakat pribumi papua barat.
(Baroness Warsi answered questions on behalf of the British Government)


Respon dari  pemerintah inggris di wakili oleh Menteri Senior Negara di Kantor Luar Negeri & Persemakmuran, Baroness Warsi.

Dalam tanggapannyai keprihatinan yang diangkat, Baroness Warsi mencatat tingginya tingkat kekhawatiran tentang kebebasan berekspresi dalam perdebatan itu, dan setuju bahwa kebebasan berekspresi di Papua Barat terlalu sering di bungkam dengan alasan keutuhan wilayah dan terotorial.

Dia menggemakan pernyataan dari semua orang yang berbicara dalam perdebatan itu, bahwa semua pihak yang memiliki kepentingan di masa depan Papua harus konstruktif untuk terlibat dalam dialog damai. 
 
Sumber :  www.star-papua.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar