Ilustrasi Tutup PT.FI di Timika Papua (foto. arifinaputri.wordpress.com) |
Press Release JATAM, 19 Februari 2014.
JATAM
mendukung penuh langkah Komnas HAM yang telah menyatakan PT. Freeport
Indonesia (FI) sebagai pelanggar HAM berat, terkait dengan kasus
kecelakaan yang terjadi di lubang tambang PT. FI Big Gossan di Papua
Barat pada 14 Mei 2013 lalu yang telah menewaskan 28 pekerja. Sudah
semestinya peristiwa tersebut dinyatakan sebagai pelanggaran HAM, bukan
sekedar kecelakaan semata. Kelalaian PT. FI harus dihukum denan setimpal
atas penghilangan nyawa manusia.
Peristiwa
Big Gossan merupakan salah satu dari banyak masalah operasi PT. FI yang
mengancam jiwa manusia. Jebolnya danau Wanagon pada tahun 2000, di mana
limbah batuan PT. FI longsor dan mengakibatkan jebolnya danau tersebut
dan menyebabkan air danau yang terkontaminasi limbah PT. FI meluber
tidak terkendali. Peristiwa longsornya limbah batuan tersebut terulang
kembali pada 9 Oktober 2003 dan menewaskan 13 karyawan PT. FI. Salah
satu kasus yang oleh pemerintah juga dianggap sebagai kecelakaan biasa
yang disebabkan faktor alam.
Ironisnya,
Komnas HAM lebih memilih memberikan laporan itu ke Freeport Pusat di
Amerika melalui Kedubes Amerika di Indonesia. Hal ini jelas menunjukkan
bahwa pemerintah sendiri tidak bisa dipercaya menangani kasus ini jika
berhadapan dengan Freeport. Selama ini pemerintah telah melakukan
pembiaran terhadap kelalaian maupun kesengajaan industri pertambangan
dalam perusakan lingkungan dan perampasan ruang hidup masyarakat,
khususnya yang teah dilakukan oleh PT. FI. Rentetan kasus pencemaran
lingkungan hingga pelanggaran HAM yang telah dilakukan PT. FI adalah
potret nyata dari daya rusak industri pertambangan yang dibiarkan oleh
pemerintah.
Aktifitas
pertambangan PT. FI sangat erat kaitannya dengan pelanggaran HAM dan
kekerasan yang terjadi di Papua Barat. Pada tahun 2011 PT. FI mengakui
telah menggelontorkan dana 14 juta USD kepada TNI dan Polisi sebagai
biaya pengamanan wilayah pertambangan. Maka tidak heran jika berbagai
kasus kekerasan dan pelanggaran HAM yang melibatkan TNI/Polri di Papua
sangat berkaitan dengan pengamanan aktifitas pertambangan PT. FI. Belum
lagi rentetan pelanggaran HAM selama pelaksanaan DOM di Papua 1978-1998
serta pembantaian suku Amungme dan enam suku lainnya di sekitar lokasi
PT. FI pada 1977 yang menewaskan lebih dari 900 orang.
Pembiaran
berlarut-larut yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia semakin
menegaskan bahwa paradigma pembangunan ekonomi Indonesia adalah
pembangunan berbasis investasi yang mempertaruhkan keselamatan rakyat.
Dalam kasus longsor Big Gossan PT. FI, pemerintah hanya menekankan
pemberian kompensasi bagi keluarga korban tanpa adanya tindakan tegas
bagi PT. FI. Artinya, nyawa warga Negara yang bekerja di industri
pertambangan pun oleh pemerintah hanya dinilai sebatas Rupiah. Bahkan
Menko Perekonomian Hatta Rajasa dan Menteri ESDM Jero Wacik terkesan
membela kepentingan PT. FI dengan mendesak beroperasinya kembali PT. FI
dan membatasi penyelesaian masalah hanya pada persoalan kompensasi.
Keselamatan
rakyat tidak bisa lagi dipertaruhkan demi melayani investasi. Pembiaran
yang berlarut-larut oleh pemerintah sudah semestinya dihentikan.
Laporan Komnas HAM ini seharusnya menjadi tamparan keras bagi pemerintah
yang selalu menjadi tameng bagi kepentingan pertambangan. Sudah saatnya
Pemerintah mengambil tindakan tegas dan memberikan efek jera bagi
perusahaan tambang perusak lingkungan dan pelanggar HAM lainnya.
“JATAM
mendukung penetapan Komnas HAM yang menyatakan Freeport telah melakukan
pelanggaran HAM berat dalam kasus longsor Big Gossan. Kami juga
menuntut kepada semua pihak untuk menindak tegas Freeport serta
menghentikan segala bentuk operasi pertambangan Freeport hingga Freeport
bertanggungjawab secara hukum.” Tegas Ki Bagus Hadi Kusuma,
Pengkampanye JATAM.
Kontak: Ki Bagus Hadi Kusuma, 085781985822.
Sumber : www.jatam.org
Tidak ada komentar:
Posting Komentar