Ilustrasi |
Di Papua, jurnalis menghadapi intimidasi, ancaman, dan
tindak kekerasan. Jurnalis asing bahkan tidak diperbolehkan memasuki
daerah tersebut. Dengan demikian, kebebasan pers sangat terpengaruh dan
pelaporan independen dari lokasi hampir tidak mungkin terwujud. Pada
tahun 2012, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) di Papua mencatat 12
kasus tindak kekerasan serta intimidasi terhadap jurnalis di Papua, hal
ini merupakan peningkatan dibandingkan tahun 2011 yang hanya mencatat
tujuh kasus. Delapan dari total
12 kasus akan disampaikan secara detail di bagian ini, di antaranya
jurnalis yang dilarang meliput demonstrasi, kasus korupsi, dan
pengadilan tahanan politik.
Sebuah dokumen milik Komando Pasukan Khusus yang dibocorkan
pada tahun 2010 menunjukkan bahwa pada waktu itu ada sekitar 12
jurnalis yang juga bekerja sebagai agen dan informan untuk satuan itu.
Sejak saat itu, kelompok-kelompok yang sering menjadi target aparat
keamanan kehilangan rasa percaya terhadap jurnalis. Sebagai contoh, ada
kasus-kasus penyerangan jurnalis karena dicurigai sebagai agen Kopassus
oleh komite Nasional Papua Barat, sebuah organisasi sosial politik yang
memfasilitasi referendum kemerdekaan.
Contoh kasus
-
Intimidasi selama proses persidangan
Forkorus Yoboisembut dan beberapa rekan-rekannya ditangkap
pada saat Konggres Papua III berlangsung. Mereka didakwa atas tuduhan
pengkhianatan pada bulan Oktober 2011. Kemudian, mereka disidang di
Pengadilan Negeri Jayapura pada tanggal 8 Februari 2012. Di saat para
terdakwa berusaha melindungi diri dalam sidang tersebut, para wartawan
yang sedang mendokumentasikan proses sidang mendapatkan perlakuan
intimidasi fisik. Ketika memasuki ruang sidang, mereka didorong oleh
anggota Polres Jayapura. Para wartawan yang merupakan korban intimidasi
tersebut adalah Katerina Litha dari Radio KBR 68 H Jakarta, Robert Vanwi
dari Suara Pembaharuan Jakarta, Josrul Sattuan dari TV One, Irfan dari
harian Bintang Papua, dan Cunding Levi dari Harian Tempo.
-
Pencegahan para wartawan di Spring Manokwari
Menurut laporan, di antara bulan Februari dan Mei 2012,
Kepala Kepolisian Manokwari mencegat dua orang wartawan yang hendak
memberitakan aksi dukungan untuk dialog dan referendum di Papua. Kedua
wartawan tersebut adalah Radang Sorong dari harian Cahaya Papua dan
Paskalis dari Media Papua. Selain mereka, ada juga tiga wartawan lokal
yang mengklaim bahwa mereka mengalami tekanan dari seorang perwira
polisi ketika menulis berita mengenai masalah politik, hukum dan
pelanggaran HAM, dan tahanan politik. Salah satu dari ketiga wartawan
tersebut secara khusus diperintahkan oleh sang perwira polisi untuk
membatasi pemberitaan mengenai masalah politik, hukum, dan pelanggaran
HAM.
-
Pengusiran wartawan dari Kantor Polisi
Di daerah Polimak, Jayapura, Tumbur Gultom dari Papua Pos
diminta oleh sekelompok anggota KNPB untuk memperkenalkan diri. Ketika
korban menjawab bahwa dia bekerja sebagai wartawan dari Papua Pos, para
aktivis tidak percaya. Mereka menduga bahwa korban adalah aparat
keamanan yang menyamar untuk mengumpulkan informasi. Akhirnya, kelompok
tersebut mengusir korban dari lokasi.
-
Pemukulan terhadap seorang Jurnalis di Lingkaran Abepura
Josrul Sattuan, seorang wartawan dari TV One, dipukuli oleh
orang yang tak dikenal. Ketika itu, korban sedang meliput situasi di
Jayapura, termasuk serangkaian insiden kekerasan dan penembakan yang
terjadi di berbagai tempat di Jayapura. Pelaku pemukulan diduga adalah
oknum aparat keamanan. Serangan fisik tersebut terjadi di Lingkaran
Abepura petang hari pada tanggal 8 Juni 2012.
-
Pemukulan Pogau ketika meliput sebuah aksi demonstrasi
Oktavianus Pogau adalah wartawan yang bekerja untuk harian
Suara Papua dan kontributor The Jakarta Globe. Pada tanggal 22 Oktober
2012, beberapa anggota kepolisian berseragam dan berpakaian bebas
terlibat perseteruan dengan anggota KNPB di Manokwari dalam sebuah aksi
demonstrasi. Pada saat itu, Oktavianus Pogau turut dipukuli oleh para
aparat kepolisian ketika dia sedang meliput aksi tersebut, walaupun
sudah menjelaskan bahwa dirinya adalah anggota pers.
-
Penyerangan setelah meliput kasus korupsi
Pada tanggal 1 November 2012, Sayied Syech Boften dari
Papua Barat Pos diserang oleh Hendrik G. Wairara yang mengaku sebagai
anggota DPRD. Sayied Syech Boften diancam dan diintimidasi melalui
telepon. Selain itu, dia diperingatkan untuk menghentikan pemberitaan
kasus korupsi sebuah proyek yang melibatkan perluasan jaringan listrik
dan pemeliharaan mesin di kabupaten Raja Ampat.
-
Tuduhan terorisme ketika meliput sebuah pertemuan departemen publik dan militer
Pada tanggal 8 November 2012, Esau Miram dari Cenderawasih
Pos diintimidasi ketika sedang meliput pertemuan di markas Komando
Distrik Militer XVII yang dihadiri oleh semua kepala departemen
pemerintah di Papua. Esau dituduh sebagai teroris, meskipun telah
menunjukkan kartu identitas jurnalisnya.
-
Kasus: Wartawan JUBI dintimidasi ketika sedang meliput aksi demonstrasi
Pada tanggal 1 Desember 2012, Benny Mawel dari JUBI
diinterogasi oleh anggota kepolisian di dekat Lingkaran Abepura. Hal itu
disebabkan oleh karena dia meliput kerumunan para demonstran yang
membawa spanduk dalam aksi demonstrasi dari Abepura ke Waena. Saat itu,
Benny sudah menunjukkan kartu identitasnya sebagai wartawan. Akan
tetapi, sebuah kelompok beranggotakan 10 orang menuduhnya bukan seorang
jurnalis. Ketika Benny sedang dalam perjalanan menuju bengkel dengan
mengedarai sepeda motor, dia diikuti oleh beberapa orang yang sempat
menanyakan keberadaannya.
Hak Asasi Manusia di Papua 2013/hal.18.
Humanrightspapua.org
Tidak ada komentar:
Posting Komentar